Sentani, Jubi – Siswa Wilayah Pembangunan III di Distrik Nimboran, Kemtuk, Kemtuk Gresi, dan Nimbokrang di Kabupaten Jayapura sering menumpang truk kontainer setiap ke sekolah.
Pemandangan ini sering dijumpai di jalan raya dari Kampung Kwansu menuju Worambaim setiap paginya. Demikian juga dari Benyom Jaya Nimbokrang menuju Nimboran, tampak para siswa setiap paginya menuju SMP dan SMA di Nimboran dengan menumpang truk kontainer.
Salah satu masyarakat di Kampung Kwansu, Yosepus Klemen, mengatakan hal tersebut sudah menjadi rutinitas setiap pagi bagi anak-anak sekolah di kampungnya, yang menempuh pendidikan di bangku SMP dan SMA.
“Sebagai orang tua, pasti khawatir dan takut, hal-hal yang negatif suatu saat terjadi kepada anak-anak,” ujar Yosepus, di Sentani, Kamis (2/3/2023).
Dijelaskannya, saat ini transportasi angkutan umum sudah mulai susah dan jarang melintas, apalagi untuk rute lokal di Wilayah Pembangunan III. Semua transportasi unum hanya melayani penumpang yang bepergian ke kota atau ke pasar di Sentani. Sementara transportasi untuk anak-anak sekolah di wilayah ini belum tersedia.
“Setiap pagi, mereka [anak-anak sekolah] biasanya tunggu di pertigaan jalan. Jika ada truk atau pikap kosong, mereka selalu menumpang untuk memperpendek jarak ke sekolah. Pulang sekolah juga, hal yang sama mereka lakukan, kadang juga jalan kaki,” jelasnya.
Dirinya berharap pemerintah daerah melalui kebijakan pemerintah cistrik atau Kampung, dapat menyediakan fasilitas penunjang bagi anak-anak sekolah, khususnya kendaraan antar jemput ke sekolah.
“Ada banyak anak-anak yang tidak ke sekolah karena jarak dari rumah ke sekolah sudah sangat jauh. Yang lalu, di zaman kami, kami berjalan hingga puluhan kilometer, generasi saat ini harus mendapat pelayanan yang terbaik,” harapnya.
Sementara itu, Ketua Komisi C DPRD Kabupaten Jayapura, Hariyanto Piet Soyan, mengatakan situasi yang dihadapi anak-anak di Lembah Grime Nawa sama dengan di bagian pesisir Demta.
“Untuk transportasi sekolah dari Demta ke SMA, harus menumpang truk atau dump truck perusahaan yang kembali dari Demta setelah mengantar minyak sawit,” katanya.
Menurutnya, pemerintah daerah harus mencari solusi terbaik untuk menjawab persoalan pelayanan pendidikan di pinggiran kota. Selain tenaga guru, hal-hal seperti ini juga harus menjadi perhatian serius.
“Dalam waktu dekat ini kita coba koordinasi dengan instansi terkait, agar bisa menemukan solusi terbaik untuk pelayanan pendidikan bagi masyarakat kita yang berada di pinggiran kota,” ucapnya. (*)