Jayapura, Jubi – Kemungkinan munculnya perizinan baru penambangan di Kabupaten Raja Ampat, Papua Barat Daya patut diwaspadai.
Sebab, hingga kini belum ada surat keputusan atau SK resmi berkaitan dengan empat izin yang dicabut Kementeriam Energi dan Sumber Daya Mineral.
Pernyataan itu disampaikan Kiki Taufik dari Greenpeace dalam webinar tambang nikel raja Ampat dari perspektif teologi, ekologi, ekonomi politik dan sosial budaya yang digelar Dewan Gereja Papua dan Pusat Studi HAM Sekolah Tinggi Teologi Walter Post Jayapura, secara daring, Jumat (11/07/2025).
“Selain itu, ada perusahaan-perusahaan yang izinnya dibatalkan pemerintah, akan tetapi masih disengketakan di pengadilan. Perusahaan ini adalah PT Anugerah Surya Pratama, PT Waigeo Mineral Mining dan PT Eka Kurnia Baru dan semua ada di Pulau Waigio,” kata Kiki Taufik.
Menurut Taufik, semua izin yang disebut telah dicabut dan dibatalkan memungkinkan untuk diterbitkan kembali. Sebab, ada kepentingan politik dan kepentingan ekonomi yang besar dibalik itu.
“Orang-orang Jakarta dan orang-orang elit di daerah yang punya kepentingan besar. Banyak dari wilayah penambangan nikel saat ini atau yang mempunyai potensi di Raja Ampat berada dalam kawasan hutan negara. Secara kontroversial tetap dimungkinkan bagi perusahaan tambang nikel untuk melanjutkan izin pinjam pakai kawasan hutan atau IPPKH,” ujarnya.
Selain itu kata Kiki Taufik, keinginan pemerintah membangun smelter nikel dan baja di Sorong, ibu kota Papua Barat Daya, juga patut diwaspadai.
Sebab, apabila rencana itu terwujud, Raja Ampat akan hilang karena tentu nikel yang akan diolah di smelter itu berasal dari Raja Ampat.
Kataya, kesepakatan telah tercapai antara pemerintah daerah dan investor yang ingin membangun smelter nikel dan baja di Sorong pada awal 2024.
“Kawasan ekonomi khusus atau KEK Sorong, didukung dua perusahaan Tiongkok. Salah satunya [akan] membangun smelter nikel dan satunya membangun smelter baja,” ucapnya.
Sementara itu, Uskup Keuskupan Timika, Mgr. Bernardus Bofitwos Baru, OSA mengatakan, dari sisi teologi masyarakat adat melihat dan memahami alam, dalam ajaran yang diturunkan turun temurun leluhur kepada masyarakat.
Ajaran itu diturunkan melalui cerita mitos kisah penciptaan, baik hutan dan segala isinya, dan kisah penciptaan marga yang adalah satu kesatuan yang tak terpisahkan dari manusia.
“Alam bukan sekadar alam. Akan tetapi alam juga adalah anthropos kosmos dan anthropos kosmologis, sehingga konsep marga orang Papua dan melanesia ini sangat berkaitan dengan alam, ada marga yang berkaitan dengan pohon, air dan binatang,” kata Uskup Bernardus Baru.
Katanya, karena keindahan sehingga Papua dijuluki surga kecil yang jatuh ke bumi. Namun sekarang sedang dalam situasi yang menjerit.
“Taman Eden yang indah dirusak dan kini berada dalam situasi yang luka-luka. Salah satunya adalah Raja Ampat dan Merauke. Di Timika adalah luka lama,” ucapnya. (*)

Untuk melihat lebih banyak content JUBI TV, click here!