Sorong, Jubi – Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Kaki Abu mendesak Kepala Kepolisian Resor Sorong Kota agar segera menindaklanjuti laporan dugaan tindak pidana pengeroyokan dan penganiayaan yang diduga dilakukan oleh sejumlah anggota Polres Sorong Kota terhadap Ortizan F. Tarage.
LBH Kaki Abu telah menyurat resmi Kapolres Sorong Kota bernomor 18/LBH Kaki Abu/PBD/06/2025, untuk meminta perkembangan hasil penyelidikan dan penyidikan atas laporan polisi Nomor: LP/B/341/V/2025/SPKT/POLRESTA SORONG KOTA/POLDA PAPUA BARAT DAYA yang telah dilaporkan sejak 22 Mei 2025 lalu.
“Setiap perkembangan penanganan perkara wajib dituangkan dalam SP2HP,” kata,” ujar Ambrosius Klagilit, S.H., pengacara dari LBH Kaki Abu, Jumat (27/6/2025).
Ia menegaskan bahwa Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyelidikan (SP2HP) adalah hak hukum setiap pelapor, sebagaimana tertuang dalam Pasal 11 ayat 1 huruf a Peraturan Kapolri Nomor 21 Tahun 2011 tentang Sistem Informasi Penyidikan. Bahkan dalam Perkap Nomor 6 Tahun 2019 tentang Penyidikan Tindak Pidana
Namun sejak laporan itu masuk, belum ada kejelasan hukum dari pihak Kepolisian.
“Sampai hari ini, kami tidak menerima informasi apa pun terkait kelanjutan laporan tersebut. Bahkan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) juga tidak kami terima. Ini bentuk pengabaian prosedur hukum yang sangat serius,” tegasnya.
LBH Kaki Abu meminta Polres Sorong Kota tidak serius menangani kasus ini, dan tidak memperlambat atau bahkan menghentikan proses hukum demi melindungi anggota polisi yang terlibat dalam kasus kekerasan tersebut.
Sebab Negara menjamin kepastian hukum sebagaimana diatur dalam Pasal 28D ayat 1 UUD 1945. “Maka, ketika pihak Polres Sorong Kota tidak memenuhi prosedur hukum itu, mereka sedang mengingkari konstitusi dan hak-hak dasar warga negara,” kata Klagilit.
Untuk itu LBH Kaki Abu meminta Kepolisian Resor Sorong Kota segera menindaklanjuti laporan polisi Nomor LP/B/341/V/2025 dengan menetapkan oknum anggota polisi pelaku pengeroyokan dan penganiayaan sebagai tersangka.
Ia juga meminta Divisi Propam Polda Papua Barat Daya dan Kapolda Papua Barat Daya untuk turun tangan memberi perhatian khusus dan mendesak proses hukum atas laporannya karena pembiaran terhadap kasus kekerasan oleh oknum anggota Kepolisian akan memperkuat budaya impunitas di tubuh Kepolisian.
“Ini bukan sekadar soal satu korban, ini soal wajah keadilan di tanah Papua. Jangan sampai masyarakat kehilangan kepercayaan terhadap hukum karena ulah aparat yang justru jadi pelanggar hukum,” ujarnya.
Peristiwa kekerasan tersebut terjadi di Kota Sorong, pada Sabtu, 10 Mei 2025. Korban ia ditangkap tiga anggota polisi tanpa diberikan penjelasan sekira pukul 11.00 Waktu Papua. Ketika itu, korban sedang memancing di kolam belakang Kompleks Diklat, Jalan Pendidikan, Kilometer 8, Kota Sorong.
Setibanya di Mapolresta Sorong ia dibawa ke sel tahanan di bagian belakang. Ia diminta mengakui telah mencuri sepeda motor oleh para pelaku. Di sanalah ia mendapat kekerasan fisik sejak siang hingga sore hari dengan menggunakan kayu, bambu, selang, dan besi sebesar ibu jari, sehingga korban mengalami luka serius di bagian wajah, betis, paha, bahu, dan tangan.
Setelah itu korban dirawat selama empat hari di rumah sakit dan dilepas serta diancam tidak boleh melaporkan kekerasan tersebut. (*)

Untuk melihat lebih banyak content JUBI TV, click here!