Jayapura, Jubi – Advokat Gustaf Kawer selaku kuasa hukum korban kekerasan dalam rumah tangga atau KDRT berinisial SK meminta Kepolisian Resor Kota Jayapura Kota agar segera mempercepat proses hukum terhadap terlapor berinisial GRY. Kawer mempertanyakan mengapa hingga kini polisi tidak menahan GRY.
Kawer menyatakan KDRT yang dialami korban SK terjadi saat ia menjalani kemoterapi kanker payudara di RSUD Dok 2 Jayapura, Kota Jayapura, pada 10 Maret 2023. Menurut Kawer, GRY yang merupakan suami SK memukul kepala SK di bagian belakang telinga kiri, wajah sebelah kanan, dan di lengan sebelah kiri.
Kawer menyatakan korban SK terjatuh, bertahan dengan melindungi muka dan bekas operasi di bagian dada. Akan tetapi, SK kembali dipukul berulang disertai caci maki oleh GRY.
“Yang lebih parah lagi korban ditendang di bagian ulu hati, hingga kesulitan bernafas,” kata Kawer dalam keterangan tertulis yang diterima Jubi pada Sabtu (3/6/2023).
Kawer menyatakan KDRT yang dilakukan GRY terhadap SK telah berulang kali terjadi sepanjang keduanya berumah tangga. Menurutnya, KDRT itu terjadi baik secara fisik maupun psikis. GRY pernah mengancam SK dengan senjata tajam dan pistol airsoft gun.
“KDRT ini [terjadi] jika GRY ditegur oleh korban untuk berhenti berhubungan dengan wanita lain, karena tersangka dan korban telah memiliki empat anak yang masih membutuhkan perhatian. Teguran ini selalu direspon tersangka dengan melakukan kekerasan terhadap korban,” ujar Kawer.
Kawer menyatakan korban SK telah melaporkan tersangka GRY ke Kepolisian Resort Kota (Polresta) Jayapura Kota pada 14 Maret 2023, dengan nomor laporan polisi LPIB/276lllll2023lsPK-llPolresta Jayapura Kota/Polda Papua. Kawer menyatakan penyidik Polresta Jayapura Kota telah memeriksa SK selaku korban, dan memerika EW, MH dan AK sebagai saksi.
Penyidik juga telah menerima hasil Visum Et Repertum terhadap korban SK. Setelah melakukan gelar perkara pada 2 Mei 2023, penyidik telah menetapkan GRY sebagai tersangka pada 2 Mei 2023. Penyidik lalu menangkap dan menahan GRY di tahanan Polresta Jayapura Kota selama 20 hari, terhitung sejak tanggal 11 Mei 2023 sampai 30 Mei 2023.
Akan tetapi Kawer menilai ada perlakuan istimewa terhadap GRY. Penahanan GRY telah ditangguhkan pada 20 Mei 2023, dengan alasan telah ada jaminan dari atasannya untuk tidak mengulangi tindak pidana, dan ada upaya penyelesaian secara kekeluargaan.
“Padahal tidak pernah ada upaya dari tersangka atau penyidik untuk berkomunikasi soal upaya kekeluargaan itu. Bahkan setelah [penahanan GRY] ditangguhkan, tidak ada upaya dari tersangka maupun keluarga untuk meminta maaf kepada korban,” ujarnya.
Menurut Kawer, GRY mulai dari bebas berkomunikasi dengan keluarganya di luar tahanan. Kawer juga menyatakan GRY diketahui berada di luar tahanan pada malam hari, bahkan dilayani untuk membuat laporan polisi kasus dugaan perusakan di Polresta Jayapura Kota.
Kawer juga mengeluh karena pelapor kesulitan untuk mendapatkan Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyelidikan (SP2HP). “SP2HP tidak diberikan oleh penyidik kepada korban. Setelah didesak, baru diberikan kepada korban dan keluarga korban pada 15 Mei 2023,” kata Kawer.
Kawer meminta penyidik Polresta Jayapura Kota segera menahan dan melimpahkan perkara GRY ke Kejaksaan Negeri Jayapura. Kawer juga mendesak Kepolisian Daerah Papua mengevaluasi kinerja Kepala Polresta Jayapura Kota dan penyidiknya dalam menangani kasus KDRT itu.
Kepala Polresta Jayapura Kota, Kombes Victor Mackbon menyatakan dalam kasus itu keluarga GRY telah memenuhi syarat formil untuk mendapatkan penangguhan penahanan. Mackbon menyatakan GRY juga masih dikenai wajib lapor di Satuan Reserse Kriminal (Satreskrim) Polresta Jayapura Kota.
“Tujuan utama [penahanan GRY] ditangguhkan adalah agar kedua belah pihak bisa komunikasi aktif untuk bisa rujuk. Tapi proses hukum tetap berjalan, karena kedua belah pihak saling melapor,” kata Mackbon dalam keterangan tertulis yang diterima Jubi pada Sabtu.
Mackbon menegaskan Satreskrim Polresta Jayapura Kota tetap menjalankan proses hukum dalam kasus KDRT itu, karena kedua pihak saling melapor. Ia menyatakan polisi juga telah mengambil langkah untuk memediasi korban dan pelaku.
“Yang paling penting, karena itu masalah keluarga [suami istri], tentunya kepolisian mengambil langkah untuk lakukan mediasi. Terlebih, agar anak-anak juga bisa diperhatikan masa depannya atau tidak dirugikan karena masalah kedua orangtuanya,” ujarnya. (*)
Untuk melihat lebih banyak content JUBI TV, click here!