Waghete, Jubi – Masyarakat adat Suku Mee yang bermukim di wilayah selatan Kabupaten Deiyai maupun Dogiyai, Provinsi Papua Tengah, menolak keberadaan PT Zoomlion Indonesia Heavy Industry atau ZIHI di Kampung Wakia atau Mogodagi, Distrik Kapiraya. Masyarakat adat Suku Mee menuding PT ZIHI yang menggarap tambang emas tersebut berstatus ilegal.
Badan Pengurus Lembaga Masyarakat Adat Suku Mee Ogeiye (LMA-O) mengaku tidak pernah mengeluarkan surat keputusan, atau surat pernyataan tentang pelepasan hak atas tanah adat di Kampung Wakia atau Mogodagi kepada PT ZIHI. “Kami selaku Badan Pengurus LMA-O (Diyoweitopke) sama sekali tidak pernah memberikan surat izin atau surat pelepasan hak atas tanah, yang diakui oleh seluruh adat Suku Mee di wilayah selatan Kabupaten Deiyai dan Kabupaten Dogiyai, Provinsi Papua Tengah, kepada perusahaan apa pun yang sedang beroperasi di wilayah hukum LMA Ogeiye,” kata Ketua LMA-O Agusten Anouw, pada Minggu (16/6/2024).
Agusten Anouw juga meminta Pemerintah Provinsi (Pemprov) Papua Tengah, Majelis Rakyat Papua Papua Tengah (MRP PP), Dewan Perwakilan Rakyat Provinsi (DPRP), serta Kepala Kepolisian Daerah (Kapolda Papua) agar dapat menindaklanjuti aspirasi masyarakat adat Suku Mee, mengenai penolakan tersebut berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Baginya, tanah adalah karunia Tuhan yang diberikan kepada masyarakat adat khususnya di Kampung Wakia atau Mogodagi.
“Maka harus dijaga, dipelihara, dan dimanfaatkan bagi kelangsungan hidup. Di lain sisi, tanah sebagai sumber daya penting bagi masyarakat adat Suku Mee yang sangat mendasar. Tanah dan hutan yang diakui oleh masyarakat adat Suku Mee di Kampung Wakia di wilayah selatan, adalah tempat tinggal dan tempat berburu bagi masyarakat adat Suku Mee secara turun-temurun,” katanya.
Menurutnya Pemprov Papua Tengah harus bisa mengayomi dan melindungi masyarakat hukum adat, dari eksploitasi PT ZIHi di Kampung Wakia, Distrik Kapiraya, yang mulai beroperasi secara manual pada 2023. Sejak Mei 2024, perusahaan ilegal tersebut telah mendatangkan alat-alat berat seperti ekskavator, buldoser, serta sejumlah kendaraan roda empat untuk menggarap tambang emas di Kampung Wakia wilayah hukum LMA Ogeiye.
“Ini adalah ilegal karena kami Badan Pengurus LMA Ogeiye tidak memberikan surat pelepasan hak atas tanah yang dihuni oleh masyarakat adat Suku Mee setempat. Semua tahapan kegiatan yang dilakukan oleh PT Zoomlion Indonesia Heavy Industry dan perusahaan lainnya yang berada di wilayah hukum kami, tidak pernah [ada] koordinasi dengan kami, dan kami tidak pernah memberikan surat izin atau surat pelepasan hak atas tanah adat kepada PT Zoomlion Indonesia Heavy Industry bahkan perusahaan lainnya di Kampung Wakia, maka kami nyatakan dengan tegas itu ilegal atau [PT ZIHI] pencuri,” katanya.
Tidak mengantongi izin
Kepala Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi, dan Energi Sumber Daya Mineral (Disnakertrans-ESDM) Provinsi Papua Tengah Frets James Boray menegaskan perusahaan tersebut tidak memiliki izin. Menurutnya, sejauh ini pemprov tidak pernah memberikan izin tambang.
“Kami belum memberikan izin kepada perusahaan itu. Kami juga tidak tahu itu perusahaan dari mana,” ujarnya.
Kampung Wakia bersebelahan dengan Mogodagi, sehingga daerah tersebut berada di wilayah selatan dari Kabupaten Deiyai dan Dogiyai. Sementara dari Kabupaten Mimika, posisi Kampung Wakia berada di daerah Mimika Barat.
Boray menduga, masuknya perusahaan tersebut kemungkinan besar berdasarkan rekomendasi atau izin dari masyarakat setempat, atau melalui kepala kampung. Ia juga meminta agar masyarakat segera melapor, supaya pemerintah bisa melakukan mediasi terkait upaya penyelesaian antara pemilik hak ulayat dan perusahaan.
“Iya, masyarakat harus lapor ke kami, walaupun kami belum tahu itu perusahaan dari mana, tapi [akan] kami berupaya [mediasi]. Yang jelas, itu perusahaan ilegal,” ujarnya.
Sekretaris LMA Ogeiye Andreas Pakage menyampaikan bahwa Kepala Disnakertrans-ESDM Papua Tengah dan Provinsi Papua, apalagi pihaknya tidak pernah memberikan surat izin dalam bentuk apa pun. “Sudah nyata-nyata Kepala Disnakertrans-ESDM Papua Tengah bicara lewat media massa [Koran Papua Pos Nabire, 1 April 2024], bahwa Pemprov Papua Tengah tidak pernah kasih surat izin. Kami dari LMA Ogeiye juga tidak pernah kasih surat izin, artinya perusahaan ini masuk tidak sesuai prosedur, jadi ilegal,” katanya.
Pihaknya menolak perusahaan-perusahaan ilegal yang beroperasi di wilayah hukum adatnya, berdasarkan peraturan LMA Ogeiye maupun peraturan perundangan-undangan yang berlaku. “Untuk itu, kami seluruh masyarakat adat Suku Mee dan selaku Badan Pengurus LMA Suku Mee Ogeiye dengan tegas meminta kepada PT Zoomlion Indonesia Heavy Industry yang sedang beroperasi di wilayah adat kami, agar segera berhenti,” katanya.
LMA Ogeiye mendesak Penjabat Gubernur Provinsi Papua Tengah, MRP PP, DPRP atau DPR Papua Tengah, dan Kapolda Papua untuk segera memberhentikan operasi PT ZIHI termasuk perusahaan-perusahaan lainnya. “Kami seluruh masyarakat adat Suku Mee di Kabupaten Deiyai dan Dogiyai menyampaikan kepada Pemprov Papua Tengah, MRP PP, serta DPR Papua Tengah agar dapat mengundang dua lembaga adat yaitu LMA Ogeiye dan Lembaga Masyakat Kamoro (LEMASKO) serta Pemerintah Kabupaten Mimika, Deiyai, dan Dogiyai untuk dapat membicarakan tentang tapal batas kelembagaan, sekaligus tapal batas secara pemerintahan supaya ada kejelasan yang pasti dan terukur,” ujarnya.
Upaya itu guna mencegah terjadinya kecemburuan satu dengan yang lainnya, serta menghindari saling klaim hak atas tanah adat, di sepanjang wilayah selatan di Kabupaten Deiyai dan Dogiyai. “Kami sangat mengharapkan kepada Pemprov Papua Tengah, MRP Papua Tengah, serta DPR Papua Tengah untuk dapat memediasi mengenai kejelasan tapal batas secara adat maupun pemerintahan yang jelas, agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan masyarakat,” katanya. (*)
Discussion about this post