Jayapura, Jubi – Negara tetangga, Papua Nugini, termasuk salah satu negara penghasil tambang terbesar ketiga di dunia, sedangkan Grasberg Freeport di Papua Barat merupakan penghasil emas terkemuka di dunia.
Tak heran jika wilayah satu pulau (New Guinea Island) ini sangat kaya akan mineral tambang, baik di darat maupun di laut. Di Kepulauan Bismarck, Papua Nugini kini tengah berencana menambang bawah laut dalam, meskipun hal ini mendapat protes dari aktivis lingkungan Pasifik dan hingga kini masih terus ditolak.
Jubi.id mengutip www.pngbusinessnews.com, Jumat (20/6/2025), melaporkan bahwa Manajer Umum Departemen Bisnis Sumber Daya Mineral Luar Negeri Nittetsu Mining Co. Limited, Tn. Shinichiro Mita, bertemu dengan Menteri Perdagangan dan Investasi Internasional, Richard Maru, di Tokyo untuk menyampaikan minatnya berinvestasi di Papua Nugini (PNG), khususnya dalam operasi tembaga dan batu kapur skala menengah.
Nittetsu Mining adalah perusahaan pertambangan Jepang yang mengkhususkan diri dalam sumber daya mineral logam dan nonlogam. Mereka terlibat dalam penambangan, eksplorasi, pemrosesan, dan distribusi mineral, termasuk batu kapur, tembaga, dan produk terkait lainnya.
Mereka juga memiliki tambang tembaga di Chili. Selain itu, mereka terlibat dalam pengembangan mesin, rekayasa lingkungan, real estat, dan proyek energi terbarukan. Perusahaan ini telah lama menjadi importir konsentrat tembaga dari Tambang OK Tedi.

Menteri Maru mengucapkan terima kasih atas minat kuat mereka untuk berinvestasi di PNG, dan menyampaikan undangan kepada mereka untuk menghadiri KTT Zona Ekonomi Khusus PNG ke-2 di Port Moresby, yang akan diselenggarakan pada 31 Agustus hingga 3 September 2025.
“Saya akan menghubungkan mereka dengan Mineral Resources Authority dan Kumul Minerals Holdings Limited sehingga mereka dapat bekerja sama untuk mewujudkan keinginan menjadi perusahaan pertambangan tembaga dan batu kapur skala menengah di PNG. Kami tengah mencari lebih banyak investor Jepang untuk berinvestasi di PNG dan akan berusaha keras mendukung mereka,” kata Menteri Maru.
Menteri Maru juga bertemu dengan perwakilan dari Sumitomo Forestry Co. Limited yang memiliki dan mengoperasikan Open Bay Timber Limited di Provinsi East New Britain, di mana mereka memiliki 10.000 hektare perkebunan kayu putih.
Menteri mendorong mereka untuk secara serius mempertimbangkan pengolahan hilir, alih-alih hanya memanen dan mengekspor kayu bulat ke pasar di Vietnam dan Cina, yang kemudian menjadi sumber impor produk jadi PNG.
“Kami memiliki kebijakan pemerintah yang jelas bagi PNG untuk menghentikan ekspor kayu bulat pada tahun 2025,” kata Menteri Maru.
Perusahaan tersebut mengakui bahwa karena keputusan Pemerintah Indonesia untuk melarang ekspor kayu bulat, mereka kini memiliki pabrik pengolahan hilir utama dalam operasinya di Jawa, tempat mereka mengolah semua kayu dari perkebunan hutan di Indonesia. Mereka bersedia melakukan hal yang sama di PNG. Namun, kendala yang mereka hadapi adalah listrik dan akses jalan menuju Open Bay.
“Saya akan membahas masalah ini dengan Menteri Kehutanan dan Direktur Pelaksana Otoritas Kehutanan PNG, Tn. John Mosoro, sekembalinya saya ke PNG. Ini adalah hasil yang sangat mudah dicapai sejauh menyangkut pemrosesan hilir,” kata Menteri Maru.
PNG Pemain Utama Sektor Pertambangan di Pasifik
Sebagai salah satu negara pertambangan terbesar di dunia, negara tetangga ini akan menggelar Pameran dan Konferensi Sumber Daya Industri & Pertambangan PNG 2025 di Port Moresby pada 2–3 Juli. Demikian dilansir Jubi.id dari laman internet pngmining.com, Jumat (20/6/2025).
