Jayapura, Jubi – Akademisi Universitas Sains dan Teknologi Jayapura atau USTJ menyebut kawasan Distrik Abepura sebagai zonasi pendidikan, perdagangan, dan jasa sudah sesuai mekanisme rencana tata ruang wilayah atau RTRW. Namun, dampak lingkungan penting dijaga masyarakat Abepura.
Pengamat Planologi USTJ Anna M Labok mengatakan wilayah Distrik Abepura yang sebelumnya hanya zonasi pusat pendidikan, kini juga menjadi zonasi perdagangan dan jasa. Hal itu dilihat pada banyaknya pertokoan dan pasar yang sedang beroperasi di wilayah Distrik Abepura.
“Kemudian terjadi padat penduduk di beberapa area yang sebelumnya kosong, atau bukan untuk dihuni masyarakat,” katanya, di Ruang Program Studi (Prodi) Teknik Perencanaan Wilayah dan Kota, USTJ, Kota Jayapura, pada Selasa (8/10/2024).
Anna menegaskan, ada daerah rawan banjir yang perlu diperhatikan Pemerintah Kota (Pemkot) Jayapura yaitu kali Acai. Menurutnya pola tata ruang wilayah untuk Kali Acai, telah memenuhi kriteria jarak dari permukiman ke tepi kali yaitu minimal tiga meter. Namun menurutnya, kesadaran masyarakat sekitar dalam menjaga kebersihan Kali Acai masih kurang.
“Menurut Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) tentang penetapan garis sempadan sungai dan garis sempadan danau, pada Pasal 7 menyebut bahwa garis sempadan sungai bertanggul di dalam kawasan perkotaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat 2 huruf c, ditentukan paling sedikit berjarak 3 meter dari tepi luar kaki tanggul sepanjang alur sungai,” katanya.
Menurutnya, Kali Acai itu merupakan sempadan sungai yang bertanggul di tengah kota, jadi jarak bangunan rumah harus tiga meter. “Dan yang terjadi memang sudah sesuai karena dibatasi oleh jalan gang di kiri dan kanan kali itu. Tujuannya jelas bahwa keamanan masyarakat sekitar yang dijaga,” ujarnya.
Anna yang juga merupakan Sekretaris Prodi Teknik Perencanaan Wilayah dan Kota USTJ mengatakan, apabila masyarakat memilih wilayah sempadan sungai seperti Kali Acai untuk ditempati, maka Pemkot Jayapura harus melakukan publikasi informasi melalui sosialisasi, pertemuan, atau musyawarah di tingkat kelurahan dan desa, tentang pencegahan bahaya banjir supaya hal itu bisa diketahui masyarakat.
“Kalau saat ini masyarakat tidak tahu, atau tetap biarkan lingkungan kali itu kotor padahal mereka tempati garis sempadan sungai, itu berarti yang mengatur masyarakat belum aktif melakukan publikasi bahaya banjir untuk wilayah Kali Acai,” katanya.
Sementara itu, salah satu anggota Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Papua Rudi Jafata menyebutkan, lokasi hulu Kali Acai di daerah Padang Bulan dan aliran air mengalir hingga bermuara di Teluk Youtefa. Menurutnya, hampir setiap tahun terjadi banjir yang diakibatkan oleh banyaknya sampah, yang menyumbat aliran air Kali Acai.
“Terutama kita tahu bahwa, salah satu bagian dari kali yang di wilayah Konya itu termasuk rawan banjir karena sampah. Ditambah sekarang RS Vertikal sudah berdiri tepat di area resapan air di Konya, tentu memadati tanah sekitar dan volume air otomatis semakin tinggi di Konya, air itu juga mengalir ke Acai dan terus ke Teluk Youtefa, banyak sampah, pasti banyak musibah banjir,” ujarnya.
Ia mengatakan, jika ditelusuri kembali wilayah Kota Jayapura pada 2022 ada sekitar 7.000 warga terdampak banjir. Kemudian pada 2023 ada aksi bersih-bersih sampah saat World Cleanup Day (WCD), dan ditemukan hampir dua ton sampah yang terdiri dari sampah botol kaca dan plastik di muara Kali Acai.
“Waktu itu, sampah botol kaca ditemukan dan beratnya sekitar 660 kilogram dan botol plastik itu nyaris sama dengan [botol] kaca, beratnya mencapai 554 kilogram. Jumlah yang tidak sedikit, tentu saya harap masyarakat sekitar Organda, Konya, dan Acai harus lebih sadar jaga kebersihan kali dari sampah,” ujarnya. (*)