Jayapura, Jubi – Pengadilan Negeri Jayapura, Papua, kembali menggelar sidang lanjutan kasus dugaan tindak pidana korupsi dana Pekan Olahraga Nasional (PON) XX Papua 2021 pada Senin (14/4/2025). Dalam sidang tersebut, Direktur PT Samaun Rumah Kreasi, Bambang Edi Haryanto, mengungkapkan bahwa Panitia Besar (PB) PON XX Papua belum membayarkan biaya pekerjaan pengawasan host broadcast production senilai Rp3,89 miliar.
“Sampai saat ini belum ada pembayaran,” ujar Bambang dalam persidangan.
Bambang menjelaskan bahwa PT Samaun Rumah Kreasi memperoleh kontrak untuk kegiatan pengawasan pekerjaan host broadcast production PON XX Papua dengan nilai kontrak sebesar Rp3,89 miliar. Kontrak tersebut ditandatangani oleh Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Utuh Dumadi, Direktur PT Samaun Rumah Kreasi Bambang Edi Haryanto, dan Ketua Harian PB PON XX Papua Yunus Wonda.
“Nilai kontraknya Rp3,89 miliar,” tegasnya.
Empat pejabat PB PON XX Papua 2021 kini duduk di kursi terdakwa. Mereka adalah Vera Parinussa (Koordinator Revenue), Reky Douglas Ambrauw (Koordinator Bidang Transportasi), Theodorus Rumbiak (Bendahara Umum), dan Roy Letlora (Ketua Bidang II).
Jaksa Penuntut Umum (JPU) mendakwa keempat terdakwa telah menyalahgunakan dana penyelenggaraan PON XX, yang menyebabkan kerugian negara sebesar Rp204,3 miliar. Mereka didakwa dengan pasal primer, yakni Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sidang dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim Derman Parlungguan Nababan, SH, MH, dengan anggota hakim Nova Claudia De Lima, SH; Andi Mattalatta, SH; dan Lidia Awinero, SH, MH.
Tiga saksi dihadirkan
Dalam sidang Senin itu, JPU menghadirkan tiga saksi yang memberikan keterangan secara daring sejak pukul 16.23 WIT hingga 17.46 WIT. Ketiga saksi tersebut adalah Greis Martisia Palulungan (Direktris CV Cahaya Harapan), Bambang Edi Haryanto (Direktur PT Samaun Rumah Kreasi), dan Juwita Novita Sari (Manajer Operasional PT Samaun Rumah Kreasi).

Bambang menjelaskan bahwa pekerjaan yang dilakukan PT Samaun Rumah Kreasi mencakup penyiaran langsung dan tunda dari berbagai pertandingan PON XX di sejumlah venue di Kabupaten Jayapura, Kota Jayapura, Kabupaten Mimika, dan Kabupaten Merauke.
Setelah pekerjaan selesai, pihaknya telah melakukan penagihan pembayaran kepada PB PON XX Papua sebanyak tiga kali, namun tidak kunjung dibayar.
“Semua pekerjaan telah diselesaikan. Kami sudah melakukan tiga kali penagihan, tetapi belum menerima pembayaran sepeser pun,” kata Bambang.
Saksi Juwita Novita Sari juga menyampaikan bahwa belum adanya pembayaran disebabkan oleh proses revisi anggaran yang masih berlangsung.
“Saya sudah melakukan penagihan sebanyak tiga kali dan berkoordinasi dengan PPK serta bagian keuangan PB PON. Informasi yang saya terima, pembayaran belum dilakukan karena ada proses perubahan anggaran,” jelas Juwita.
Dana Peminjaman
Juwita menambahkan bahwa atas saran Theodorus Rumbiak, dibuatlah permohonan peminjaman dana untuk menutupi biaya pekerjaan tersebut. Berita acara peminjaman itu ditandatangani oleh Bambang Edi Haryanto, Theodorus Rumbiak, dan Yunus Wonda.
“Saya berkomunikasi dengan Pak Theodorus Rumbiak, dan beliau menyarankan agar kami membuat permohonan pinjaman,” ujar Juwita.

Dana yang dipinjamkan oleh PB PON XX Papua kepada PT Samaun Rumah Kreasi berjumlah Rp2,5 miliar. Dalam surat perjanjian disebutkan bahwa dana pinjaman tersebut akan dikembalikan apabila PB PON membayarkan biaya pekerjaan secara penuh.
“Dana pinjaman belum kami kembalikan. Dalam surat perjanjian disebutkan, bila pembayaran telah dilakukan, kami akan mengembalikan dana pinjaman tersebut,” ucap Juwita.
Kontrak Rp10 Miliar, Pekerjaan Rp560 Juta
Saksi lain, Greis Martisia Palulungan, mengaku menandatangani kontrak pengadaan konsumsi untuk Sekretariat PB PON XX Papua dengan nilai lebih dari Rp10 miliar. Namun, ia mengungkapkan bahwa pekerjaan yang benar-benar dilaksanakan hanya senilai Rp560 juta untuk periode November 2021 hingga Mei 2022.
“Saya menandatangani kontrak senilai Rp10 miliar, tapi pekerjaan yang kami lakukan hanya Rp560 juta,” jelas Greis.
Ia mengaku awalnya menolak menandatangani kontrak tersebut karena nilai yang tidak sesuai dengan pekerjaan. Namun, Gerson Rumbiak, staf bendahara umum PB PON, mengatakan bahwa itu adalah perintah dari Theodorus Rumbiak.

“Kontrak itu dibawa oleh Pak Gerson Rumbiak. Saya tanya kenapa nilainya Rp10 miliar, padahal tidak sesuai dengan pekerjaan. Gerson bilang itu perintah dari Pak Theodorus Rumbiak,” ucap Greis.
Ia menyebutkan harga nasi kotak adalah Rp45 ribu dan harga snack Rp25 ribu. Pembayaran atas pekerjaan dilakukan secara tunai sebesar Rp560 juta.
Lebih lanjut, Greis juga menyampaikan bahwa dirinya tidak mengetahui saat dana Rp10 miliar lebih masuk ke rekening CV Cahaya Harapan.
“Dana itu masuk dua kali pada April 2022. Setelah itu, uangnya langsung dibawa oleh Pak Gerson. Ia mengatakan akan menyerahkannya ke Pak Theodorus Rumbiak,” jelasnya.
Greis juga mengaku telah membayar utang sebesar Rp140 juta kepada Gerson Rumbiak.*

Untuk melihat lebih banyak content JUBI TV, click here!
Tidak cocok jd bupati kalo cara pengelolaan anggarannya model begini. Berbahaya