Manokwari, Jubi – Sidang lanjutan kasus dugaan korupsi pembangunan jalan di Kampung Simiei dan Kampung Obo, Kabupaten Teluk Bintuni, Papua Barat, dengan Nomor Perkara 12/Pid.Sus-TPK/2025/PN Mnk dan 13/Pid.Sus-TPK/2025/PN Mnk kembali digelar, Rabu (23/4/2025), di Pengadilan Tipikor Manokwari.
Dalam sidang tersebut, dihadirkan enam saksi, yakni tiga orang dari Kelompok Kerja (Pokja) Badan Pengadaan Barang dan Jasa (BPBJ) Setda Kabupaten Teluk Bintuni, dua saksi dari PT Wijaya Santosa, serta Kepala Kampung Obo.
Dua terdakwa dalam perkara ini adalah Suradi selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), dan Muchlis alias Oleng, pihak ketiga yang memiliki perusahaan CV Sigemarai.

Enam saksi yang memberikan keterangan secara terpisah di hadapan majelis hakim yang dipimpin Helmin Somalay, SH., MH., dengan hakim anggota Hermawanto, SH., dan Pitaryanto, SH., adalah Nurjanah, Ilman Patabang, dan David Sitandung dari Pokja BPBJ, serta Mujian dan Rifka Rubianti dari PT Wijaya Santosa, dan Yunus Alfons Riansawa, Kepala Kampung Obo.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) Eka Padmahantara, SH., membuka pemeriksaan dengan menanyakan sumber anggaran proyek jalan tersebut.
“Sumber anggarannya berasal dari Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Kabupaten Teluk Bintuni melalui anggaran perubahan tahun 2022,” ujar saksi Nurjanah.
Ia menjelaskan, proses lelang proyek senilai Rp6,3 miliar itu dilakukan setelah terbitnya DPA pada Oktober 2022. Nurjanah mengaku bahwa Pokja melakukan penetapan pemenang berdasarkan arahan pimpinan, yaitu Richard Talakua, Ketua Majelis Kode Etik Pokja Pemilihan.
“Izin yang mulia, kami diarahkan langsung oleh pimpinan untuk memenangkan CV Sigemarai Permata. Perintah itu datang dari Bapak Richard Talakua selaku Ketua Majelis Kode Etik,” ungkap Nurjanah.
Ia mengaku sempat menolak saat ditelepon oleh Richard Talakua, namun akhirnya merasa tertekan untuk mengikuti perintah tersebut.
Saksi David turut mengaku mendapat perintah dari Nurjanah untuk membuat dokumen kontrak, yang kemudian ia kirimkan lewat WhatsApp. David juga menyebut adanya dua perusahaan lain yang didaftarkan secara formal, namun dokumennya hanya ada dalam bentuk file digital.
“Ide memunculkan dua dokumen perusahaan lain itu dari saya sendiri,” akunya.
Lebih lanjut, saksi Nurjanah mengatakan bahwa nama terdakwa Suradi dimasukkan dalam dokumen kontrak atas perintah Richard Talakua.
Sementara saksi Ilman mengatakan, dirinya hanya membubuhkan tanda tangan dalam dokumen sebagai anggota Pokja tanpa ikut menyusun dokumen tersebut.
Terima Uang Titipan di Rumah Nurjanah
Tiga saksi dari Pokja, yaitu Nurjanah, Ilman, dan David, mengaku menerima uang tunai senilai Rp100 juta yang dititipkan oleh utusan Richard Talakua. Uang tersebut diterima di rumah Nurjanah, dan disebut sebagai “berkat menjelang Natal”.
“Setelah dibuka, ternyata isinya uang Rp100 juta. Kami bertiga membaginya, saya dapat Rp40 juta, Ilman dan David masing-masing Rp30 juta,” ujar Nurjanah.
Menurut mereka, uang tersebut kemudian dikembalikan atas permintaan Richard pada 2023. Saksi juga mengonfirmasi bahwa utusan yang mengantar uang adalah seorang pria bernama Abdullah, yang disebut “Pak Dullah”.
Ketika ditanya apakah mereka menyadari konsekuensi hukum dari tindakan tersebut, para saksi mengakui hal itu.
Proyek Jalan Dikerjakan Perusahaan Kayu
Pembangunan jalan Simiei–Obo ternyata dikerjakan oleh PT Wijaya Santosa, sebuah perusahaan kayu yang beroperasi di Kabupaten Teluk Wondama. Hal itu disampaikan oleh Mujian, manajer perusahaan tersebut.
“Kami membangun jalan ini atas permintaan dari masyarakat dan Kepala Kampung Obo,” jelas Mujian.
Kepala Kampung Obo, Yunus Alfons Riansawa, memperkuat keterangan tersebut dan menyebut pembangunan jalan menggunakan dana CSR, bukan dana APBD Kabupaten Teluk Bintuni tahun 2022.
Kerugian Negara Rp5,6 Miliar
Dalam kasus ini, penyelidikan awal dilakukan oleh Satreskrim Polres Teluk Bintuni. Total kerugian negara diperkirakan mencapai Rp5,6 miliar dari pagu anggaran Rp6,3 miliar. Tiga orang telah ditetapkan sebagai tersangka, yaitu Suradi, Muchlis, dan Richard Talakua—yang kini masih buron.
Para terdakwa dijerat dengan Pasal 5 juncto Pasal 35 ayat (1) dan (2) UU RI Nomor 46 Tahun 2009 tentang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, serta Pasal 3 juncto Pasal 18 ayat (1) huruf b UU RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. (*)

Untuk melihat lebih banyak content JUBI TV, click here!