Jayapura, Jubi – Saksi ahli Wasja S Sos ME Dev menyatakan Panitia Besar Pekan Olahraga Nasional atau PB PON XX Papua harus melaporkan pertanggungjawaban penggunaan dana hibah sebesar Rp2,58 triliun yang diperuntukan untuk kegiatan PON XX Papua tersebut. Hal itu disampaikan dalam sidang lanjutan kasus dugaan tindak pidana korupsi dana Pekan Olahraga Nasional (PON) XX Papua 2021 di Pengadilan Negeri Jayapura, Papua, pada Rabu (23/4/2025).
“[PB PON XX Papua] sebagai penerima harus melaporkan pertanggungjawaban,” kata Wasja dalam persidangan.
Empat pejabat PB PON XX Papua 2021 kini duduk di kursi terdakwa. Mereka adalah Vera Parinussa (Koordinator Revenue), Reky Douglas Ambrauw (Koordinator Bidang Transportasi), Theodorus Rumbiak (Bendahara Umum), dan Roy Letlora (Ketua Bidang II).
Jaksa Penuntut Umum (JPU) mendakwa keempat terdakwa telah menyalahgunakan dana penyelenggaraan PON XX, yang menyebabkan kerugian negara sebesar Rp204,3 miliar. Mereka didakwa dengan pasal primer, yakni Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Sidang ditangani majelis hakim yang diketuai Lidia Awinero SH MH dengan anggota Nova Claudia De Lima SH, Andi Mattalatta SH, dan Muhammad Tadzwil Mustari SH MH. Derman Parlungguan Nababan SH MH tidak lagi memimpin sidang karena telah dipromosikan dan pindah tugas menjadi Ketua Pengadilan Negeri Blitar.
Sidang Rabu (23/4/2025), Jaksa Penuntut Umum atau JPU menghadirkan saksi ahli yaitu Wasja S Sos ME Dev, Dr Yusup Suparman SH LLM dan Irwan Haryanto. Selain itu saksi fakta yang dihadirkan yaitu Hanny Grasius G Tanamal dan Paul. Para saksi memberikan keterangan secara daring mulai pukul 15.22 WIT hingga berakhir pukul 22.58 WIT.
Wasja merupakan Ahli Analisis Keuangan Pusat dan Daerah Ahli Muda pada Subdit Sistem dan Informasi pada Pelaksanaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Daerah Ditjen Bina Keuangan Daerah Kementerian Dalam Negeri. Wasja dihadirkan sebagai ahli untuk memberikan keterangan proses pemberian, pengelolaan hingga pelaporan penggunaan dana hibah.
Dalam kesaksiannya, Wasja mengatakan PB PON Papua sebagai penerima hibah harus melaporkan pertanggungjawaban sebagaimana telah diatur dalam Pasal 19 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 32 Tahun 2011 Tentang Pedoman Pemberian Hibah Dan Bantuan Sosial Yang Bersumber Dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.
Wasja mengatakan dalam peraturan itu penerima dana hibah harus melaporkan pertanggungjawaban ke kepala daerah paling lambat tanggal 10 bulan Januari tahun anggaran berikutnya, kecuali ditentukan lain sesuai peraturan perundang-undangan. Pertanggungjawaban itu disampaikan bukti-bukti pengeluaran yang lengkap dan sah sesuai peraturan perundang-undangan bagi penerima hibah berupa uang atau salinan bukti serah terima barang/jasa bagi penerima hibah berupa barang/jasa.

“[Laporan pertanggungjawaban] disampaikan dengan bukti-bukti yang lengkap dan sah sesuai peraturan perundang-undangan,” ujarnya.
