Jayapura, Jubi – Saat proses penyidikan perkara tersangka Gubernur Provinsi Papua, Lukas Enembe atau LE yang dilakukan tim penyedia Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK berlangsung, ditemukan adanya fakta-fakta dugaan perbuatan pelanggaran hukum berupa tindakan kesengajaan merintangi secara langsung atau tidak langsung penyidikan.
“Hari ini kami akan menyampaikan informasi terkait penyidikan dugaan tindak pidana korupsi [ada yang] sengaja menghalangi dan merintangi proses penyidikan terkait penanganan perkara tersangka LE,” ujar juru bicara KPK, Ali Fikri, dalam rilisnya, Selasa (9/5/2023).
KPK melakukan pengumpulan berbagai alat bukti untuk menguatkan dugaan adanya perbuatan merintangi proses penyidikan (obstruction of justice), yang dilakukan kuasa hukum LE atas nama SRR (Stefanus Roy Rening).
“Tim penyidik KPK menahan SRR untuk 20 hari pertama dari tanggal 9-28 Mei 2023 di cabang rutan KPK pada markas komando puspomal, Jakarta Utara,” ujarnya.
SRR merupakan pengacara/advokat berdasarkan keputusan surat pengangkatan dan sumpah sebagai advokat yang diterbitkan oleh Ditjen Peradilan Umum Kementerian Kehakiman tahun 1999 dan Pengadilan Tinggi Jakarta tahun 2004.
“SRR ditunjuk sebagai ketua tim kuasa hukum yang akan mendampingi selama proses hukum berlangsung di KPK. LE ditetapkan KPK sebagai tersangka suap dan gratifikasi dalam proyek pengaduan infrastruktur di Papua,” ujarnya.
SRR diduga dengan itikad tidak baik dan menggunakan cara-cara melanggar hukum melakukan perbuatan, yaitu mempengaruhi saksi agar tidak hadir memenuhi panggilan KPK, memerintahkan saksi untuk membuat pernyataan tidak benar, dan mempengaruhi saksi agar tidak mengembalikan uang dugaan hasil korupsi.
“Atas saran dan pengaruh SRR tersebut, para saksi tidak hadir tanpa alasan yang jelas. Padahal, pihak-pihak yang dipanggil patut dan sah secara hukum. Akibatnya, proses penyidikan yang sedang dilakukan KPK menjadi terintangi dan terhambat,” ujarnya.
Atas perbuatannya itu, SRR disangkakan melanggar Pasal 21 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi, sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi.
“Kami berkomitmen untuk menegakkan hukum dengan berlandaskan dan berdasarkan aturan-aturan hukum. Penasihat hukum sudah seharusnya mendukung penanganan hukum, bukan malah berupaya merintangi proses hukum yang sedang berlangsung,” ujarnya.
Ali Fikri menambahkan KPK menyampaikan apresiasi dan terima kasih kepada masyarakat Papua yang terus memberikan dukungan kepada KPK, dalam setiap proses pemberantasan korupsi karena korupsi menganggu jalannya pembangunan dan kesejahteraan masyarakat. (*)