Jayapura, Jubi – Ketua Umum Komite Nasional Papua Barat atau KNPB, Agus Kosay mengatakan Perjanjian New York yang ditandatangani pada 15 Agustus 1962 menunjukkan keterlibatan Amerika Serikat bersama Indonesia dan Belanda dalam menggagalkan proses dekolonisasi Papua. Hal itu dinyatakan Kosay pada momentum peringatan 60 tahun Perjanjian New York pada Senin (15/8/2022).
Perjanjian New York adalah perjanjian pemindahan kekuasaan atas Tanah Papua dari Belanda kepada Indonesia. Perjanjian yang ditandatangani pada 15 Agustus 1962 itu dibuat tanpa melibatkan Orang Asli Papua.
Kosay menyatakan Perjanjian New York lahir dari kepentingan Amerika Serikat (AS) untuk mencampuri status Tanah Papua. “AS punya alasan kuat untuk mencampuri status Irian Barat. Konteks Perang Dingin misalnya, menjadi salah satu pertimbangan Amerika. Terlebih lagi, Soviet telah bermanuver untuk mendekatkan diri kepada Indonesia demi memperkuat hegemoninya,” kata Kosay melalui keterangan pers tertulisnya, Senin.
Artikel “Perjanjian New York: Ambisi AS di Balik “Pembebasan” Irian Barat” yang dilansir Tirto.id pada 15 Agustus 2017 menyebut Kennedy mengancam untuk menghentikan bantuan bagi Belanda jika Belanda tidak mau berunding dengan Indonesia. Tekanan itu berujung dengan penandatanganan Perjanjian New York pada 15 Agustus 1962, diikuti dengan pengalihan penguasaan Tanah Papua dari Belanda kepada Indonesia pada 1 Mei 1963.
Pasca itu, pada 7 April 1967, pemerintah Indonesia menandatangani kontra kerja penambangan tembaga dengan perusahaan asal Amerika Serikat, Freeport Sulphur of Delaware. Freeport lalu mengeruk Gunung Nemangkawi, wilayah yang kini menjadi bagian dari Kabupaten Mimika, Papua.
Kosay menekankan bahwa sejak Tanah Papua dikuasai Indonesia, kekerasan demi kekerasan terus terjadi di Tanah Papua. “Dengan demikian, 15 Agustus 1962 merupakan hari yang suram, awal kejahatan terhadap bangsa Papua,” kata Kosay.
Juru Bicara KNPB, Ones Suhuniap mengatakan Perjanjian New York yang bermuatan 29 pasal itu disepakati tanpa keterlibatan orang Papua. “Mengapa orang Papua perlu mengenang New York Agreement, karena perjanjian itu dibuat tanpa keterlibatan wakil resmi bangsa Papua,” katanya.
Suhuniap mengatakan Perjanjian New York bermotifkan konspirasi ekonomi politik, sehingga bangsa Papua justru terabaikan dalam penyusunan dan penandatanganan perjanjian itu. Ia menyebut Amerika Serikat memiliki dua motif dalam mendorong Perjanjian New York, yaitu membendung pengaruh Uni Soviet di Asia Tenggara, dan menambang emas di Tanah Papua.
“Negara kapitalis Amerika Serikat melihat masa depan ekonominya di Papua, sehingga ia berusaha menjadi dewa penyelamat untuk penyelesaian perselisihan sengketa wilayah Papua antara Belanda dan Indonesia. Secara diam-diam Amerika Serikat membujuk Indonesia dan Belanda untuk menyepakati perjanjian hasil rancangan mereka, agar Amerika Serikat memiliki akses untuk mengeksploitasi sumber daya alam di Papua,” kata Suhuniap.
Suhuniap menyebut salah satu Pasal XVIII Perjanjian New York menyebut penguasaan Tanah Papua akan ditentukan dengan pemilihan bebas atau referendum yang diikuti setiap orang Papua yang telah dewasa. Akan tetapi, ketentuan itu tidak dijalankan, dan Penentuan Pendapat Rakyat 1969 hanya diikuti oleh 1.025 orang Papua.
“Jadi Penentuan Nasib Sendiri bangsa Papua melalui referendum tidak pernah terjadi pada tahun 1969. Penentuan Pendapat Rakyat kala itu adalah sebuah kejahatan internasional yang disembunyikan sampai kini,” kata Suhuniap.
Suhuniap menyatakan berbagai hal itu menjadi dasar tuntutan bangsa Papua hari ini untuk menggelar referendum bagi orang Papua. “Kami menghimbau kepada segenap rakyat bangsa Papua untuk mengenang New York Agreement sebagai hari bersejarah dan hari malapetaka orang Papua. Itu perlu diingat, dikenang, serta dipegang sebagai dasar pijak kita untuk memperjuangkan hak kita, bangsa Papua, menentukan nasib sendiri. Kami akan terus berjuang berdasarkan sejarah itu, sampai merebut kedaulatan bangsa kami dari tangan kolonial Indonesia,” kata Suhuniap. (*)
Untuk melihat lebih banyak content JUBI TV, click here!