Jayapura, Jubi – Perjalanan panjang klub-klub sepak bola Papua turut melibatkan sejumlah nama para kiper non-Papua. Sulitnya mencari pemain lokal di posisi penjaga gawang membuat sejumlah klub Papua mau tak mau harus mencari dan mendatangkan kiper-kiper bagus dari pulau seberang bahkan luar negeri.
Tak hanya Persipura Jayapura, hampir semua klub sepak bola Papua pernah dan masih menggunakan jasa kiper atau penjaga gawang non-Papua di kompetisi sepak bola nasional sampai saat ini.
Persipura menjadi klub pertama yang diperkuat oleh kiper non-Papua saat mendatangkan Suharsoyo dari Persema Malang untuk menjadi benteng terakhir tim Mutiara Hitam saat mengikuti turnamen di Saigon, Vietnam, tahun 1974 silam.
Pada pemberitaan media Jubi beberapa waktu lalu, mantan pemain Persipura di era 70-an, Benny Jensenem mengatakan klub-klub profesional Papua kesulitan mencari pemain berposisi penjaga gawang karena talenta-talenta Papua lebih suka bergerak dan berlari sebagai pemain ketimbang harus menjadi kiper.
Itu sebabnya, hanya sedikit kiper-kiper asli Papua yang pernah berkarier di kompetisi sepak bola Indonesia. Seperti Johanes Bonay, Fison Merauje, Silas Ohee, Daniel Saroge dan beberapa nama lainnya yang jumlahnya tak lebih banyak dari pemain-pemain bintang Papua di posisi striker, gelandang maupun bek.
“Biasanya, kalau semua anak sudah mendapat posisi bermain dan yang tersisa hanya posisi kiper maka itu menjadi pilihan terakhir. Saya kira sekarang sudah berubah karena dahulu juga ada anak Papua yang mau menjadi penjaga gawang,” kata Jensenem kepada Jubi.
Sejak era Liga Indonesia pertama atau Ligina, beberapa nama penjaga gawang dari luar Papua yang berkarier di Bumi Cenderawasih mencatatkan penampilan mengesankan bahkan menjadi idola.
Tanpa mengucilkan peran kiper-kiper asli Papua, sejarah telah mencatat, Persipura meraih empat gelar juara Liga Indonesia dengan diperkuat penjaga gawang non-Papua. Begitu pula PSBS Biak yang baru saja menjuarai Liga 2 dan promosi ke Liga 1.
Dari Suharsoyo hingga Mario Londok
Tim Jubi mencatat, setidaknya hampir 40 kiper non-Papua dan satu penjaga gawang asing dari luar negeri pernah menancapkan karier di Bumi Cenderawasih. Beberapa di antaranya bahkan berandil besar mencatatkan sejarah baru.
![Sepak terjang kiper non-Papua di Bumi Cenderawasih dari masa ke masa 5 kiper](https://jubi.id/wp-content/uploads/2024/06/12624.png)
Di Persipura Jayapura ada nama Suharsoyo (1974), Helconi Hermain (1995-2004), Sahari Gultom (2003-2004), Jendri Pitoy (2004-2010), Ferdiansyah (2007-2016), Yoo Jae-Hoon (2010-2014) dan (2016-2018), Eki Sabililah (2009-2013), Dede Sulaiman (2014-2022) dan (2023), Try Hamdani Goentara (2018), dan Fitrul Dwi Rustapa (2018-2022).
Berlanjut ke Panggih Prio Sembodo (2018-2019), Gerri Mandagi (2020-2022), Mario Fabio Londok (2019-2022), Dedi Haryanto (2022), Andika Wisnu (2022-2023), Rivky Mokodompit (2023), dan Yoga Tri Herlambang (2023-2024)
Di Persiwa Wamena ada nama Gerri Mandagi (2007-2008) dan (2009-2010), Andre Syarifuddin (2009-2010), Galih Firmansyah (2008-2012), David Aryanto (2010-2011), Dwi Kuswanto (2013-2014), Dedi Jaya Siregar (2012), dan Zulham Syahputra Nasution (2011).
