Manokwari, Jubi – Sebanyak 19 peserta Seleksi Dewan Perwakilan Rakyat Provinsi (DPRP) Papua Barat jalur pengangkatan menggugat kinerja Panitia Seleksi (Pansel) dan Kesbangpol Papua Barat.
Mereka menolak hasil seleksi yang dinilai tidak transparan dan telah menyurati Kesbangpol Papua Barat terkait keberatan mereka.
Ketua tim, Goliat Menggesuk, mengungkapkan Pansel tidak mengumumkan setiap tahapan seleksi secara terbuka dan sistematis.
“Kami tidak menggugat peserta yang lolos, tetapi kami menilai Pansel tidak transparan. Selama mengikuti tes, kami tidak mengetahui hasil seleksi dan nilai yang diperoleh karena tidak diumumkan,” ujar Goliat, peserta asal Daerah Pemilihan Kabupaten Pegunungan Arfak, pada Sabtu (22/2/2025) di Manokwari.
Menurutnya, setiap tahapan seleksi mulai dari pemeriksaan kesehatan, makalah, tes kompetensi, hingga wawancara seharusnya diumumkan secara bertahap.
Namun, hasil seleksi baru diumumkan secara keseluruhan pada 19 Februari 2025, sehari sebelum pelantikan Gubernur dan Wakil Gubernur Papua Barat, padahal jadwal semula ditetapkan pada 28 Januari 2025.
Husein Kabes, peserta seleksi asal Kabupaten Fakfak, menambahkan bahwa terdapat indikasi pembiaran terhadap peserta yang menyontek saat seleksi.
“Kami tidak mempermasalahkan lolos atau tidak, tetapi kami keberatan karena panitia mengabaikan berbagai pelanggaran. Ada peserta yang menyontek saat seleksi, dan panitia mengetahuinya tetapi membiarkan hal tersebut terjadi,” ungkap Husein.
Kuasa hukum 19 peserta, Metuzalak Awom, menyatakan bahwa selain menyurati Pansel dan Kesbangpol, pihaknya akan mengajukan gugatan ke pengadilan terkait hasil seleksi tersebut.
“Kami telah menerima pengaduan dari 19 orang. Setelah mempelajari berkas dan bukti yang ada, kami menemukan beberapa pelanggaran. PP 106 Tahun 2021 Pasal 58 ayat 1 dengan jelas mengatur tugas dan kewajiban Pansel,” ujar Metuzalak Awom.
Menurutnya, berdasarkan bukti dan berkas yang diterima, ada beberapa ketentuan yang diabaikan oleh Pansel.
“Formulir skor dan persyaratan umum setiap tahapan seleksi seharusnya diumumkan kepada peserta. Dalam peraturan Mendagri sebagai penjabaran dari PP 106, disebutkan bahwa hasil seleksi harus diumumkan ke publik,” jelasnya.
Ia menambahkan bahwa tahapan seleksi mencakup 10 tahap, termasuk administrasi, penilaian kompetensi, kesehatan, dan kejiwaan, yang seharusnya diumumkan secara terbuka. Namun, Pansel hanya mengumumkan hasil akhir secara keseluruhan.
“Kami menemukan tiga aspek dugaan pelanggaran, yaitu pelanggaran perdata, pidana, dan tata usaha negara,” tegasnya.
Dugaan pelanggaran perdata berkaitan dengan kerugian yang dialami peserta akibat kurangnya transparansi tahapan seleksi, yang menyebabkan mereka terus mengeluarkan biaya tanpa kepastian.
Dugaan pelanggaran pidana terkait dengan kemungkinan adanya penyelewengan dana negara akibat tahapan seleksi yang tidak dilakukan secara menyeluruh.
Sementara itu, dugaan pelanggaran tata usaha negara mengarah pada cacat hukum dalam keputusan yang dikeluarkan Pansel.
“Kami akan menggugat ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) agar keputusan seleksi dibatalkan. Hari Selasa kami berangkat ke Jayapura untuk mendaftarkan gugatan,” tutupnya.
Sementara itu, Ketua Pansel Yusuf Sawaki belum memberikan tanggapan atas konfirmasi yang dikirimkan Jubi melalui pesan WhatsApp. (*)
Untuk melihat lebih banyak content JUBI TV, click here!