Jayapura, Jubi – Yayasan Pusaka Bentala Rakyat pada Rabu (13/4/2023) mengajukan gugatan intervensi sebagai pihak ketiga dalam sengketa Tata Usaha Negara atau TUN yang tengah berlangsung di Pengadilan Tata Usaha Negara Jayapura di Kota Jayapura, Provinsi Papua. Sengketa TUN yang diintervensi Yayasan Pusaka itu terkait penerbitan izin perkebunan kelapa sawit di Kabupaten Boven Digoel, Provinsi Papua Selatan.
Direktur Yayasan Pusaka Bentala Rakyat, Franky Samperante dalam keterangan pers tertulisnya mengatakan pengajuan gugatan intervensi itu melibatkan tim kuasa hukum yang tergabung dalam Koalisi Selamatkan Hutan Adat Papua. Yayasan Pusaka meminta dijadikan penggugat intervensi dalam gugatan gugatan TUN yang diajukan Hendrikus Woro terhadap Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Provinsi Papua.
“Permohonan intervensi itu didasarkan misi memperjuangkan pemenuhan hak-hak dasar rakyat, hak atas tanah dan kekayaan alam lainnya, hak atas lingkungan hidup, adanya pengakuan dan perlindungan atas keberadaan dan Hak-hak Masyarakat Adat,” kata Franky.
Gugatan Hendrikus Woro itu terdaftar di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jayapura dengan nomor perkara 6/G/LH/2023/PTUN.JPR. Gugatan itu diajukan karena Kepala DPMPTSP Papua menerbitkan Surat Keputusan Nomor 82 Tahun 2021 tentang Kelayakan Lingkungan Hidup Rencana Pembangunan Perkebunan Kelapa Sawit dan Pabrik Pengolahan Kelapa Sawit dengan Kapasitas 90 Ton TBS/Jam Seluas 36.094,4 Hektar oleh PT Indo Asiana Lestari di Distrik Mandobo dan Distrik Fofi, Kabupaten Boven Digoel.
Menurut Franky, Yayasan Pusaka berpandangan gugatan Hendrikus Woro terhadap Kepala DPMPTSP Papua merupakan upaya menuntut pemulihan hak atas tindakan negara yang abai menghormati, melindungi dan memenuhi hak masyarakat adat.
Franky berharap Majelis Hakim PTUN Jayapura yang memeriksa dan mengadili perkara itu mengabulkan permohonan Pusaka untuk menjadi penggugat intervensi dalam perkara itu. “Pemohon intervensi Yayasan Pusaka Bentala Rakyat atas kemauan sendiri,” ujarnya.
Anggota Kuasa Hukum Koalisi Selamatkan Hutan Adat Papua, Emanuel Gobay menyatakan Yayasan Pusaka sebagai organisasi yang bergerak di bidang lingkungan hidup memiliki hak untuk mengajukan gugatan intervensi dalam sengketa yang terkait masalah lingkungan hidup. Hak itu diatur Pasal 92 ayat (2) dan (3) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
“Dalam rangka pelaksanaan tanggung jawab perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, organisasi lingkungan hidup berhak mengajukan gugatan untuk kepentingan pelestarian fungsi lingkungan hidup”, jelas Gobay.
Gobay menyatakan penerbitan Surat Keputusan Kepala DPMPTSP Nomor 82 Tahun 2021 akan berdampak kepada lingkungan hidup dan keanekaragaman hayati di Boven Digoel. “Hal itu merugikan kepentingan dari pemohon intervensi yang saat ini bersama-sama penggugat, dan masyarakat adat lainnya yang sedang mempersiapkan syarat pengakuan hutan adat guna perlindungan sumber daya dan lingkungan,” kata Direktur Lembaga Bantuan Hukum Papua itu. (*)