Di Perseru Serui ada Teguh Amirudin (2013-2014), Yanuar Tri Firmanda (2014), Hendra Mole (2014), Sukasto Effendi (2015) dan (2016-2017), Rudiansyah (2015), Asep (2015), dan Annas Fitranto (2017-2018).
Lalu di Persiram Raja Ampat ada Joice Sorongan (2009-2010), Ari Kurniawan (2010-2011), Jendri Pitoy (2013-2014), Galih Sudaryono (2014), Deny Marcel (2014), dan Gerri Mandagi (2015).
Di Persidafon Dafonsoro ada Joice Sorongan (2008), Helconi Hermain (2009-2010), I Putu Dian Ananta (2011-2013), dan Markus Horison/Haris Maulana Nasution (2012-2013).
Sedangkan di Persewar Waropen ada nama Barep Wahyudi (2018-2019), Rangga Pratama (2023), dan Adzib Al Hakim (2022-2023). Kemudian di PSBS Biak Numfor ada Dedi Haryanto (2019-2021), Panggih Prio (2023), Gerri Mandagi (2022-2023), Andika Wisnu (2023) dan Mario Londok (2023).
Berandil Besar
Sejarah baru klub Papua bersama kiper non-Papua di era kompetisi profesional pasca Galatama dan Perserikatan digoreskan oleh Helconi Hermain, kiper yang didatangkan Persipura dari Persijatim Jakarta Timur (sebelum berganti nama jadi Sriwijaya FC) di musim 1994/1995 silam. Helconi diboyong oleh pelatih kawakan asal Sumatra Utara, Tumpak Sihite.
![Sepak terjang kiper non-Papua di Bumi Cenderawasih dari masa ke masa 6 kiper](https://jubi.id/wp-content/uploads/2024/06/IMG_1067-scaled.jpg)
“Saat masih di Persijatim, kita mendapat kehormatan berlatih tanding dengan Persipura. Disitu baru saya rasakan ganasnya pemain Persipura dalam artian kekuatan mereka, saya dibombardir habis-habisan. Mungkin dari situ Pak Tumpak atas persetujuan manajer saat itu Almarhum Bapak Spencer Infandi dan terutama saudara-saudara saya para pemain meminta saya bergabung dengan Persipura,” dituturkan Helconi kepada Jubi.
Meski bertubuh mungil dengan tinggi badan hanya 164 cm, Helconi mematahkan keraguan publik. Dia tampil bersinar di bawah mistar gawang Persipura pada Ligina II 1995/1996. Helconi menjawab kepercayaan Tumpak Sihite dan turut mengantarkan tim Mutiara Hitam mencatatkan sejarah baru sebagai semifinalis di kompetisi profesional kedua itu, tanpa diperkuat pemain asing.
“Di Ligina II itu kita sampai ke semifinal, dan Ligina III sampai 8 besar. Dan memang, di awal-awal kompetisi Ligina itu hanya Persipura dan Persib yang tanpa pemain asing. Itu betul-betul kita berjuang dengan kebersamaan dan penuh kekeluargaan,” kata Helconi.
Usai mengakhiri kebersamaannya bersama Persipura pada 2004, Helconi memilih tetap berkarier di Papua dan membela Persidafon Dafonsoro hingga 2009. Lalu dia sempat menjadi pelatih kiper Persitoli Tolikara dan menangani kiper-kiper PON Papua di ajang PON XIX Jawa Barat, tahun 2016.
Selanjutnya, ada penjaga gawang asal Sulawesi Utara, Jendri Pitoy yang juga berjasa mempersembahkan gelar pertama juara Liga Indonesia bagi Persipura pada tahun 2005. Karena kegemilangannya mengawal gawang Persipura, Jendri beberapa kali dipanggil untuk memperkuat tim nasional Indonesia. Jendri menjadi penjaga gawang Indonesia tersukes di Persipura setelah meraih trofi kedua pada Liga Indonesia 2008/2009.
Jendri menyudahi kariernya di Persipura pada 2010 silam. Dia kemudian pindah ke Perseman Manokwari 2010-2011, lalu hijrah ke Persiram Raja Ampat 2013-2014, dan berlanjut ke Perseka Kaimana hingga PSBS Biak di Liga 2 2018.
