Jayapura, Jubi – Empat aktivis Komite Nasional Papua Barat atau KNPB Wilayah Yahukimo, Papua Pegunungan mengaku dipukul saat ditangkap oleh Satuan Tugas Pengamanan Perbatasan Republik Indonesia-Papua Nugini atau Satgas Pamtas RI-PNG Batalyon Marinir TNI-AL Angkatan Laut atau AL.
Keempat aktivis KNPB itu adalah Sinduk E Kobak, Deko Enggalim, Jek Amosoho dan Rinox Illinggi. Mereka ditangkap di Sekretariat KNPB Yahukimo Sabtu (12/7/2025) malam.
Salah satu aktivis KNPB Yahukimo yang ditangkap ketika itu, Deko Enggalim mengatakan ketika itu ia bersama rekannya berada di Sekretariat KNPB. Ada di antara mereka yang sudah tidur dan lainnya sedang bermain game di handphone.
“Lalu kesatuan Marinir ini tiba-tiba masuk kepung sekretariat kami. Mereka suruh kami keluar semua. Disuruh angkat tangan setelah itu disuruh jongkok lalu mengikat tangan kami dari belakang. Sambil jongkok [kami] disuruh keluar masuk halaman sekretariat beberapa kali. [Kami diminta melakukan] semua itu sambil pukul-pukul dan ditendang-tendang,” kata Deko Enggalim melalui panggilan telepon kepada Jubi, Rabu (16/7/2025).
Menurut Enggalim, pihaknya tidak tahu alasan kedatangan Satgas Pamtas RI-PNG dari Batalyon Marinir itu ke Sekretariat KNPB. Sebab ia dan rekan-rekannya tidak pernah melakukan aksi anarkistis atau kegaduhan yang meresahkan siapapun di Yahukimo.
“Pas (saat) kami dipukul, ditendang, karena sakit kami merintih dan berteriak. Lalu kami empat orang itu dikasih naik dalam mobil milik Marinir karena suara kami didengar tetangga. Kami dapat setrum pakai alat listrik dalam mobil. Mereka juga pukul kami. Mereka sepak saya, saya langsung pingsan dan tidak sadarkan diri sampai tiba di Koramil,” ucapnya.
Katanya, setibanya di Komando Rayon Militer atau Koramil, mata mereka ditutup dan mulut empat aktivis itu dilakban. Mereka pun masih mengalami penganiayaan. Ditendang, dipukuk menggunakan ujung senjata dan disetrum.
Mereka kemudian dibawa ke dalam salah satu ruangan di sana dan diinterogasi. Mereka ditanyai apakah mereka terlibat aksi anarkistis di Yahukimo. Akan tetapi keempatnya menyatakan KNPB selalu memilih jalan damai dalam perjuangan mereka.
Enggalim mengatakan, setelah diinterogasi, ia dan rekan-rekannya dibawa keluar ruangan dan kepala mereka dimasukkan ke dalam drum air, sambil dipukul berkali-kali.
Sekira pukul 03.00 pada Minggu (13/7/202/), keempatnya keempanya dibawa ke Polres Yahukimo. Mereka masih dipukul di dalam mobil saat perjalanan ke Polres.
“Sesampainya kami di Polres Yahukimo itu, kami diserahkan [kepada kepolisian]. Akan tetapi dalam kontrol Marinir. Anggota militer (Marinir) sempat membakar jenggot, dan rambut kami pakai korek. Api rokok dimatikan di kulit. Kami ditampar,” ujarnya.
Katanya, ketika itu pihak Polres memerintahkan agar ia dan kawan-kawannya dibawa ke rumah sakit untuk pemeriksaan kesehatan, luka-luka mereka dibersihkan dan dijahit. Setelah itu barulah kembali ke Polres.
Sekembalinya dari rumah sakit, mereka kemudian dibawa ke ruang Reserse dan Kriminal Umum untuk dimintai keterangan. Namun penyidik tidak menemukan kesalahan atau pelanggaran hukum yang diduga dilakukan keempat aktivis KNPB itu.
“Polres tidak melakukan pemukulan atau yang lain. Yang memukul kami adalah Marinir. Kami diperiksa di Polres tapi tidak ada bukti kami buat pelanggaran, sehingga kami dipindahkan ke tahanan. Hari Senin (14/7/2025) jam 03.00 WP, kami dibebaskan dari Polres,” kata Deko Enggalim.
Aktivis KNPB Yahukimo lainnya, Sinduk Kobak mengatakan hal yang sama.
