Sorong Jubi – Kabar rencana Penjabat Gubernur Papua Barat Daya, Muhammad Musa’ad yang akan menindaklanjuti usulan pembentukan Daerah Otonom Baru (DOB), salah satunya Kabupaten Malamoi di wilayah Papua Barat Daya pada Jumat 18 Maret lalu, menuai kontroversi di kalangan masyarakat adat.
Kontributor Jubi di Sorong, Gamaliel Kaliele melaporkan perwakilan Pemuda Adat Malamoi, Silas Klasuat mengatakan menolak rencana tersebut, dengan alasan usulan itu bukan datang dari masyarakat adat, tetapi hanya dari segelintir orang yang tidak mewakili representasi masyarakat adat.
“Kalau ada pemekaran, kami tidak ada tempat lagi. Kami sudah berikan tanah untuk Papua Barat daya dan ibukota Sorong, juga kabupaten Sorong. Hari ini kami kehilangan banyak hutan,” katanya kepada Jubi di Sorong, Selasa (21/3/2023).
Tanah ulayat masyarakat Malamoi sudah habis terdistribusi untuk pembangunan tiga pemerintahan daerah, sehingga pemekaran daerah otonomi baru (DOB) di dalam wilayah adat, justru menjadi ancaman bagi masyarakat adat.
“Kami yang hari ini sudah kehilangan hutan adat kami untuk kepentingan negara. Sudah cukup,” kata Silas.
Ada usul enam kabupaten baru di Provinsi Papua Barat Daya, yakni:
- Kabupaten Imeko (sebagai pemakaran Kabupaten Sorong Selatan).
- Kabupaten Malmoi (sebagai pemakaran Kabupaten Sorong).
- Kabupaten Maybrat Sauw (sebagai pemakaran Kabupaten Maybrat).
- Kabupaten Mare (sebagai pemakaran Kabupaten Maybrat).
- Kabupaten Raja Ampat Selatan (sebagai pemakaran Kabupaten Raja Ampat).
- Kabupaten Raja Ampat Utara (sebagai pemakaran Kabupaten Raja Ampat).
Hal senada disampaikan, Pemuda Adat Malamoi lainnya, Melianus Ulimpa. Ia mengatakan pembentukan kabupaten baru di atas tanah adat mereka akan berdampak buruk terhadap masa depan masyarakat adat. Karena selain dipergunakan sebagai lokasi pembangunan tiga pemerintah daerah, Tanah Adat Malamoi juga diserbu investasi belasan perusahaan sawit.
“Saya mau tegaskan kepada Mendagri maupun Komisi II DPR RI, kami menolak kehadiran Kabupaten Malamoi. DOB hadir tidak ada sesuatu yang berdampak baik bagi kami orang Moi,” katanya.
Senin lalu, beberapa anggota DPRD Maybrat dan DPRD Otsus Provinsi Papua Barat bertemu dengan Komisi II DPR RI untuk menagih janji pemekaran pada tahun 2017, saat Menteri Dalam Negeri dijabat Tjahjo Kumolo. Mereka meminta pemekaran jadi prioritas untuk mempercepat pelayanan pembangunan menyentuh masyarakat.
“DPR Otsus setop bangun opini mengatakan kami masyarakat adat MOI meminta daerah otonom baru, karena hadirnya kabupaten itu adalah kepentingan DPR Otsus bukan aspirasi kami masyarakat adat,” katanya.(*)
