Merauke, Jubi – Otoritas negara bagian utara Australia, Darwin, menangkap empat kapal nelayan dari Kabupaten Merauke, Papua Selatan. Selain itu, belasan anak buah kapal (ABK) ditahan dengan tuduhan masuk secara ilegal di teritorial perairan Australia.
Kepala Badan Pengelola Perbatasan Daerah (BPPD) Kabupaten Merauke Rekianus Samkakai mengatakan, bahwa informasi mengenai penangkapan empat kapal nelayan oleh otoritas Australia itu berasal dari organisasi nelayan Provinsi Papua Selatan. Selanjutnya, informasi itu dikonfirmasi ke perwakilan Indonesia baik yang berada di Darwin, Australia, maupun di Port Moresby serta Vanimo, Papua Nugini. Informasi mengenai penangkapan dan penahanan tersebut dibenarkan oleh perwakilan Indonesia di sana.
“Kami menerima informasi [penangkapan empat kapal nelayan] dari Ketua Perhimpunan Nelayan Provinsi Papua Selatan Taufik Latarisa. Selain itu juga dari perwakilan Indonesia di Darwin serta Moresby dan Vanimo, Papua Nugini,” kata Rekianus Samkakai dalam rapat bersama kepala Dinas Perikanan Merauke, Perhimpunan Nelayan Provinsi Papua Selatan, dan keluarga para nelayan di kantor bupati setempat, pada Senin (24/6/2024) siang tadi.
Rekianus Samkakai mengatakan bahwa dari informasi yang diperoleh, empat kapal nelayan yang ditangkap itu di antaranya KMN Kembar Jaya telah ditenggelamkan, KMN Nurlela dan KMN Ikhsan Jaya ditahan, dan KMN Lati Mojong dipulangkan ke Indonesia. Satu kapal yang dilepas itu kini sudah berada di batas wilayah perairan Indonesia dan Papua Nugini yakni di Kali Torasi, Merauke.
“Ada juga 15 ABK yang ditahan. Informasi penahanan belasan ABK dan dua kapal itu sejak beberapa hari lalu oleh Otoritas Australia. ABK dari KMN Kembar Jaya yang ditenggelamkan itu, dipulangkan bersama KMN Lati Mojong. Hanya belum diketahui secara pasti berapa jumlah ABK itu,” ujarnya.
Dia menjelaskan penangkapan serta penahanan kapal dan belasan nelayan Merauke, karena mereka kedapatan memasuki wilayah perairan Australia secara ilegal. Setelah kejadian itu, pemerintah daerah setempat berupaya membangun komunikasi intens dengan Kedutaan Besar Indonesia di Darwin, untuk memastikan kondisi belasan ABK yang ditahan.
“Sesuai arahan bupati, Bapak Romanus Mbaraka, kami diminta untuk terus berkomunikasi dengan Kedutaan Besar Indonesia di Darwin untuk memastikan kondisi para ABK di sana. Kami juga baru terima laporan dari perwakilan Indonesia di Darwin, 15 nelayan Merauke telah ditahan sekaligus diperiksa identitas mereka oleh otoritas di sana,” katanya.
Ketua Perhimpunan Nelayan Papua Selatan Taufik Latarisa meminta kepada keluarga para nelayan yang ditangkap Otoritas Australia untuk bersabar, dan terus berdoa supaya 15 nelayan yang ditahan di Australia dalam kondisi sehat dan baik-baik saja. Diharapkan pula, keluarga tidak mempercayai atau terpengaruh oleh siapa saja yang mungkin menghubungi dan menyampaikan akan membantu kepulangan para ABK dari Australia.
“Untuk memulangkan para ABK dari negara Australia, tidak semudah dibayangkan. Apabila ada yang menelpon menyatakan siap membantu, keluarga tidak boleh terpengaruh. Kalau mendapat telepon, segera melaporkannya kepada pemerintah dalam hal ini Badan Perbatasan, kepolisian dan pihak-pihak terkait,” katanya.
