Jayapura, Jubi – Sabtu, 3 Mei 2025, dunia memperingati Hari Kebebasan Pers Sedunia sebagai pengingat akan pentingnya peran media dalam menegakkan demokrasi dan akuntabilitas publik.
Tema tahun ini, “Memperkuat Kemandirian dan Keberlanjutan Media”, menggema luas di kawasan Pasifik—tempat para jurnalis menghadapi berbagai tantangan, mulai dari tekanan politik, kekurangan sumber daya manusia, hingga ketimpangan gender dan perundungan siber. Demikian dilaporkan Jubi.id dari laman RNZ Pasifik, Sabtu (3/5/2025).
Meski menghadapi berbagai rintangan, para jurnalis di Pasifik tetap teguh menyuarakan kebenaran dan mengangkat kisah-kisah inspiratif dari komunitas mereka. Untuk merayakan momen ini, sejumlah organisasi media di kawasan Pasifik menyelenggarakan berbagai kegiatan sepanjang pekan ini, mencerminkan ketahanan dan komitmen terhadap jurnalisme yang bebas dan independen.

Kepulauan Marshall
Untuk pertama kalinya, Kepulauan Marshall merayakan Hari Kebebasan Pers Sedunia. Acara yang digelar di Lomalo Room, Marshall Islands Resort, menghadirkan Kompetisi Film Pendek “Telling My Pacific Story” yang disponsori oleh Pacific Media Institute.
Acara malam harinya mencakup penyerahan Media Freedom Awards, dengan hadiah lebih dari USD 4.000 kepada empat sineas yang dinilai paling berhasil menggambarkan pentingnya kebebasan media di Pasifik.
Papua Nugini
Di Papua Nugini, Dewan Media PNG (MCPNG) menjadi tuan rumah KTT Media PNG perdana. Forum ini membahas isu-isu utama seperti perkembangan kecerdasan buatan (AI), etika jurnalisme, peran perempuan dalam media, dan masa depan ekosistem media di kawasan tersebut.
MCPNG juga menghidupkan kembali PNG Media Awards sebagai bentuk apresiasi terhadap kontribusi pekerja media di seluruh negeri.
Kepulauan Solomon
Asosiasi Media Kepulauan Solomon (MASI) akan menggelar acara regional hibrida pada 5 Mei mendatang, sejalan dengan tema global tahun ini. Acara ini diselenggarakan bekerja sama dengan Pacific Islands News Association (PINA) dan akan menampilkan diskusi panel mengenai peran masyarakat sipil dalam mempertahankan independensi media, serta tantangan ekonomi yang dihadapi oleh jurnalisme lokal.
Pembicara yang dijadwalkan hadir antara lain perwakilan dari Transparency Solomon Islands, Solomon Broadcasting Corporation, dan media lokal lainnya.
Fiji dan Samoa
Asosiasi Media Fiji akan menggelar acara di Suva pada 8 Mei untuk merefleksikan empat dekade perjalanan kebebasan pers di negara tersebut. Acara ini bertujuan mendokumentasikan capaian, tantangan, dan tonggak penting jurnalisme di Fiji.
Sementara itu, di Samoa, Asosiasi Jurnalis Samoa Barat (JAWS) akan menyelenggarakan sejumlah kegiatan sepanjang pekan depan, termasuk diskusi panel mengenai kode etik dan standar profesi jurnalis. Diskusi ini akan disiarkan melalui berbagai saluran, termasuk NUSTV, Radio 2AP, TV9, Radio Polynesia, dan TV1, memberi ruang interaksi antara publik dan praktisi media.
Perayaan tahunan ini menegaskan kembali peran penting media dalam memperjuangkan transparansi, akuntabilitas, dan demokrasi di wilayah Pasifik.
Suara dari Forum Media Pasifik
Robert Iroga, Wakil Ketua Pacific Freedom Forum (PFF), menyatakan, “Kami memberikan apresiasi kepada para jurnalis independen dan investigatif di seluruh Pasifik yang berani menghadapi tantangan demi melayani kepentingan publik tanpa rasa takut atau pilih kasih.”
Ia juga menyoroti peluncuran Pacific Islands Media Freedom Index, serangkaian indikator kebebasan media di Pasifik yang disusun dengan prinsip “Untuk Kami, Oleh Kami, dan Tentang Kami”.
“Indeks dan survei ini menyoroti tantangan serta isu-isu utama dari sudut pandang kebebasan pers di Pasifik, dan banyak temuan utamanya juga tercermin dalam laporan status media PacMAS,” ujar Iroga.
Presiden PINA, Kalafi Moala, menambahkan bahwa kebebasan berekspresi kini menghadapi tantangan baru di era kecerdasan buatan (AI).
“AI mengubah cara kita mengumpulkan, menyebarkan, dan mengakses informasi. Teknologi ini menawarkan peluang besar bagi jurnalis, tetapi juga membawa risiko yang nyata—termasuk potensi penyebaran disinformasi dan konsentrasi kekuasaan di tangan segelintir perusahaan teknologi,” jelasnya.
“Kita tidak boleh membiarkan AI melemahkan prinsip kebebasan, independensi, atau keberagaman media di wilayah ini. Justru sebaliknya, teknologi baru harus menjadi alat yang memperkuat peran jurnalisme dalam demokrasi dan pembangunan,” tegas Moala. (*)

Untuk melihat lebih banyak content JUBI TV, click here!