Walhi : nelayan masyarakat adat Papua harus dilindungi dari himpitan investor dan perubahan iklim

WALHI
Direktur Eksekutif Daerah WALHI Papua Maikel Primus Peuki, Bersama WALHI REGION BANUSRAMAPA (Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Maluku Utara, dan Papua)- Doc. Walhi Papua

 

Jayapura, Jubi – Direktur Eksekutif Daerah (WALHI) Papua Maikel Primus Peuki, mengatakan nasib nelayan masyarakat adat Papua kian terhimpit karena anomali  perubahan iklim dan lajunya investasi.  Ini  tentunya akan mengancam wilayah masyarakat adat, wilayah pesisir serta pulau pulau kecil. Butuh kebijakan dan regulasi yang berbasis pada kondisi faktual dan masyarakat

“Tanah Papua bukan hanya dikenal dengan hutan rimba dan kaya akan flora dan fauna yang ada di darat. Papua juga memiliki banyak pulau-pulau kecil yang berada di wilayah timur indonesia, terdapat 3.676 pulau yang punya nama dan ada 6 pulau yang tidak punya nama, ini  harus dilindungi dari kedua ancaman diatas,” kata Peuki  bersama WALHI region  BANUSRAMAPA (Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Maluku Utara, dan Papua) yang diterima Jubi, Senin (20/02/2023).

WALHI region BANUSRAMAPA menyerukan untuk melindungi 7.280 pulau dari ancaman krisis iklim, bencana ekologis dan investasi industri berbasis kawasan di Banusramapa.

Peuki mengatakan, perubahan iklim yang terjadi memicu anomali cuaca sehingga mengacaukan kalender musim nelayan. Banyak nelayan yang merasakan menurunnya hasil tangkapan serta keselamatan mereka saat melaut.

“Hal itu tercermin juga pada nelayan masyarakat adat Papua dalam mengantisipasi dampak perubahan iklim tapi juga, orang Papua harus bersaing dengan masyarakat lain yang datang dari luar Papua dalam hal bisnis,” katanya.

Peuki mengatakan, peningkatan suhu akibat perubahan iklim memicu rusaknya terumbu karang, degradasi mangrove, tapi juga persoalan terbesar di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil adalah tata kelola ruang.

“Baik di wilayah darat maupun lautan kondisi keterancaman ini sangat mengkhawatirkan, karena memiliki resiko besar memperentan wilayah tersebut, termasuk resiliensi terhadap bencana, karena perpaduan bencana perubahan iklim dan rusaknya kawasan yakni memunculkan potensi kerentanan wilayah,” katanya.

Peuki mengatakan, ancaman datang juga dari beberapa investor yang sedang beraktivitas di kawasan sekitar pulau-pulau kecil, baik itu yang kabupaten yang berada di Provinsi Papua dan Papua Barat, termasuk 4 daerah provinsi baru.

“Dari berbagai kepungan ancaman ini memiliki perspektif sensitif ekologi dan perubahan iklim, perlu ada kebijakan dan regulasi nantinya melihat aspek perlindungan, rehabilitasi dan memperhitungkan loss and damage untuk menghitung potensi yang akan hilang serta dampaknya bagi keberlanjutan kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil,” katanya.

Peuki mengatakan, Walhi Region BANUSRAMAPA mengimbau  seluruh masyarakat Indonesia dari Sabang sampai Merauke untuk segera mungkin memetakan dan mendokumentasikan semua wilayahnya,  sebelum  hilang akibat dari bencana ekologi dan krisis iklim yang akan melanda seluruh wilayah indonesia terutama wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil.

“Kami mendesak pemerintah Indonesia untuk mengevaluasi dan menghentikan seluruh proyek industri ekstraktif di wilayah pesisir dan pulau kecil di kawasan timur Indonesia. Selain itu, mendorong pemerintah menjamin pengakuan dan perlindungan wilayah kelola rakyat di wilayah pesisir pulau kecil serta segera menyusun skema penyelamatan kawasan dan masyarakat pesisir dari ancaman dampak buruk krisis iklim,” katanya.(*)

 

 

Comments Box

Dapatkan update berita terbaru setiap hari dari News Room Jubi. Mari bergabung di Grup Telegram “News Room Jubi” dengan cara klik link https://t.me/jubipapua , lalu join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.
banner 400x130
banner 728x250