“Itu kami lihat aparat militer itu dalam keadaan yang dipengaruhi oleh alkohol jadi mereka pukul [kami] sampai membuat kita ini babak belur. Bengkak di wajah, memar dan lain sebagainya. Jadi mereka dalam keadaan mabuk begitu,” kata Kobak.
Menurut Kobak, pihaknya kini masih menjalani pemulihan. Akibat tindakan itu, ia tidak bisa makan, sebab dagunya terasa sakit.
“Kami yang lain juga tidak bisa duduk lama-lama, tapi harus baring begitu. Jadi kami tidak tahu apa alasan dan dasarnya anggota militer Marinir tangkap dan siksa kami,” katanya.
Sementara itu, Direktur Aliansi Demokrasi untuk Papua atau ALDP, Latifah Anum Siregar mengatakan, kewenangan melakukan penangkapan dan penahanan terhadap warga sipil ada pada kepolisian.
“Kalau misalnya masalah kehutanan ada pada polisi kehutanan, masalah perairan ada polisi perairan. Jadi labelnya adalah polisi bukan TNI, karena TNI tidak punya kewenangan dalam menangkap, apalagi menahan masyarakat sipil,” kata Anum Siregar, Rabu (16/7/2025).
Menurutnya, apabila TNI mengetahui ada peristiwa di lingkup masyarakat, mereka tidak berwenang melakukan penangkapan. Namun mesti berkoordinasi dengan polisi.
“TNI harus lapor ke polisi bahwa ada peristiwa. Ada dugaan [tindak] kejahatan. Kalau datang orang duduk baik-baik, tidak bikin apa apa, terus apa urgensinya, apa alasannya menangkap orang,” ucapnya.
Katanya, apabila seseorang sedang melakukan tindakan kejahatan dan ditangkap, itu lain hal. Sebab oknum itu tertangkap tangan. Namun apabila tidak dibenarkan menangkap orang dengan alasan tidak jelas.
“Dalam situasi seperti itu berarti harus ada surat perintah penangkapan. Jadi orang tidak bisa ditangkap seenak-enaknya. Aparat TNI tidak mempunyai kewenangan menangkap orang kemudian menahannya dalam institusi TNI entah itu Koramil entah itu pos-pos Satgas. Tidak punya kewenangan,” ujarnya.
Anum Siregar mengatakan, karena ada penyiksaan berulang, sehingga saat keempat aktivis itu dibawa ke Polres Yahukimo, polisi langsung meminta melakukan pemeriksaan kesehatan. Sebab, kepolisian tidak ingin ada dampaknya. Misalnya ada diantara keempatnya meninggal dunia.
“Jadi supaya tahu siapa yang bertanggung jawab yang mengakibatkan penyiksaan apalagi misalnya luka-luka, sampai meninggal,” katanya.
Sekretaris KNPB Wilayah Yahukimo, Nifal Enggalim mengatakan berdasarkan data KNPB wilayah Yahukimo, dalam dua bulan terakhir, ada 14 warga sipil ditangkap termasuk empat aktivis KNPB.
Menurutnya, mereka ditangkap tanpa prosedur hukum. Warga sipil, aktivis dan orang yang diduga anggota TPNPB yang ditangkap itu, sering mengalami pemukulan dan penyiksaan.
“Mereka yang sering dapat pukul, diintimidasi disiksa kebanyakan rakyat sipil dan status mereka bukan tersangka atau terdakwa melainkan status mereka masih praduga tak bersalah,” kata Enggalim.
KNPB mendesak agar TNI dan Polri di Yahukimo saat melakukan penangkapan dan penggerebekan harus melalui prosedur hukum yang berlaku, tanpa merusak dan merampas harta benda milik rakyat.
Sementara itu, Juru Bicara KNPB Pusat, Ones Suhuniap mengatakan penangkapan dan penyiksaan terhadap empat aktivis KNPB itu tidak manusiawi.
Ones mengatakan, yang melakukan penangkapan dan penyiksaan terhadap aktivis KNPB Yahukimo adalah Marinir. Seakan mereka penjahat atau teroris yang harus ditangani oleh militer atau TNI.
KNPB Pusat mendesak Marinir yang bertugas di Yahukimo menghentikan penangkapan semena-mena.
“Bila perlu anggota marinir yang melakukan penyiksaan terhadap rakyat sipil termasuk empat aktivis KNPB harus diadili atau diberikan sanksi oleh atasan. Mereka punya tugas bukan melakukan penangkapan dan penyiksaan terhadap rakyat sipil dan aktivis pro demokrasi,” kata Suhuniap. (*)

Untuk melihat lebih banyak content JUBI TV, click here!