Sorong, Jubi – Dana desa yang seharusnya menjadi pendorong pembangunan di kampung-kampung di Kabupaten Sorong Selatan ternyata masih banyak yang disalahgunakan. Hal itu diungkapkan Amos Kaliele, anggota DPR Kabupaten Sorong Selatan dari Fraksi Golkar kepada Jubi.id pada Selasa (4/3/2025).
Menurut Amos, sejak dana desa diperkenalkan menggantikan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri, banyak kampung di Sorong Selatan tidak menjalankannya sesuai dengan perencanaan.
“Ini bukan hanya tahun ini, tetapi sejak dana desa ini hadir, perencanaan sudah dibuat, tetapi implementasinya tidak sesuai,” ujarnya.
Menurutnya terkadang dana dicairkan, lalu menghilang dari hasil pengawasan yang dilakukan.
“Tapi ada beberapa distrik dan kampung yang memanfaatkan dana desa dengan baik, sehingga manfaatnya benar-benar dirasakan oleh masyarakat,” katanya.
Sebaliknya, tambahnya, ada pula kampung-kampung yang tidak menunjukkan hasil pembangunan yang seharusnya. Bahkan, Amos menyoroti adanya dana desa yang setelah dicairkan, justru menghilang tanpa kejelasan penggunaannya.
“Begitu dana dicairkan, uang itu langsung lenyap, tidak tahu dipakai untuk apa. Laporan pertanggungjawaban tetap lolos di dinas terkait, meskipun bukti fisik di lapangan tidak ada. Ini yang perlu mendapat perhatian serius dari pemerintah daerah,” ujarnya.
Salah satu kejanggalan terbesar yang disorotinya adalah bagaimana laporan pertanggungjawaban dana desa tetap diterima tanpa adanya bukti fisik pembangunan yang nyata. Seharusnya, menurut Amos, pengawasan oleh dinas teknis, inspektorat, dan pemerintah daerah dilakukan lebih ketat, dengan pengecekan langsung ke lapangan, bukan hanya berdasarkan laporan tertulis.
“Tidak cukup hanya duduk di kantor dan melihat laporan. Harus turun langsung dan memastikan ada bukti nyata di lapangan. Jangan sampai laporan administrasi beres, tetapi kenyataan di lapangan nol pembangunan,” katanya.
Hal lain yang mencuat adalah adanya dugaan bahwa dana desa digunakan untuk membayar utang dan bunga pinjaman, bukan untuk pembangunan desa. Akibatnya, masyarakat hanya mendengar bahwa dana desa telah dicairkan, tetapi tidak melihat hasil pembangunan apa pun di kampung mereka.
“Dulu PNPM Mandiri dengan anggaran Rp200 juta saja bisa menghasilkan pembangunan. Sekarang dana desa mencapai miliaran rupiah, tetapi tidak ada perubahan signifikan. Ini aneh dan sangat disayangkan,” kata Amos.
Kabupaten Sorong Selatan memiliki 121 kampung yang tersebar di 15 distrik. Dari pemantauan yang dilakukan, ditemukan ketimpangan dalam pemanfaatan dana desa. Beberapa wilayah daratan memiliki rumah-rumah yang bagus, diduga hasil dari dana kampung yang dikelola dengan baik. Namun, di wilayah pesisir, bantuan memang ada, tetapi pembangunan rumah masih jauh dari standar layak.
“Kenapa di pesisir tidak ada pembangunan yang memadai, tetapi laporan mereka tetap lolos? Apa sebenarnya yang dikerjakan oleh dinas terkait?”ujar Amos dengan nada kecewa.
Amos menegaskan perlunya perubahan dalam sistem pencairan dan pengelolaan dana desa. Ia bahkan mengusulkan agar sistemnya dikembalikan seperti PNPM Mandiri yang terbukti lebih efektif. Selain itu, ia mendesak pemerintah daerah dan pusat untuk memperketat pengawasan agar dana desa benar-benar dimanfaatkan untuk kepentingan masyarakat.
“Saya berharap ada reformasi dalam sistem ini. Pemerintah pusat harus mempertimbangkan untuk mengembalikan sistem seperti PNPM Mandiri. Dan di tingkat daerah, pengawasan harus lebih tegas. Jangan hanya melihat laporan, tapi pastikan ada bukti nyata di lapangan,” katanya.
Sebelumnya, anggota Badan Pengarah Percepatan Pembangunan Otonomi Khusus Papua (BPPPOKP) Ottow Ihalauw meminta agar inspektorat lebih berani dan tegas dalam mengawasi pengunaan anggaran, termasuk pengelolaan Dana Kampung.
“Dana Kampung perlu dievaluasi pengelolaannya, meskipun dalam laporannya terlihat baik, kenyataan di lapangannya sering tidak sebanding,” ujarnya Kamis (28/2/2025). (*)

Untuk melihat lebih banyak content JUBI TV, click here!