Jayapura, Jubi – Sidang lanjutan kasus dugaan korupsi dana Pekan Olahraga Nasional (PON) XX Papua 2021 di Pengadilan Negeri Jayapura, Jumat (21/3/2025), mengungkap berbagai penyimpangan dalam pengelolaan anggaran.
Dari kesaksian yang disampaikan di hadapan majelis hakim, muncul fakta mencengangkan, mulai dari biaya konsumsi yang belum dibayar, kelebihan pembayaran penginapan, hingga dugaan penggunaan dana PON untuk perjalanan dinas yang tidak berkaitan dengan perhelatan olahraga nasional itu.
Saksi Josias Arther Wewengkang, perwakilan Rumah Makan Suasana Sambal dan Rumah Makan Anugrah, mengungkap bahwa Panitia Besar (PB) PON XX Papua belum melunasi biaya konsumsi sebesar Rp350 juta. Selama 34 hari, pihaknya menyuplai 31.795 kotak nasi untuk sopir dan mekanik yang bertugas di Kota Jayapura dan Kabupaten Jayapura. Namun, pembayaran yang diterima hanya Rp1,9 miliar dari total seharusnya Rp2,384 miliar.
“Masih kurang Rp350 juta,” kata Josias di persidangan.
Menurutnya, pengadaan konsumsi ini dilakukan tanpa kontrak resmi, hanya berdasarkan surat pesanan dari Bidang Transportasi PB PON XX Papua. Namun, ketika menagih sisa pembayaran, ia hanya mendapat jawaban bahwa “tidak ada uang.”

Aliran dana tak jelas
Di persidangan, saksi lainnya, Michael Mirino selaku Bendahara Bidang Transportasi PB PON XX Papua, mengakui bahwa sebagian dana bidangnya dipakai untuk keperluan perjalanan dinas di Dinas Perhubungan Papua. Berapa jumlahnya, Mirino tidak menyebutkan.
“[Dana digunakan] untuk belanja tiket perjalanan dinas Dinas Perhubungan, menggunakan SPD Dinas Perhubungan, tetapi memakai uang PON,” ujarnya.
Tak hanya itu, Mirino juga menyebut ada sisa dana sebesar Rp95,787 juta yang masih tersimpan per 29 Februari 2024, serta dana dalam rekening Bidang Transportasi yang per 31 Juli 2024 tercatat Rp250,7 juta.
“Kami belum mendapatkan arahan dari Koordinator Bidang Transportasi terkait pengembalian dana ini ke PB PON XX Papua,” katanya.

Kelebihan bayar
Dugaan penyimpangan lainnya mencuat dalam pembayaran penginapan sopir di Paparisa Amungsa, Mimika. Saksi Elvira Hamadi dari Bidang Transportasi PB PON XX Papua menyebut ada kelebihan pembayaran sebesar Rp26 juta. Pihaknya sudah meminta pengembalian dana, namun hingga kini belum terealisasi.
“Kami sudah menyurati pihak penginapan agar mengembalikan uang tersebut, tetapi belum ada tindak lanjut,” kata Hamadi.
Saksi Jaquelin Waas, pemilik penginapan Paparisa Amungsa, mengakui adanya kelebihan bayar itu dan mengklaim telah mengembalikannya ke Kejaksaan Tinggi Papua.
Sementara itu, dari sektor pemasaran, saksi Eirene Deiby Wengkang, yang menjabat sebagai Bendahara Bidang Revenue PB PON XX Papua, memberikan kesaksian mengejutkan: ia pernah merobek cek senilai Rp700 juta yang ditujukan untuk pembayaran kepada salah satu sponsor.
“Seharusnya sponsor yang membayar, bukan PB PON yang membayar sponsor,” katanya.

Wengkang juga mengungkap bahwa dana sponsor yang diterima PB PON XX Papua berasal dari PT Freeport Indonesia sebesar Rp15 miliar, Bank Papua Rp2 miliar, PT Telkom Indonesia Rp5 miliar, PLN Rp5,5 miliar, PT Erlangga Rp400 juta, PT Tiki Rp50 juta, dan PT Ultrajaya Milk Industri Rp10 juta.
Namun, menurut saksi Rosye Welmina Itaar selaku Bendahara Tim Inti Pengelola Dana Sponsorship PB PON XX Papua, dana sponsor sebesar Rp3,8 miliar dialihkan ke rekening tim inti yang dikelola Ketua Harian PB PON XX Papua, Yunus Wonda, dan Bendahara Umum PB PON, Theodorus Rumbiak.
“Yunus Wonda sempat menelepon saya dengan nada marah-marah. Setelah itu, rekening revenue pun diblokir pada Januari 2022,” ungkap Itaar.

Empat Pejabat PB PON di kursi terdakwa
Dalam kasus ini, empat pejabat PB PON XX Papua 2021 duduk sebagai terdakwa. Mereka adalah Vera Parinussa (Koordinator Venue), Reky Douglas Ambrauw (Koordinator Bidang Transportasi), Theodorus Rumbiak (Bendahara Umum), dan Roy Letlora (Ketua Bidang II).
Jaksa Penuntut Umum (JPU) mendakwa keempatnya dengan Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001, serta Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Mereka dituduh menyalahgunakan dana PON hingga menyebabkan kerugian negara sebesar Rp204,3 miliar.
Sidang dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim Derman Parlungguan Nababan, didampingi hakim anggota Nova Claudia De Lima, Andi Mattalatta, dan Lidia Awinero. Pada persidangan Jumat lalu, JPU menghadirkan 11 saksi, baik secara langsung maupun daring, yang memberikan kesaksian selama lebih dari enam jam.

Sementara itu, dalam sidang, terungkap bahwa PB PON XX Papua masih memiliki utang sebesar Rp340 miliar kepada berbagai vendor. Sekretaris Jenderal KONI Pusat, Lukman Djajadikusuma, menyatakan bahwa utang ini menjadi tanggung jawab PB PON XX Papua bersama Pemerintah Provinsi Papua.
“Yang membayar tagihan-tagihan itu adalah PB PON XX Papua dan Pemerintah Provinsi Papua,” katanya.
Kasus ini masih jauh dari kata selesai. Fakta-fakta yang terungkap di persidangan memperlihatkan kompleksitas dugaan korupsi yang melibatkan banyak pihak, dari panitia, sponsor, hingga pejabat pemerintahan. (*)

Untuk melihat lebih banyak content JUBI TV, click here!