Wamena, Jubi – Enam perwakilan organisasi kemasyarakatan terdiri dari tokoh perempuan, tokoh pemuda, tokoh gereja, dan mahasiswa, dan perwakilan Pemerintah Kabupaten Nduga yang tergabung dalam Tim Pencari Kebenaran Kuyawage, telah menginvestigasi korban dugaan penembakan dan penculikan terhadap warga sipil dan anak di bawah umur oleh pasukan gabungan TNI/Polri.
Salah satu tokoh perempuan sekaligus aktivis Hak Asasi Manusia (HAM) Nduga, Ragga Kogeya, menjelaskan sejak penyanderaan pilot asal Selandia Baru, Philip Mark Mahrtens, pada 7 Februari 2023 lalu oleh Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPNPB) Kodap III Ndugama, terjadi operasi militer TNI/Polri di Kuyawage, Kabupaten Lanny Jaya, Provinsi Papua Pegunungan.
“Akibatnya warga sipil mengungsi ke hutan termasuk terutama anak-anak di bawah umur menjadi korban kekerasan militer Indonesia,” katanya, saat jumpa pers di Wamena, Jayawijaya, pada Sabtu (15/4/2023) malam.
Kogeya mengatakan bersama Tim Pencari Kebenaran Kuyawage telah berhasil menginvestigasi korban kekerasan militer, dan data nama-nama korban.
“Pertama korban anak di bawah umur atas nama Parena Karunggu (16) telah kena tembak di bagian pingang belakang, dan peluru masih bersarang dalam tubuh,” katanya.
Kedua Wity Unue (17) mengalami penyiksaan kemudian meninggal dunia di dalam tahanan. Ketiga Preson Gwijangge (15) masih ada dalam tahanan militer, tetapi belum ketahui status keberadaanya oleh pihak keluarga korban.
Korban keempat Ependak Karunggu (15) mengalami penyiksaan, dan keenam Cerita Telenggen (25) masih ditahan tetapi belum diketahui keberadaannya. Ketujuh Kejar Murib (15) masih dalam tahanan dan belum diketahui keberadaanya.
Kedelapan Oumeka Tabuni (28) masih ditahan dan belum diketahui keberadaannya. Kesembilan anak dari Bapak Wahyu di Distrik Kuyawage yang masih ditahan dan belum diketahui keberadaanya.
“Anak-anak itu, mereka bukan bagian dari anggota TPNPB-OPM tetapi statusnya masih pelajar, sehingga saya merasa kecewa dengan TNI/Polri karena mereka juga telah memalsukan salah satu identitas korban atas nama Wity Unue umur 17 tahun tetapi ia dijadikan 31 tahun,” katanya.
Ia juga meminta TNI/Polri agar segera melaporkan ke keluarga korban terkait keberadaan para korban.
“Supaya keluarga korban dan kami juga harus tahu keberadaan mereka ini, apakah masih hidup atau sudah dibunuh lalu dibuang,” katanya.
Kogeya juga berharap kepada Presiden Indonesia dan juga Menteri Hukum dan HAM, panglima TNI, dan kapolri, segera nenarik kembali pasukan organik dan nonorganik dari seluruh Tanah Papua khsusnya Nduga dan Kuyawage.
Ia juga meminta kepada ketiga pemerintah daerah yakni Kabupaten Nduga, Lanny Jaya, dan Puncak Papua untuk segera melakukan MoU bersama Polres dan Kodim Persiapan yang ada, untuk menjamin keamanan warga sipil.
Sementara itu, Wakil Ketua I DPRD Nduga, Alimi Gwijangge, mengatakan bahwa banyak warga sipil yang menjadi korban.
“Kami telah menemukan banyak bukti maka kami dari pemerintah khususnya lembaga legislatif, telah banyak melihat dan menghadapi tantangan maka diperlukan negosiasi dengan aparat yang ada di Nduga, seperti kapolres dan dandim,” katanya. (*)

Untuk melihat lebih banyak content JUBI TV, click here!