Jayapura, Jubi – Perempuan di pedesaan Papua Nugini telah lama berada di garis depan dalam menghadapi perubahan iklim. Dengan memanfaatkan pengetahuan tradisional yang diwariskan secara turun-temurun, mereka mampu menyesuaikan diri dengan perubahan lingkungan yang terjadi.
Hal ini disampaikan oleh Dr. Jane Awi (PhD), peneliti dari University of Goroka sekaligus Direktur Eksekutif Somare Research Institute, dalam wawancaranya dengan tvwan.com.pg yang dikutip Jubi.id, Rabu (27/3/2025).
Dr. Awi telah mendokumentasikan praktik-praktik tradisional perempuan Papua Nugini dalam menghadapi perubahan iklim. Penelitiannya mendapat dukungan hibah penelitian iklim sebesar K130.000 dari Pemerintah Australia.
Penelitian ini berfokus pada petani subsisten di Provinsi Simbu dan Madang, dengan menyoroti bagaimana pemahaman perempuan terhadap lingkungan membentuk strategi bertahan hidup mereka.
Di Distrik Kerowagi, Simbu, misalnya, perempuan menggunakan teknik tradisional untuk menghadapi hujan lebat dengan menggali saluran drainase yang dalam. Metode ini membantu mencegah kerusakan tanaman dan erosi tanah, sehingga menjaga ketahanan pangan masyarakat.
Selain itu, Dr. Awi menemukan bahwa perempuan setempat memanfaatkan siklus pembungaan pohon Albizia amara sebagai kalender musiman alami.
Mereka menggunakannya sebagai penanda waktu tanam, sehingga dapat memastikan hasil panen optimal meskipun kondisi iklim tidak menentu.
Menurut Dr. Awi, pengakuan terhadap pengetahuan tradisional perempuan dapat memberikan dampak positif yang signifikan bagi lingkungan dan masyarakat.
“Mengenali dan menghargai pengetahuan tradisional perempuan dapat menghasilkan dampak positif yang signifikan bagi lingkungan dan masyarakat,” ujarnya.
Penelitiannya menjembatani antara kearifan tradisional dan pendekatan ilmiah, menegaskan bahwa pengetahuan masyarakat adat memainkan peran krusial dalam adaptasi terhadap perubahan iklim. (*)

Untuk melihat lebih banyak content JUBI TV, click here!