Papua Nugini terus tumbuh sebagai pemain utama di sektor pertambangan dan industri, dengan permintaan kuat terhadap peralatan andal dan berkinerja tinggi yang dapat menangani tantangan unik kawasan tersebut.
Seiring bergulirnya proyek infrastruktur besar dan meluasnya pengembangan sumber daya di seluruh negeri, kebutuhan akan mesin yang efisien, tahan lama, dan produktif semakin penting.
Dari operasi penambangan terpencil hingga lokasi penggalian pesisir, peralatan harus mampu bekerja di lingkungan keras dengan meminimalkan perawatan dan waktu henti.
Lincom Group memahami tantangan ini dengan baik dan akan kembali berpartisipasi dalam Pameran dan Konferensi tersebut pada 2–3 Juli di Port Moresby.
Meskipun kaya mineral, Papua Nugini merupakan wilayah dengan tanah dan medan terjal, hutan hujan lebat, serta mosaik budaya yang mencakup sekitar 700 bahasa suku, sedangkan Papua Barat mencatatkan sekitar 250 suku bangsa.
Negara yang merdeka pada 16 September 1975 ini dikenal dengan industri pertambangan signifikan, terutama tembaga dan emas. Namun, PNG juga memiliki sumber daya beragam lainnya yang belum tergarap.
PNG Miliki Sumber Daya Tanah Jarang atau Rare Earth Element (REE)
Pakar geoteknik yang tinggal di Port Moresby, Sachum A. Wapa, dalam artikelnya berjudul Menggali Kekayaan Papua Nugini: Melampaui Tembaga dan Emas menulis bahwa industri pertambangan PNG memiliki sejarah panjang, dimulai sejak 1920-an saat emas pertama kali ditemukan.
Selama bertahun-tahun, industri ini berkembang, dengan tembaga menjadi pemain penting di samping emas. Meski berkontribusi besar terhadap PDB, industri ini menghadapi tantangan seperti masalah lingkungan, sengketa tanah, dan distribusi kekayaan yang belum merata.
Aktivitas pertambangan saat ini mencakup Tambang Emas Lihir milik Newmont, Tambang Emas Porgera milik PNG, dan Tambang Tembaga Ok Tedi sebagai kontributor utama. Proyek-proyek ini, meskipun menguntungkan, kerap menuai kontroversi yang mencerminkan ketegangan antara pembangunan ekonomi dan pelestarian lingkungan.
Salah satu sumber daya yang belum dimanfaatkan adalah unsur tanah jarang (rare earth element/REE), yang kini hampir dikuasai oleh Tiongkok. Mengutip www.foxbusiness.com, Tiongkok menguasai 97 persen pasokan REE dunia sejak 1990-an, menjadikannya pemain dominan industri ini.
REE seperti neodymium, disprosium, dan terbium penting dalam pembuatan teknologi tinggi seperti ponsel pintar, baterai kendaraan listrik, dan teknologi energi terbarukan. Permintaan global yang tinggi menjadikan REE sumber daya strategis dan potensial.
Menurut www.sciencedirect.com, penelitian terhadap Sungai Fly (berbatasan dengan Merauke, Papua Selatan) dan Sungai Sepik menunjukkan bahwa kedua sungai ini kaya unsur REE, khususnya pada fase terlarut yang menunjukkan pengayaan MREE (middle rare earth elements).
Eksperimen laboratorium menunjukkan bahwa reaksi partikel sungai dengan air laut menghasilkan pelepasan MREE yang khas di perairan muara. Mineral fosfat dan sifat kimia air turut berkontribusi terhadap pengayaan ini.
Selain REE, Papua Nugini juga memiliki tanah liat abu vulkanik, khususnya bentonit, yang merupakan sumber daya lain yang belum dieksplorasi. Bentonit dikenal karena daya serap tinggi dan plastisitasnya, serta bisa dimanfaatkan dalam berbagai industri, termasuk kosmetik, farmasi, dan lumpur pengeboran di sektor migas. (*)

Untuk melihat lebih banyak content JUBI TV, click here!