Jayapura, Jubi – Sekitar setengah dari populasi Papua Nugini (PNG) hidup dengan pendapatan kurang dari US$3,65 per hari. Sejak survei terakhir pada 2010, hanya sedikit perubahan dalam kesejahteraan moneter penduduk.
Hal itu terungkap dalam laporan Bank Dunia yang dikutip jubi.id dari laman RNZ Pacific, Senin (5/5/2025).
Laporan tersebut menyebutkan, PNG merupakan salah satu negara dengan tingkat gizi terburuk di dunia. Hampir separuh anak-anak di bawah usia lima tahun mengalami pertumbuhan terhambat (stunting).
Pada tahun 2022, hanya 19 persen penduduk PNG yang memiliki akses ke air minum yang aman, dan hanya 15 persen yang memiliki akses terhadap listrik. Sementara itu, seperempat kaum muda tidak mengikuti pelatihan, pendidikan, atau bekerja.
Direktur Regional Save the Children untuk wilayah Pasifik, Kim Koch, mengatakan bahwa pertumbuhan ekonomi tidak secara otomatis mengangkat masyarakat dari kemiskinan.
“Sayangnya, investasi dalam pertumbuhan ekonomi sering kali tidak diarahkan untuk pengentasan kemiskinan atau menyediakan jaring pengaman yang sangat dibutuhkan oleh keluarga dan anak-anak paling rentan,” kata Koch.
Menurut laporan itu, sejak merdeka pada 16 September 1975, ekonomi PNG telah tumbuh lebih dari tiga kali lipat. Namun, Produk Domestik Bruto (PDB) riil per kapita hanya meningkat rata-rata 0,9 persen per tahun.
Survei Pendapatan dan Pengeluaran Rumah Tangga tahun 2010 menunjukkan 40 persen penduduk hidup di bawah garis kemiskinan nasional sebesar US$2,15 per hari.
“Meskipun tidak ada angka resmi kemiskinan sejak 2010, data rumah tangga menunjukkan hanya sedikit perubahan dalam kesejahteraan moneter,” tulis laporan tersebut.
Koch menambahkan, kemiskinan berdampak langsung pada ketahanan pangan dan mendorong terjadinya kekerasan.
“Konsekuensinya bersifat antargenerasi. Sulit memutus siklus kemiskinan tanpa adanya investasi yang ditujukan secara khusus,” ujarnya.
Ia mengatakan, pendidikan, keselamatan, dan kesehatan anak-anak menjadi aspek yang paling terdampak.
“Sering kali, keluarga hanya mampu memenuhi kebutuhan dasar, sementara hal-hal seperti menyekolahkan anak, menjaga pola makan bergizi, dan mencari layanan kesehatan menjadi prioritas kedua,” katanya.
Fiji Juga Masih Berjuang
Laporan Bank Dunia itu juga menyoroti kondisi di Fiji, yang masih berjuang meningkatkan standar hidup agar sejalan dengan tingkat pendapatannya. Negara ini mencapai status pendapatan menengah ke atas pada 2014, namun pada 2024, sebanyak 50,1 persen penduduknya masih hidup dengan pendapatan di bawah US$6,85 per hari.
Kendati demikian, kemiskinan ekstrem—yakni mereka yang hidup dengan kurang dari US$2,15 per hari—hampir berhasil dihilangkan.
Tingkat kemiskinan di Fiji menurun dari 52,6 persen pada 2019, diproyeksikan menjadi 48,7 persen pada 2025, dan 45,5 persen pada 2027, seiring pertumbuhan ekonomi yang diperkirakan mencapai 3,2 persen pada 2027.
Direktur Eksekutif Dewan Layanan Sosial Fiji, Vani Catanasiga, menyambut baik tren penurunan kemiskinan, tetapi menekankan masih banyak yang perlu dilakukan.
“Kami menilai perlu adanya upaya yang lebih serius dalam memberdayakan perempuan dan pemuda, terutama terkait partisipasi mereka dalam dunia kerja,” ujarnya.
Kepulauan Solomon Tak Luput dari Ancaman Kemiskinan
Survei telepon oleh Bank Dunia pada 2024 menunjukkan bahwa sekitar setengah rumah tangga di Kepulauan Solomon khawatir dengan kondisi keuangan mereka.
Kerawanan pangan juga masih tinggi. Sekitar 50 persen penduduk mengaku makan lebih sedikit dari biasanya dalam 30 hari terakhir.
“Menurut Survei Pendapatan dan Pengeluaran Rumah Tangga 2012/13, sebanyak 61 persen penduduk dikategorikan miskin berdasarkan garis kemiskinan menengah ke bawah (US$3,65 per hari),” tulis laporan itu.
Meski demikian, perekonomian Kepulauan Solomon diproyeksikan tumbuh rata-rata 2,7 persen per tahun dari 2025 hingga 2027, yang diharapkan dapat menurunkan tingkat kemiskinan secara bertahap. (*)

Untuk melihat lebih banyak content JUBI TV, click here!