Ia menambahkan bahwa organisasi nelayan Papua Selatan serta pihak keluarga menyerahkan sepenuhnya persoalan tersebut kepada pemerintah, untuk ditangani secara berjenjang. Pihaknya berharap, pemerintah dapat membantu menyelesaikannya, sehingga keluarga tidak merasa khawatir.
![Otoritas Australia tangkap empat kapal nelayan Merauke 5 IMG 20240624 WA00671 1](https://jubi.id/wp-content/uploads/2024/06/IMG-20240624-WA00671-1-750x953.jpg)
Illegal Fishing atau People Smuggling?
Apakah penangkapan dan penahanan belasan anak buah kapal nelayan dari Kabupaten Merauke, Papua Selatan, oleh Otoritas Australia beberapa waktu lalu berkaitan dengan praktik illegal fishing (penangkapan ikan secara ilegal)?. Hingga kini belum ada laporan atau pernyataan resmi dari pemerintah terkait hal tersebut.
Pemerintah daerah setempat menyatakan bahwa empat kapal ditangkap dan belasan nelayan Merauke, karena kedapatan memasuki wilayah perairan Australia secara ilegal. Soal apa yang dilakukan oleh kapal nelayan dan kru di teritorial perairan Australia, belum ada laporan secara spesifik mengenai hal tersebut.
Informasi yang diperoleh Jubi di Merauke, para imigran gelap dan pengungsi menggunakan modus baru untuk masuk ke wilayah Australia dengan memanfaatkan kapal nelayan. Dengan demikian, nelayan yang membawa para imigran tersebut bisa dipastikan terlibat kejahatan people smuggling (penyelundupan manusia).
People smuggling merupakan salah satu bentuk dari kejahatan lintas negara, yang menempatkan imigran gelap dan pengungsi asal Asia Selatan dan Timur Tengah sebagai komoditi, untuk mendapatkan keuntungan materil. Posisi Indonesia bagian timur menjadi wilayah transit utama oleh para imigran dan pengungsi menuju Australia.
Dilansir dari Media Indonesia, 13 Mei 2024, Direktorat Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (Ditjen PSDKP), Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menyampaikan adanya modus baru penyelundupan manusia dari Indonesia ke Australia. Plt. Direktur Jenderal PSDKP KKP, Pung Nugroho Saksono menjelaskan bahwa modus yang digunakan oleh penyelundup manusia adalah dengan menggunakan kapal ikan, dan mengklaim sedang menangkap ikan di perairan antara Indonesia dan Australia di Laut Timor.
Meskipun modus ini telah berlangsung cukup lama, namun baru terungkap saat ini setelah beberapa nelayan yang terlibat ditangkap oleh otoritas Australia dan kemudian dideportasi. “Awalnya terlihat biasa karena mereka mengklaim mencari teripang. Namun, kecurigaan kami mulai muncul, dan setelah dilakukan pemeriksaan terhadap nelayan yang dideportasi tersebut selama dua hari, mereka mengakui melakukan people smuggling, yang melibatkan orang dari India,” ungkapnya dalam keterangan pers penangkapan kapal penyelundup manusia dari Indonesia ke Australia di Polda Nusa Tenggara Timur (NTT), pada Senin (13/5/2024).
Seperti dilaporkan Media Indonesia, PSDKP Kupang berhasil menangkap sebuah kapal nelayan tanpa nama di Perairan Teluk Kupang pada Rabu dini hari. Kapal itu membawa 12 orang, termasuk 6 warga asing asal Tiongkok dan 6 warga Indonesia dari Kabupaten Muna Barat dan Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara. Mereka yang ditangkap terlibat kejahatan penyelundupan manusia.
Dari peristiwa yang dilaporkan di atas, bukan tidak mungkin kejahatan penyelundupan manusia dapat juga terjadi di Kabupaten Merauke, Papua Selatan. Sebab wilayah perairan ini berbatasan langsung dengan perairan Australia dan Papua Nugini. (*)
Discussion about this post