Jayapura, Jubi – Pengadilan Negeri Jayapura pada Selasa (4/4/2023) menggelar sidang pembacaan eksepsi atas perkara makar yang didakwakan kepada mahasiswa Universitas Sains dan Teknologi Jayapura atau USTJ, Yoseph Ernesto Matuan. Dalam eksepsinya, Koalisi Penegak Hukum dan Hak Asasi Manusia Papua selaku penasehat hukum Matuan meminta dakwaan Jaksa Penuntut Umum dinyatakan batal demi hukum.
Kasus dugaan makar yang didakwakan kepada Yoseph Ernesto Matuan itu berkaitan dengan aksi mimbar bebas di halaman USTJ pada 10 November 2022. Mimbar bebas dengan membawa bendera bintang kejora itu digelar untuk menolak rencana dialog damai Papua yang digagas Komisi Nasional Hak Asasi Manusia atau Komnas HAM RI.
Perkara makar yang didakwakan kepada Matuan terdaftar di Pengadilan Negeri Jayapura dengan nomor perkara 92/Pid.B/2023/PN Jap. Sidang itu dipimpin majelis hakim yang diketuai Zaka Talpatty SH MH bersama hakim anggota Donald Everly Malubaya SH dan Gracely Novendra Manuhutu SH.
Pada 28 Maret 2023, Jaksa Penuntut Umum (JPU) mendakwa Matuan dengan dua delik makar. Dalam dakwaan pertama, JPU mendakwa Matuan dengan delik makar secara bersama-sama, sebagaimana diatur Pasal 106 KUHP jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP. Dalam dakwaan kedua, JPU mendakwa Matuan dengan delik bersama-sama membuat permufakatan melakukan makar sebagaimana diatur Pasal 110 ayat (1) KUHP jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
Pada sidang Selasa, Koalisi Penegak Hukum dan Hak Asasi Manusia Papua selaku penasehat hukum Matuan membacakan eksepsi mereka atas dakwaan JPU. Eksepsi itu dibacakan secara berganti oleh advokat Helmi SH, Henius Asso SH dan Persila Heselo SH.
Tim penasehat hukum Matuan menilai pasal makar yang didakwa JPU tidak tepat dan cermat dalam mengurai waktu kejadian dan tempat kejadian. Uraian waktu kejadian dan tempat kejadian yang berbeda-beda itu tidak berdasarkan ketentuan Pasal 143 ayat (3) KUHAP.
Eksepsi itu juga mendalilkan bahwa polisi melakukan penangkapan sewenang-wenang. Penetapan tersangka terhadap Matuan merupakan pelanggaran kebebasan berekspresi.
Koalisi mendalilkan penggunaan pasal makar yaitu Pasal 106 KUHP dan 110 KUHP tidaklah tepat, karena didasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 77 Tahun 2007 tentang Lambang Daerah. Koalisi mendalilkan Pasal 6 ayat (4) yang menyatakan “Desain logo dan bendera daerah tidak boleh mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan desain logo dan bendera organisasi terlarang atau organisasi/perkumpulan/lembaga/gerakan separatis dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia” tidak sesuai dengan standar penegakan HAM.
“Penjelasan pasal itu menyatakan, Peraturan Pemerintah yang dibuat masa Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ini tentu secara hukum pula tidak tepat, karena bertentangan dengan standar hukum HAM berkaitan dengan ekspresi politik maupun ekspresi sosial budaya,” demikian eksepsi Matuan.
Koalisi mendalilkan selain itu Surat Pemberitahuan Penangkapan dan Penahanan baru diterbitkan dan diberikan kepada penasehat hukum pada tanggal 12 November 2022, sebagaimana terlihat dalam Surat Pemberitahuan Penangkapan dan Penahanan Nomor: B/1981/XI/2022/Reskrim tertanggal 12 November 2022. Hal itu membuktikan bahwa penangkapan Yosep Ernesto Matuan Alias Neko tidak sesuai mekanisme yang diatur pada Pasal 18 ayat (1) dan ayat (3) KUHAP.
Koalisi juga mempersoalkan tindakan polisi yang menggunakan gas air mata dalam pengamanan aksi demonstrasi damai dan mimbar bebas pada 10 November 2022 itu, dan pembubaran aksi yang membuat sejumlah mahasiswa terluka.
Selain itu, ada juga dua mahasiswa di jemput paksa aparat karena dinilai terlibat saat menonton kejadian itu. Mereka langsung ditangkap dan dipukuli Tindakan itu merupakan bentuk tindak pidana penganiayaan sebagaimana diatur pada Pasal 351 KUHP dan tindak pidana pengeroyokan sebagaimana diatur pada Pasal 170 KUHP.
“Penetapan Tersangka terhadap Terdakwa Yosep Ernesto Matuan yang dilakukan untuk membungkam Praktek Pelanggaran Pasal 28e ayat (3), UUD 1945 atau Pelanggaran Kebebasan Berekspresi yang dilakukan dengan pendekatan represif. Dengan demikian untuk melindungi penegakan hukum dari praktik tindakan kekerasan terhadap aparat penegak hukum,” demikian eksepsi Matuan.
Atas dasar itu koalisi memohon kepada Majelis Hakim menerima Eksepsi ini untuk seluruhnya. Koalisi juga meminta majelis hakim menyatakan Surat Dakwaan JPU tidak jelas, tidak cermat, dan tidak lengkap, serta menyatakan Surat Dakwaan JPU batal Demi Hukum. Koalisi juga memohon majelis hakim menyatakan penangkapan Yosep Ernesto Matuan cacat hukum, sehingga terdakwa harus dibebaskan dari dalam tahanan dan direhabilitasi nama baiknya. (*)