Kiper cadangan Jendri Pitoy yang juga non-Papua berasal dari Jawa Timur, Ferdiansyah juga tercatat dalam skuad Persipura saat menjuarai Liga Super Indonesia 2008/2009 dan 2010/2011.
Kemudian datang kiper asing asal Korea Selatan, Yoo Jae-Hoon pada 2010. Kiper yang akrab disapa Pace Yoo itu menjadi idola baru publik Mandala (nama Stadion Jayapura). Penampilannya selalu memukau saat berkostum Mutiara Hitam. Dia turut mempersembahkan dua gelar juara bagi Persipura, ISL 2010/2011 dan ISL 2013. Dia juga dinobatkan sebagai kiper terbaik ISL 2013.
Pace Yoo yang kini menjabat sebagai asisten pelatih di timnas Indonesia itu merupakan kiper asing tersukses di Persipura bahkan di Indonesia. Pada periode keduanya kembali ke Persipura tahun 2016-2018, Yoo juga mempersembahkan gelar juara Indonesia Soccer Championship (ISC) A 2016.
“Saya tujuh musim bermain untuk Persipura, dan juara pada tahun 2013 itu yang paling berkesan bagi saya,” kata Pace Yoo.
Terkesan dengan Papua
Tak hanya Helconi Hermain, Jendri Pitoy dan Yoo Jae-Hoon yang cinta mati dengan Papua, tempat mereka melabuhkan karier sepakbola. Sejumlah nama penjaga gawang non-Papua lainnya juga mengaku terkesan dengan Bumi Cenderawasih. Seperti yang pernah diungkapkan oleh Dede Sulaiman ketika terpaksa meninggalkan Persipura pasca degradasi tahun 2022 lalu.
“Sebenarnya terlalu berat buat saya dan keluarga. Saya berterimakasih kepada masyarakat Papua dan pecinta Persipura, hampir 9 tahun di Persipura adalah pengalaman yang sangat luar biasa bagi saya pernah menjadi bagian dari klub ini,” ucapnya.
Kiper asal Sulawesi Utara, Mario Fabio Londok juga mengaku sangat terkesan dengan publik Papua. Dia mengawali karier di Bumi Cenderawasih dengan memperkuat Persipura Jayapura pada musim 2019-2022.
Sayang, perjalanan kariernya dengan Persipura tak berlangsung lama. Ia harus angkat kaki karena kontraknya habis usai terdegradasi dari Liga 1 tahun 2022 lalu dan memutuskan pindah ke Persib Bandung. Dia sempat kembali ke Persipura pada Liga 2 musim 2022/2023, namun waktu itu kompetisi dihentikan pasca insiden Kanjuruhan. Karena ketidakjelasaan kompetisi ia memilih pergi.
“Karena kontrak saya sudah selesai dengan Persipura. Terus Liga 2 tidak ada kepastian kapan di mulai lagi. Jadi saya memutuskan hengkang dari Persipura dan mencari pengalaman baru dengan bergabung bersama Persib,” kata Mario kepada Jubi.
Meski meninggalkan Persipura, Mario tetap mengucap terima kasih untuk suporter dan pihak klub. Dia selalu merasa Kota Jayapura sudah menjadi rumah keduanya.
“Saya sangat mengucapkan terima kasih kepada suporter dan masyarakat Papua. Saya disambut dengan sangat baik di sana dan saya nyaman tinggal di sana,” ujarnya.
Mario akhirnya melanjutkan petualangan kariernya di Papua saat dia dipinjamkan Barito Putera ke PSBS Biak Numfor di Liga 2. Di klub berjulukan Badai Pasifik itu Mario menjelma menjadi idola baru dan mencuri perhatian publik lewat penampilannya. Mantan kiper Persidago Gorontalo itu berjasa besar mengantarkan PSBS Biak Numfor sebagai juara Liga 2 musim lalu sekaligus menorehkan sejarah baru promosi ke kompetisi kasta tertinggi, Liga 1.
Kiprah para penjaga gawang non-Papua di klub-klub Papua masih akan berlanjut pada kompetisi Liga 1 dan Liga 2 musim depan. Persipura, Persewar dan PSBS Biak Nufor belum memiliki pilihan lain untuk posisi penjaga gawang, selain nama-nama di musim lalu. (*)
Discussion about this post