Pada persidang 12 Februari 2025 lalu, enam saksi dari Badan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Provinsi Papua menyatakan Panitia Besar (PB) PON XX belum menyerahkan laporan pertanggungjawaban penggunaan dana hibah untuk pelaksana PON XX dari Pemerintah Provinsi Papua sebesar Rp2,58 triliun. Keenam saksi yakni Andi Amiruddin SE MSi, Joni Hartana SE MM, Djimmy Y Douw, I Made Ardana SE, Daud Henri Arim SE MM, dan Petrus Kondorura itu terlibat dalam memverifikasi dokumen untuk memproses pencairan dana hibah Pemerintah Provinsi Papua untuk PB PON XX Papua pada 2021.
Tidak bisa belanja di luar DPA
Wasja juga mengatakan penerima dana hibah tidak diperkenankan atau diperbolehkan untuk melakukan kegiatan yang tidak termuat dalam Dokumen Pelaksanaan Anggaran. Penggunaan anggaran itu juga harus sesuai dengan tertuang dalam dokumen Naskah Perjanjian Hibah Daerah atau NPHD.
“Tidak diperkenankan atau tidak boleh [menggunakan dana hibah di luar] RKA atau DPA,” katanya.
Sejak 2016 hingga 2022 dana hibah yang dicairkan Pemerintah Provinsi Papua bagi PB PON XX senilai Rp2,58 triliun. Pada sidang 10 Maret 2025, saksi Thercia Eka Kambuaya selaku wakil bendahara I Pengurus Besar (PB) PON Papua dan bendahara peresmian Stadion Lukas Enembe itu mengatakan ada penggunaan dana PON XX untuk belanja di luar kegiatan PON XX Papua. Dana yang dibelanjakan di luar PON XX Papua adalah bantuan duka (Rp30 juta), bantuan untuk kelompok mama-mama Mee (Rp45 juta), untuk gereja di Dok 9 (Rp20 juta), dan solidaritas anti miras dan narkotika (Rp30 juta). Selain itu, untuk klub bola basket (Rp100 juta), rehab rumah keluarga ketua harian PB PON XX Papua atas nama Enus Kogoya (Rp50 juta).
Dalam persidangan sama, saksi Bahar juga mengatakan ada pembayaran di luar DPA (Dokumen Pelaksanaan Anggaran) dan RKPA (Rencana Kerja dan Perubahan Anggaran) PON XX Papua 2021. Di antaranya, pembayaran dana pinjaman pembayaran pekerjaan pengawasan Host Broadcast Production PON XX Papua sebesar Rp2,5 miliar. Kegiatan ini dikerjakan PT Samuan Rumah Kreasi.

Selain itu ada pembayaran biaya kekurangan sewa kendaraan VIP 100 unit bidang transportasi sebesar Rp4 miliar yang dibayarkan atas nama Rafael Fakhiri. Anggaran kegiatan lainnya yang tidak termuat dalam DPA itu adalah pinjaman pembiayaan MC Network Package Metro TV Launching Theme Song PON XX Papua 2021 sebesar Rp500 juta.
Saksi ahli, Dr Yusup Suparman SH LLM mengatakan setiap pejabat dilarang melakukan tindakan yang berakibat pengeluaran atas beban APBN/APBD jika anggaran untuk membiayai pengeluaran tersebut tidak tersedia atau tidak cukup tersedia. Yusup merupakan Analisi Hukum Madya pada Sekretariat Deputi Bidang Pemberdayaan Pemuda Kantor Kementerian Pemuda dan Olahraga yang dihadirkan sebagai ahli untuk memberikan keterangan penggunaan dan pengelolaan dana keolahragaan.
Yusup mengatakan larangan pejabat melakukan tindakan/kebijakan jika anggaran untuk membiayai pengeluaran tersebut tidak tersedia atau tidak cukup tersedia itu diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2004 Tentang Perbendaharaan Negara. Yusup mengatakan pelaksana sebuah kegiatan/event keolahragaan seperti PON Papua itu harus tersedia anggaran dan sesuai Dokumen Pelaksana Anggaran atau DPA.
“Harus terencana, teranggarankan dan betul-betul termuat dalam DPA. Jika tidak dianggarkan/belum tersedia [makan] konsekuensi akan utang,” ujarnya.
