Jayapura, Jubi – Pemerintah Provinsi Papua Pegunungan melalui Dinas Pangan, Pertanian, Perikanan dan Peternakan akan memperketat pengawasan pengiriman hewan ternak babi dari luar daerah. Hal itu dilakukan guna mengantisipasi penyebaran wabah African Swine Fever atau ASF, wabah demam babi afrika yang telah ditemukan kasusnya di sejumlah kabupaten di Papua Pegunungan.
Sekretaris Dinas Pangan, Pertanian, Perikanan dan Peternakan Provinsi Papua Pegunungan, Malhai Mabel mengatakan sudah ditemukan enam kasus ASF di Kabupaten Jayawijaya dan Kabupaten Yahukimo. Akan tetapi, dinas belum dapat merinci kasus itu.
“Di Papua Pegunungan, sudah ada enam kasus [ASF] ditemukan seperti di Jayawijaya dan Yahukimo. Telah dilakukan uji laboratorium, dan hasilnya positif. Sementara kabupaten lain, [kami] belum bisa turun lapangan untuk memastikan uji laboratorium,” kata Malhai dalam keterangan persnya di Wamena, Senin (23/12/2024).
Pemerintah Provinsi Papua Pegunungan akan memperketat pengawasan pengiriman ternak babi dari luar Papua Pegunungan. Untuk sementara waktu, dari daerah temuan kasus positif ASF tidak akan didatangkan ternak babi hidup maupun dalam dalam bentuk daging potong.
Menurutnya, Dinas Pangan Papua Pegunungan telah bertemu dengan beberapa maskapai penerbangan di Sentani, Kabupaten Jayapura, Provinsi Papua. Mereka meminta maskapai tidak mengangkut babi dari daerah di luar Papua Pegunungan yang terkategori sebagai daerah terjangkit.
Malhai mengakui upaya membatasi pengiriman hewan ternak babi dari luar Papua Pegunungan cukup sulit dilakukan, mengingat masyarakat belum memahami bahaya ASF. Selain itu, pembatasan itu masih bersifat imbauan, karena Pemerintah Provinsi Papua belum selesai membuat peraturan pembatasan pengiriman babi dari luar Papua Pegunungan yang rencananya akan dituangkan dalam bentuk surat keputusan kepala daerah.
“Kami hanya dapat sampaikan kepada seluruh lapisan masyarakat untuk waspada bersama-sama. Wabah ini sangat membahayakan kelompok peternak babi di Papua Pegunungan, sehingga perlu dipahami bersama,” katanya.
Malhai mengingatkan mendatangkan ternak babi tanpa melalui proses karantina yang layak meningkatkan risiko penyebaran wabah ASF. “Maka kami imbau bagi kelompok peternak maupun kelompok usaha yang punya niat mengirimkan babi hidup maupun potongan daging beku, untuk sementara waktu tidak diizinkan,” katanya.
Dinas Pangan Papua Pegunungan menganjurkan kelompok peternak maupun masyarakat lainya, agar dapat mengembangkan ternak lokal untuk memenuhi kebutuhan daging babi di Papua Pegunungan. “Bagi masyarakat Papua Pegunungan khususnya, babi merupakan hewan yang memiliki nilai ekonomis yang tinggi. Kami minta seluruh masyarakat kembang-biakkan ternak babi [dan] mengonsumsi [babi] yang berasal dari lokal di daerah masing-masing,” katanya.
Harus patuhi aturan
Meski penyebaran virus atau wabah ASF belum terpetakan secara lengkap, Dinas Pangan, Pertanian, Perikanan dan Peternakan Papua Pegunungan terus melacak kasus positif ASF di wilayahnya. Dokter hewan pada Dinas Pangan Papua Pegunungan, Ribka Elopere menyatakan demam babi afrika merupakan penyakit yang baru ditemukan di sana.
Elopere menyatakan setelah kasus positif ASF ditemukan di Indonesia, juga di Provinsi Papua, pihaknya terus melakukan pengambilan sampel dan untuk diperiksakan di Loka Veteriner Jayapura. “Di Papua Pegunungan Jayawijaya ada ASF yang menyerang ternak babi baik ternak lokal maupun jenis apapun. Jika dibiarkan terus, kemungkinan para peternak [babi di Papua Pegunungan] akan mengalami kerugian,” ujar Elopere.
Ia menjelaskan gejala klinis ternak babi terjangkit virus ASF adalah demam tinggi dan diare. Selain itu, babi yang terinfeksi virus ASF memiliki kulit berwarna kemerahan, mengeluarkan darah dari hidung, mulut, maupun kelamin ternak.
Menurut Elopere, itu terjadi karena virus itu menyerang pembuluh darah hewan. “Jika masyarakat menemukan ada gejala klinis seperti itu pada ternaknya, silahkan melapor ke dinas terkait di setiap kabupaten,” katanya.
Ia juga meminta semua pihak mematuhi aturan pembatasan pengiriman hewan ternak babi. “Kami hanya bisa mengarahkan masyarakat untuk memahami imbauan itu untuk kepentingan bersama. Jika memang ada ternak Babi yang hendak masuk ke Papua Pegunungan, agar dilakukan pemeriksaan sampel darah di karantina hewan atau Loka Veteriner Jayapura. Jika negatif [virus ASF], baru bisa diberangkatkan ke Wamena,” katanya.
Perwakilan Dewan Adat Wilayah Adat Lapago, Lemok Mabel menyatakan informasi tentang wabah ASF memang nyata dan sering kali dialami masyarakat. “Pandangan Dewan Adat, kembali ke kesadaran masyarakat, bagaimana dapat memahami gejala maupun antisipasinya secara baik, agar [wabah itu] tidak semakin meluas,” katanya.
Dewan Adat Wilayah Lapago juga berharap agar masyarakat dapat kembali mengembangkan hewan ternak babi lokal, dan tidak lagi mengandalkan pasokan babi luar daerah untuk mencukupi kebutuhan daging babi di Papua Pegunungan. “Kenapa harus mendatangkan dari luar jika ternak lokal ada. Kami imbau masyarakat harus ternak [babi] sendiri, dan rutin menjaga kesehatan ternak,” kata Lemok. (*)
Untuk melihat lebih banyak content JUBI TV, click here!