Sentani, Jubi – Ondofolo Kampung Yahim, Distrik Sentani, Kabupaten Jayapura, Papua, dan sejumlah orang tua calon siswa mendesak agar pihak SMA Negeri 1 Sentani, menerima anak-anak mereka yang tidak lolos Penerimaan Peserta Didik Baru atau PPDB. Menurut mereka, jumlah kuota peserta didik baru di sekolah tersebut sebanyak 691, namun yang diterima hanya 432 orang, dan tidak diterima sebanyak 259 orang.
Ondoafi Kampung Yahim Melianus Wally mengatakan, pihaknya bersama orang tua calon siswa mendatangi sekolah tersebut, untuk menyampaikan keluhan mereka kepada pihak sekolah. Kepala SMA Negeri 1 Sentani Daud Taime juga sudah bertemu dengan mereka.
“Tadi kami sudah bicara dengan kepala sekolah [SMA Negeri 1 Sentani] Bapak Daud Taime, untuk menerima semua anak-anak yang tidak tidak lolos,” katanya, di Sentani, Jumat (26/7/2024).
Wally mengatakan saat orang tua calon siswa bertemu pihak sekolah, mereka tetap menuntut agar anak-anak bisa masuk sekolah tersebut. Meskipun kelas terbatas yakni hanya 39 ruangan, namun dengan adanya pertemuan tersebut, pihak sekolah akan menambah 1 ruang kelas lagi.
“Keputusan hari ini sudah aman, saya berharap ke depan tidak terjadi lagi hal serupa. Pihak sekolah juga tidak boleh bermain-main dengan rekomendasi yang telah diberikan dari Ondoafi,” ujarnya.
Salah satu orang tua calon siswa, Aser Suebu mengatakan kuota penerimaan siswa baru di sekolah tersebut bagi Orang Asli Papua (OAP) sebanyak 70 persen dan non-OAP 30 persen. Namun kenyataannya tidak sesuai kuota, maka para orang tua calon siswa menuntut hak anak-anak mereka.
“Para orang tua calon siswa ini, mereka datang menuntut, supaya anak-anak itu diterima,” katanya.
Ia mengatakan pada pukul 06.00 WP, sejumlah orang tua calon siswa juga sempat memalang gerbang sekolah. Namun atas desakan pihak keamanan akhirnya palang dibuka.
“Tadi jam 6 pagi kami sudah palang pintu masuk, tapi pihak keamanan datang buka, lalu sekitar jam 9 pagi kami rapat dengan pihak sekolah,” katanya.
Menurutnya, pihak sekolah beralasan bahwa jika kuota penerimaan siswa membengkak, maka akreditasi sekolah akan menurun. Akan tetapi, orang tua calon siswa tetap menuntut agar anak-anak mereka bisa masuk sekolah tersebut.
“Kami perwakilan orang tua calon siswa, Ondoafi, dan pihak sekolah sudah sepakat, bahwa akreditasi mau turun atau tidak, yang penting harus terima anak-anak ini. Hasil pertemuan hari ini, sudah sepakat akan terima [anak-anak], tapi tambahkan satu ruangan baru,” katanya.
Suebu mengingatkan, jika pihak sekolah mengabaikan hasil kesepakatan tersebut, maka mereka akan kembali memalang sekolah. “Ini tadi dia [pihak sekolah] sudah sepakat terima, namun kalau lalai berarti sekolah kami akan palang,” katanya.

Pihak sekolah dilema
Kepala SMA Negeri 1 Sentani Daud Taime mengatakan kuota penerimaan siswa baru sudah penuh baik dari jalur zonasi, afirmasi, prestasi, dan jalur pindah tugas orang tua/wali. Meski sejumlah alasan telah disampaikan pihak sekolah, namun orang tua calon siswa tetap menuntut anak mereka masuk sekolah tersebut.
“Kami pihak sekolah dilema, karena sesuai regulasi nasional, satuan pendidikan menengah atas [hanya] mengelola 36 kelas. Tapi ini sudah melampaui batas [jadi] 39 kelas, makanya kami menekan dari 39 ini akan tamat 3 kelas, maka [bisa] kembali jadi 36, ini [upaya yang] banyak orang tidak mengerti,” ujarnya.
Sesuai Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 1 Tahun 2021 tentang Penerimaan Peserta Didik Baru, disampaikan bahwa jalur zonasi diterima berdasarkan jarak tempat tinggal. Maka pihaknya melakukan seleksi penerimaan siswa baru, juga berdasarkan jarak rumah calon siswa apakah berdekatan dengan sekolah atau jauh.
Selain itu, menurutnya PPDB kali ini akan berdampak pada akreditasi sekolah, dari yang dulunya A+ bisa menjadi C atau D, dan ini juga berdampak pada kelulusan siswa nanti. Misalnya, akan ironis jika pihak sekolah nantinya memberikan nilai 82 atau 87, sedangkan sekolah hanya berakreditasi C namun pemberian nilai bisa sebesar itu.
“Meskipun hari ini kami korbankan akreditasi, tapi kami [tetap] ambil keputusan karena pendidikan merupakan hak setiap warga negara, maka tugas negara memfasilitasi agar [bisa] mencerdaskan bangsa dan negara. Jadi kami terima dengan satu kesepahaman, bukan kesepakatan, namun ada bagian akan dikorbankan yaitu akreditasi,” ujarnya. (*(

Untuk melihat lebih banyak content JUBI TV, click here!