KONI tidak berwenang terima dana sponsorship
Saksi ahli, Yusup Suparman mengatakan KONI Pusat maupun KONI Papua tidak berwenang menerima dana sponsorship di kegiatan keolahragaan PON XX Papua. PB PON Papua memberikan dana yang bersumber dari sponsor ke KONI Pusat (Rp9 miliar), dan KONI Papua (Rp3,89 miliar).
Yusup menjelaskan sumber pendanaan penyelenggaraan keolahragaan seperti PON itu berasal dari APBN, APBD termasuk dana sponsorship. Yusup mengatakan dana sponsorship dalam penyelenggaraan keolahragaan PON itu merupakan Penerimaan Negara Bukan Pajak atau PNBP.
Yusup mengatakan dana sponsorship yang merupakan penerimaan negara bukan pajak jika diberikan kepada KONI maka itu bertentangan dengan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2007 Tentang Pendanaan Keolahragaan. Yusup mengatakan seharusnya dana tersebut masuk ke kas daerah atau kas negara.
“Dana sisa/surplus/keuntungan sponsorship harus [dikembalikan atau] masuk ke kas daerah sebagai pendapatan daerah atau kas negara. [Jadi] KONI tidak berwenang atas [keuntungan dana] sponsorship. KONI harus mengembalikan dana tersebut,” katanya.
Yusup mengatakan seharusnya PB PON Papua itu membuat Perjanjian Kerja Sama atau PKS dengan Lembaga Pengelolaan Dana dan Usaha Keolahragaan atau LPDUK Kementerian Pemuda dan Olahraga. Yusup mengatakan dengan PKS tersebut nantinya bisa mengatur pengelolaan dana sponsorship PB PON XX Papua tersebut.
“Tentu ketika tidak ada kerjasama dengan LPDUK [maka] dana komersial [sponsorship] itu harus masuk ke kas daerah dulu,” ujarnya.
Saksi lain Paul dari LPDUK mengatakan PB PON Papua membatalkan Perjanjian Kerja Sama atau PKS dengan Lembaga Pengelolaan Dana dan Usaha Keolahragaan atau LPDUK Kementerian Pemuda dan Olahraga. Paul mengatakan pembatalan itu dilakukan lantaran PB PON Papua tidak setuju dengan beberapa klausul dalam perjanjian tersebut.
“PKS itu hanya pihak LPDUK dan PB PON Papua. [Tetapi] tidak ada titik temu PB PON dan LPDUK [padahal] draft PKS sudah final. Ketua Harian PB PON XX Papua lalu kirim surat pembatalan PKS. Kami tim LPDUK sepakat atas pembatalan [PKS] atas dasar surat PON XX Papua,” katanya.
Saksi Hanny Grasius G Tanamal mengakui PB PON XX Papua membatalkan Perjanjian Kerja Sama atau PKS dengan Lembaga Pengelolaan Dana dan Usaha Keolahragaan atau LPDUK Kementerian Pemuda dan Olahraga. Hanny mengatakan pembatalan Perjanjian Kerja Sama atau PKS dikarenakan dengan pertimbangan pengelolaan dana sponsorship tidak menguntungkan PB PON XX Papua.
“Soal pengelolaan keuangan yang tidak menguntungkan PB PON XX Papua sehingga dibatalkan,” ujarnya.
Hanny merupakan staf legal dari Ketua Harian PB PON XX Papua, Yunus Wonda. Hanny mengatakan setelah pembatalan itu dibentuklah tim inti pengelolaan dana sponsorship PB PON XX Papua.

Hanny mengatakan dalam pengelolaan ini ada kesepakatan yang dibuat terkait pembagian dana sponsorship diantaranya 70 persen menjadi bagian PB PON XX Papua, 20 persen menjadi bagian KONI Pusat dan 10 persen untuk konsultan revenue. Dana sponsorship yang diterima PB PON XX Papua dalam bentuk uang (Rp27 miliar), dan dalam bentuk barang dan jasa (Rp403,5 miliar).
