Teminabuan, Jubi – Penolakan dari masyarakat adat terhadap hasil seleksi calon anggota Dewan Perwakilan Daerah Kabupaten atau DPRK Sorong Selatan, Papua Barat Daya melalui mekanisme pengangkatan atau kursi pengangkatan periode 2024-2029 terus berlanjut.
Masyarakat adat kembali menggelar aksi damai di Kantor Kesatuan Bangsa dan Politik atau Kesbangpol Sorong Selatan, Senin (5/5/2025). Sebelumnya masyarakat adat Sorong Selatan telah melakukan aksi serupa pada 1 Mei 2025.
Mereka menyuarakan berbagai dugaan pelanggaran dan ketidakadilan dalam proses seleksi calon anggota DPRK Sorong Selatan melalui mekanisme pengangkatan, yang dianggap tidak transparan serta sarat kepentingan.
Ketua Lembaga Masyarakat Adat atau LMA Suku Gemna, Herit Ani dalam pernyataannya menyampaikan ketidakpuasan terhadap panitia seleksi atau pansel.
Protes serupa dikatakan Sekretaris LMA Sorong Selatan, Agustina Dedaida. Ia mengatakan, pihaknya menemukan bukti kuat adanya dugaan pelanggaran prosedur dalam proses seleksi calon anggota DPRK Sorong Selatan kursi pengangkatan.
“Kami dari LMA Kabupaten Sorong Selatan bersama masyarakat adat, telah melakukan evaluasi mendalam atas hasil seleksi calon anggota DPRK [mekanisme pengangkatan atau jalur] Otsus Papua. Evaluasi dilakukan pada 2 Mei 2025, di Sekretariat LMA, dan hasilnya menunjukkan adanya [dugaan] pelanggaran serius terhadap aturan yang berlaku,” kata Agustina Dedaida.
Menurutnya, dugaan pelanggaran yang ditemukan bersifat administratif dan sistemik. Katanya, panitia seleksi telah mengumumkan 15 nama calon yang lolos seleksi administrasi tanpa mengindahkan syarat normatif.
“Banyak dari mereka yang tidak memenuhi kriteria, namun tetap diloloskan. Ini melanggar Peraturan Panitia Seleksi Nomor 1 Tahun 2024, serta Peraturan Pemerintah Nomor 106 Tahun 2021,” katanya.
LMA Sorong Selatan juga menduga adanya intervensi dan manipulasi dalam proses seleksi administrasi.
“Kami menemukan dokumen internal yang menunjukkan intervensi dalam proses seleksi. Bahkan, ada calon yang diluluskan karena memiliki hubungan keluarga dengan panitia. Ini adalah bentuk konflik kepentingan yang nyata,” ucapnya.
Agustina Dedaida mengatakan, tidak ada transparansi dalam tahapan seleksi. Masyarakat tidak pernah diberi akses informasi mengenai kriteria, mekanisme tes, atau daftar peserta yang diterima. Tidak adanya keterbukaan dari panitia membuat masyarakat merasa dikhianati.
LMA Sorong Selatan mendesak, hasil seleksi dibatalkan, dan dilakukan pemeriksaan oleh instansi berwenang, kemudian diadakan seleksi ulang dengan panitia baru yang dibentuk langsung oleh gubernur.
“Kami menyerukan kepada semua pihak agar menjaga integritas pelaksanaan Otonomi Khusus di Tanah Papua,” ujarnya.
Salah satu calon anggota DPRK Sorong Selatan mekanisme pengangkatan, yang mengikuti seleksi, Tonche Sagisolo menilai seleksi yang dilakukan pansel penuh rekayasa.
“Saya ikut daftar secara resmi. Tapi yang lolos malah orang-orang yang kami tahu tidak punya rekam jejak perjuangan atau keterlibatan di masyarakat. Bahkan ada yang baru muncul tiba-tiba. Ini bukan seleksi, ini politik kotor,” kata Tonche.
Menurutnya, proses seleksi dilakukan dengan penuh kecurangan, karena tidak ada satupun tahapan tes yang dijelaskan secara terbuka.
“Kami sudah tanya dimana syarat, di mana tesnya? Kok tiba-tiba ada pengumuman 15 nama [yang dinyatakan lolos seleksi administrasi? Lalu, kita yang benar-benar datang dari kampung, dari akar rumput, malah digugurkan tanpa alasan,” ucapnya.
Ia menyatakan, pihaknya bersama masyarakat adat tidak akan tinggal diam. “Kami akan terus aksi, kami akan tempuh jalur hukum kalau perlu. Kami minta panitia ini dibubarkan, seleksi ulang, dan dikawal langsung oleh pemerintah provinsi,” kata Tonche Sagisolo.
Dalam pertemuan terbuka di halaman kantor Kesbangpol, Wakil Bupati Sorong Selatan, Yohan Bodori yang menerima aspirasi masyarakat menyampaikan bahwa proses seleksi yang dilakukan oleh Pansel telah berjalan sesuai mekanisme yang berlaku.
“Kami menyampaikan permohonan maaf dari pemerintah. Pada dasarnya tahapan yang sudah dilalui telah disampaikan. Hasil dari yang sudah kita ikuti bersama itulah yang menjadi catatan, dan akan dilihat oleh panitia dalam hal ini pansel,” kata Yohan Bodori di hadapan peserta aksi.
Ia menegaskan, pemerintah tidak akan melakukan intervensi dalam proses seleksi DPRK mekanisme pengangkatan. Sebab, pansel sudah bekerja berdasarkan mekanisme.
“Saya tidak katakan aturan dan lain sebagainya, tapi mereka sudah kerja, selesai. Mekanisme itu sudah dilalui. Kalau pun diberi waktu untuk menjawab, kita beri kesempatan,” ujar Bodori.
Wakil Bupati Sorong Selatan menyatakan, kedepan, hasil kerja Pansel akan disampaikan secara terbuka dan berharap semua pihak dapat menerima dengan bijak.
“Selanjutnya kita akan ikuti bersama-sama apa yang nanti diputuskan oleh pansel. Kami mohon pengertian baik dari bapak ibu sekalian. Masukan dan sikap yang disampaikan akan kami laporkan kepada ibu bupati yang kini masih di luar daerah,” kata Yohan Bodori.
Ketua pansel kursi pengangkatan DPRK Sorong Selatan, Yusuf Momot yang hadir dalam pertemuan itu, menyampaikan permohonan maaf kepada masyarakat atas proses yang belum sepenuhnya memuaskan berbagai pihak.
“Atas nama pansel kami menyampaikan permohonan maaf jika pelaksanaan kegiatan kami berdasarkan tahapan dan Peraturan Pemerintah Nomor 106, tidak berjalan seperti yang diharapkan oleh masyarakat adat maupun para calon,” kata Yusuf Momot.
Katanya, pansel telah menerima seluruh aspirasi masyarakat dan akan segera melakukan rapat internal untuk membahas tanggapan yang disampaikan.
“Ini waktunya untuk mendapatkan sanggahan. Kami akan rapat dalam waktu yang sesingkat-singkatnya dan akan memberikan penjelasan serta keputusan berdasarkan masukan yang kami terima,” ujarnya.
Katanya, ada 54 calon yang telah mengikuti tahapan seleksi. Pihaknya pun melaksanakan mekanisme mulai dari pendaftaran hingga pengumuman.
“Namun karena ada dinamika seperti ini, tentu kami akan membahasnya lagi dan berkonsultasi dengan pemerintah dan tokoh masyarakat,” ucapnya. (*)

Untuk melihat lebih banyak content JUBI TV, click here!