Oleh: Helmi*
Pemberitaan terkait penetapan Stefanus Roy Rening atau SRR sebagai tersangka adalah tindakan yang bertentangan dengan undang-undang dan konstitusi. Seperti diketahui bahwa profesi advokat adalah profesi yang sudah mendapatkan jaminan konstitusional melalui UUD 1945 c.q.
Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 26/PUU-XI/2013 dan UU Advokat tentang hak imunitas. Profesi advokat adalah profesi yang bebas, mandiri, dan bertanggung jawab, untuk terselenggaranya suatu peradilan yang jujur, adil, dan memiliki kepastian hukum bagi semua pencari keadilan dalam menegakkan hukum, kebenaran, keadilan, dan hak asasi manusia, itu sebabnya advokat juga mempunyai status sebagai penegak hukum (vide, Konsideran Huruf c, Pasal 1 angka (1), dan Pasal 5 ayat (1) UU Advokat).
Preseden advokat menjadi tersangka terjadi dalam perkara korupsi bukan kali pertama. Kali ini, SRR ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) karena dugaan merintangi atau menghalang-halangi proses penyidikan kasus dugaan korupsi yang melibatkan Lukas Enembe (LE) sebagai kliennya.
Agar profesi advokat dapat berjalan sesuai dengan amanat konstitusi dan UU Advokat, maka advokat dilekatkan hak imunitas sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 16 UU Advokat yang menyatakan: “Advokat tidak dapat dituntut baik secara perdata maupun pidana dalam menjalankan tugas profesinya dengan itikad baik untuk kepentingan pembelaan klien dalam sidang pengadilan”.
Hak imunitas advokat tidak hanya sampai pada sidang pengadilan, Mahkamah Konstitusi (MK) menyadari hak imunitas amat penting bagi advokat dalam menjalankan profesinya, sehingga hak imunitas cakupannya ditegaskan sampai di luar sidang pengadilan sebagaimana ditegaskan melalui Putusan No. 26/PUU-XI/2013):
“Amar Putusan
Mengadili,
Menyatakan:
1.1. … sepanjang tidak dimaknai, “Advokat tidak dapat dituntut, baik secara perdata, maupun pidana dalam menjalankan tugas profesinya dengan itikad baik untuk kepentingan pembelaan klien di dalam maupun di luar sidang pengadilan”.
2. … dst…”
Dalam konteks penetapan advokat SRR sebagai tersangka oleh KPK karena dianggap merintangi penyidikan (pasal 21 UU Tipikor) yang dilakukan oleh KPK terhadap Lukas Enembe yang merupakan kliennya, dan sebelumnya juga telah dicegah enam bulan oleh KPK bepergian ke luar negeri. Terhadap hal tersebut, apabila merujuk kepada Pasal 16 UU Advokat Jo. Putusan No.26/PUU-XI/2013, seharusnya Stefanus Roy Rening tidak dapat ditetapkan sebagai tersangka, karena ketika itu, kapasitasnya dalam rangka menjalankan tugas profesinya untuk kepentingan klien di luar sidang pengadilan.
Selain itu, Pasal 15 UU Advokat juga menyatakan: “Advokat bebas dalam menjalankan tugas profesinya untuk membela perkara yang menjadi tanggung jawabnya dengan tetap berpegang pada kode etik profesi dan peraturan perundang-undangan”.
Artinya, Stefanus Roy Rening bebas menjalankan tugas profesinya selama berpegang dengan kode etik dan peraturan perundang-undangan. Jikalaupun ada dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh Stafanus Roy Rening dalam kaitan menjalankan profesinya, maka terlebih dahulu harus diperiksa dan diputuskan oleh organisasi profesi advokat c.q. dewan kehormatan untuk membuktikan ada atau tidaknya pelanggaran dalam melaksanakan tugasnya.
Jika terbukti ditemukan adanya pelanggaran, maka dewan kehormatan akan menjatuhkan sanksi. Lain halnya jikalau kemudian advokat diduga misalnya melakukan pemerkosaan, pembunuhan, atau tindak pidana lainnya yang tidak ada hubungan dengan pelaksanaan tugasnya, maka negara cq penyidik langsung dapat menetapkan sebagai tersangka.
Perlu diketahui bahwa profesi advokat sejatinya memang adalah profesi yang tidak mempermudah bahkan akan mempersulit negara untuk mencabut hak-hak konstitusional warga negara, sehingga suka atau tidak suka negara pasti akan menganggap advokat merintangi tugas negara bisa saja, diantaranya adalah tugas penyidikan dimana setiap saat negara bisa mencabut hak-hak warga negara.
Oleh karena salah satu logika itulah, maka hak imunitas bagi profesi advokat dijamin oleh Konstitusi c.q. Putusan MK No. 26/PUU-XI/2013 dan UU agar negara tidak dengan mudah mengkriminalkan para advokat. Harus disadari bahwa profesi advokat lahir dari rahim prinsip kedaulatan rakyat sesuai dengan bunyi dari Pasal 1 ayat (2) UUD 1945: “Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar”. (*)
* Penulis adalah advokat Peradi Jayapura

Untuk melihat lebih banyak content JUBI TV, click here!