“Pengelola keuangan [sponsorship] langsung [oleh] Ketua Harian PB PON Papua, Yunus Wonda,” katanya.
Saksi ahli, Yusup Suparman mengatakan pengelolaan dana sponsor PON wajib bekerjasama dengan LPDUK Kemenpora. Yusup mengatakan pembatalan kerjasama itu melanggar peraturan perundang-undangan diantaranya Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2018 tentang Pendapatan Negara Bukan Pajak, Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2007 tentang Pendanaan Keolahragaan, dan Kemenpora Nomor 22 Tahun 2017 tentang LPDUK.
“Ada pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan. Dana sponsor hanya dan wajib bekerjasama dengan LPDUK. Tidak pihak di luar LPDUK yang bersifat mengelola pendapat negara bukan pajak [pada penyelenggaraan kegiatan keolahragaan PON],” ujarnya.
Yusup juga mengatakan pendapatan jasa giro dari kegiatan keolahragaan PON harus dikembalikan ke kas negara. Yusup mengatakan pendapatan jasa giro termasuk Pendapat Negara Bukan Pajak atau PNBP.
“Harus dikembalikan sebagai pendapatan ke kas negara, tidak boleh digunakan pembiayaan kegiatan apapun,” katanya.
Pada sidang 10 Maret 2025, saksi Bahar mengatakan ada pendapatan jasa giro di Bank Papua tersimpan dalam rekening atas nama Jasa Giro PB PON XX Papua sebesar Rp11 miliar. Kemudian, Rp10 miliar digunakan untuk membayar kontraktual konsumsi yang langsung ditransfer ke pihak ketiga.
“Ada 12 kontrak untuk konsumsi setahun,” ujarnya.
Bahar juga menyebutkan ada penarikan lagi dua tahap yang dilakukan bendahara umum PB PON Papua dan ketua harian PB PON Papua. Penarikan pertama Rp600 juta dan penarikan kedua Rp400 juta, namun Bahar mengaku tidak mengetahui diperuntukkan untuk apa uang tersebut dan tidak mengetahui soal pertanggungjawabannya.
Pemeriksaan digital forensik
Saksi ahli lainnya, Irwan Haryanto mengatakan melakukan pemeriksaan digital forensik terhadap barang bukti yang diserahkan Kejaksaan Tinggi atau Kejati Papua. Irwanto merupakan ahli forensik digital Kejaksaan Agung Republik Indonesia atau Kejagung RI.
Irwan mengatakan melakukan pemeriksaan digital forensik terhadap handphone, hardisk eksternal dan laptop. Irwan mengatakan barang bukti yang diserahkan Kejaksaan Tinggi Papua itu disita dari Bahar (staf keuangan Bendahara Umum PB PON XX Papua), Marci Baunik (pimpinan Bank BNI KCP Koya 2019-2023) dan Irianto.
Irwan mengatakan ia hanya bisa menarik percakapan dari 18 Maret 2020. Salah satunya adalah percakapan antara Marci Baunik dan Roy Letlora. “Kalau sudah terhapus secara sistem tidak bisa ditarik. [Tetapi] sebagian besar percakapan di tarik. [Ada dalam percakapan] bukti transfer dari 5 April 2022 yang dikirim tapi tidak mengetahui dikirim ke siapa,” jelas Irwan dalam persidangan.
Irwan mengatakan hanya melakukan pemeriksaan digital forensik sesuai peminatan penyidik Kejaksaan Tinggi Papua. Irwan mengatakan laporan digital forensik telah diserahkan ke Kejaksaan Tinggi Papua.
“Pemeriksaan [digital forensik] sesuai permintaan Kejaksaan Tinggi Papua,” katanya. (*)

Untuk melihat lebih banyak content JUBI TV, click here!