Merauke, Jubi – Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat atau DPR Papua Selatan segera menindaklanjuti aspirasi masyarakat dari suku Awyu, Kabupaten Mappi yang menolak rencana kegiatan Proyek Strategis Nasional atau PSN di tanah adat mereka.
Sekretaris Komisi I DPR Papua Selatan, Arie Suprapto menyatakan pihaknya akan mengundang unsur Pemprov Papua Selatan, Pemkab Mappi, pihak perusahaan dan masyarakat guna berdialog dan berdiskusi. Komisi I DPR Papua Selatan juga akan berkoordinasi dengan Satuan Tugas atau Satgas Pangan agar dalam melaksanakan dan mengawal PSN, tidak mengorbankan hak-hak masyarakat pemilik ulayat.
“Kami telah mendapat banyak laporan dan juga aspirasi masyarakat soal PSN. Kami tentu mengawal hal-hal yang menjadi aspirasi masyarakat, karena kami hadir di DPR ini atas dukungan masyarakat,” ujarnya kepada Jubi, Sabtu (28/6/2025),
Penolakan terhadap PSN disampaikan langsung masyarakat suku Awyu kepada Komisi I DPR Papua Selatan ketika berkunjung di Kampung Salamepe dan Banamepe, Distrik Edera, Kabupaten Mappi pada Rabu (25/6/2025) lalu.
“Itu fakta [penolakan terhadap perusahaan sawit dan tebu] yang kami temukan di lapangan. Alasan masyarakat menolak karena sebelumnya tidak adanya koordinasi, komunikasi dan dialog [sosialisasi] yang baik oleh pemerintah pusat dan perusahaan kepada masyarakat dan pemerintah daerah,” kata Arie.

Politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan atau PDIP itu menyebut kurangnya sosialiasi proyek strategis nasional berbuntut penolakan-penolakan dari masyarakat. DPR Papua Selatan sendiri mendapat banyak laporan dari pemilik hak ulayat dan pemerhati terkait masalah yang muncul dari proyek pemerintah pusat tersebut.
Arie Suprapto juga menekankan pentingnya menerapkan prinsip Free and Prior Informed Consent (FPIC) atau persetujuan awal tanpa paksaan dan berdasarkan informasi (Padiatapa) dalam perencanaan dan pelaksanaan proyek strategis nasional di wilayah provinsi baru tersebut.
“DPR Papua Selatan baru terbentuk 8 bulan, sementara PSN ini sudah masuk sebelumnya. Hal fatal yang kami lihat dari PSN ini yakni kurangnya sosialiasi kepada masyarakat. Sangat penting juga untuk menerapkan prinsip FPIC baik oleh pemerintah pusat maupun perusahaan,” kata dia.
Dalam aspirasinya, kata Arie Suprapto, suku Awyu dengan tegas menolak rencana pembukaan lahan untuk perkebunan sawit dan tebu di wilayah mereka. Rencana investasi ini erat kaitannya dengan PSN Pemerintah pusat.
Beberapa perusahaan, seperti PT Global Papua Abadi (GPA) dan PT Murni Nusantara Mandiri (MNM) – konsorsium perusahaan gula dan bioetanol yang tengah beroperasi di sejumlah wilayah di Kabupaten Merauke, disebut-sebut akan berekspansi ke Kabupaten Mappi.
Wakil Ketua Bidang Internal dan Komisioner Pengaduan Komnas HAM, Prabianto Mukti Wibowo mengatakan bahwa Komnas HAM menemukan sejumlah persoalan dalam kegiatan PSN di Kabupaten Merauke. Salah satunya soal tidak adanya sosialisasi dan komunikasi yang baik, sehingga adanya penolakan dari masyarakat. Di samping itu juga, penghormatan terhadap hak-hak ulayat kurang diperhatikan.
“Salah satu alasan ataupun salah satu masalah yang selalu disampaikan masyarakat pemilik ulayat adalah mereka tidak tahu menahu, tidak pernah diajak komunikasi atau sosialisasi baik oleh pemerintah maupun investor,” kata Prabianto kepada Jubi di Merauke, pekan lalu.
Prabianto mengatakan mestinya pihak pemangku adat atau para pemilik hak ulayat ini harus diberitahu dan harus diajak berdialog mengenai kehadiran proyek strategis nasional. Tidak adanya keterlibatan masyarakat pemilik hak ulayat dalam perencanaan proyek itu mengakibatkan penolakan oleh masyarakat. (*)

Untuk melihat lebih banyak content JUBI TV, click here!