Jayapura, Jubi – Pemerintah Indonesia berencana memberi pengampunan atau amnesti terhadap 44 ribu narapidana, termasuk 18 narapidana Papua. Kritikus menuding rencana itu hanya pencitraan belaka dari Presiden Prabowo Subianto.
Mantan anggota Parlemen Selandia Baru Catherine Delahunty mengatakan banyak alasan untuk meragukan niat baik dari kebijakan tersebut. Salah satunya ialah soal rekaman jejak Prabowo semasa menjadi tentara.
Menuurtnya, berbagai ketidakadilan juga masih mendera Orang Asli Papua sampai saat ini. Permasalahan itu, di antaranya eksploitasi hutan untuk program swasembada pangan di Merauke, dan rencana transmigrasi ke Tanah Papua.
“Ada banyak alasan untuk mengkhawatirkan rekam jejak presiden baru Indonesia, dan keadaan juga tidak akan membaik [di Tanah Papua]. Ada beberapa situasi sangat serius,” kata Delahunty, dikutip RNZ, Kamis (26/12/2024).
Dia menyatakan militer Indonesia mengirim lima batalion untuk mengawasi proyek swasembada pangan di Merauke, beberapa waktu lalu. Mereka mengusir warga serta mengancurkan hutan adat untuk dijadikan perkebunan tebu dan kelapa sawit.
“Pelanggaran hak asasi manusia terus meningkat. Situasinya sangat memprihatinkan,” ujar advokat yang pernah mendampingi warga di beberapa wilayah di Tanah Papua, tersebut.
Seperti Prabowo, jajaran kabinet baru Indonesia juga banyak yang diragukan integritasnya. Mereka sama-sama memiliki rekam jejak buruk dalam penghormatan terhadap hak asasi manusia.
“Saya harap pemerintah kita [Selandia Baru] menanggapi serius dan melakukan sesuatu [terhadap kondisi di Tanah Papua]. Mereka harus mendukung tetangga kita [Papua Barat] untuk menghentikan penjajahan,” kata Delahunty.
Dia mengakui pembebasan narapidana politik Papua Barat pada perayaan Natal memang kabar menyenangkan. Namun, kondisi itu sangat bertentangan dengan realitas lapangan yang dihadapi Orang Asli Papua dalam kehidupan sehari-hari.
“Kondisi di lapangan terus memburuk, dan itu tidak cukup [tidak bisa ditutupi] hanya dengan pembebasan tahanan pada Natal. Yang dibutuhkan, ialah [Pemerintah Indonesia] berdialog dengan [Rakyat] Papua Barat, dan mempertimbangkan dengan serius tuntutan penentuan nasib sendiri,” kata Delahunty.
Delahunty pada dasarnya tidak terkejut dengan kondisi yang terus memburuk di Tanah Papua. Itu semua menurutnya, berkaitan dengan rekam jejak presiden saat ini.
Dia justru menyayangkan sikap Selandia Baru dan negara-negara Pasifik yang kurang berpihak kepada Papua. Mereka seharusnya juga menyerukan pembebasan terhadap Rakyat Papua. (*)
Untuk melihat lebih banyak content JUBI TV, click here!