Wamena, Jubi – Akibat konfilik bersenjata antara TNI/Polri dan TPN-PB sejak 2018 sampai saat ini 2022, ribuan masyarakat Nduga masih mengungsi di beberapa daerah di antaranya di Wamena, Timika, Jayapura, Lanni Jaya, Intan Jaya, dan Nabire.
Ketua koordinator tim relawan pengungsi Nduga sekaligus relawan sekolah darurat, Ragga Kogoya, mengatakan warga Nduga masih mengungsi karena terus terjadi perang atau konflik bersenjata antara TNI/Polri dan TPN-PB.
“Seluruh aktivitas masyarakat di Kabupaten Nduga itu hanya satu distrik saja yang masih berfungsi, yaitu di ibu kota Kenyam itu sendiri,” katanya, Senin (19/12/2022) siang.
Kogoya menjelaskan keberadaan pos TNI di Nduga jaraknya berdekatan, sehingga masyarakat tidak bisa beraktivitas dengan nyaman.
“Karena masyarakat yang rambut lingkar panjang [gimbal] dan memakai kalung ditangkapi oleh aparat, kemudian dikasih pulang, [tetapi] serta malam hari tidak bisa keluar bebas,” jelasnya.
Ia menyampaikan jumlah titik pengungsi Nduga yang ada di Wamena sebanyak 46 titik, dan 26 posko belum pernah mendapatkan bantuan.
“Mereka sendiri tidak terima [bantuan], sementara sisanya dilayani dari posko umum,” katanya.
Menurutnya, dari sejumlah pemberitaan media mainstream yang mengatakan bahwa kondisi di Nduga sudah kondusif atau baik-baik saja, adalah kabar bohong atau hoaks.
“Karena mereka mau mengkalim bahwa negara ini baik-baik saja, itu yang pertama, kemudian yang kedua saya sampaikan bahwa pelanggaran HAM itu secara tidak langsung sedang terjadi,” ujarnya.
Ia menambahkan, pada 2021 pengungsi Nduga yang meninggal dunia akibat konflik bersenjata antara TNI/Polri dan TPN-PB di Nduga sebanyak 615 orang.
“Itu tidak termasuk tahun ini, mungkin sudah mencapai ribuan,” katanya.
Secara keselurahan, kata dia, pengungsi Nduga yang terdata pada 2020 sebanyak 69 ribu orang.
“Tetapi dua tahun ke belakang ini kami belum hitung, karena posko kami dibubarkan secara paksa. Setiap kali kami lakukan pendataan warga pengungsi, selalu dipandang secara negatif,” katanya. (*)