Jayapura, Jubi – Sekelompok warga dari Kampung Yahim, Sereh, Yobeh, dan Ifar Besar menuntut Kementerian Perhubungan segera membayar ganti rugi atas penggunaan tanah Bandara Internasional Sentani di Kabupaten Jayapura, Papua. Tuntutan itu disampaikan dalam demonstrasi di halaman Kantor DPR Papua, Kota Jayapura, Selasa (30/5/2023).
Warga dari Kampung Yahim, Sereh, Yobeh, dan Ifar Besar yang berunjuk rasa itu menyatakan 55 hektare tanah lokasi Bandara Internasional Sentani merupakan tanah ulayat mereka. Salah satu pengunjuk rasa, Willem Felle mengatakan Kementerian Perhubungan sudah membayar ganti rugi senilai Rp15,9 miliar untku penggunaan lahan seluas 39 hektare Bandara Internasional Sentani. Akan tetapi, ganti rugi penggunaan lahan lain seluas 55 hektare belum dibayar sejak 2005.
“Kami sudah menunggu lama. Makanya hari ini kami datang ke DPR Papua untuk meminta Bapak anggota DPR Papua menerima aspirasi [kami] untuk disampaikan ke pihak berwenang yang tanggani persoalan hak ulayat kami,” kata Felle.
Felle menegaskan jika ganti rugi penggunaan 55 hektare lahan itu tidak segera diselesaikan, masyarakat dari Kampung Yahim, Sereh, Yobeh, dan Ifar Besar akan menduduki Bandara Internasional Sentani. “Kami siap mati di atas tanah kami. Orang tua kami sudah berjuang sudah hampir 53 tahun. Dengan begitu, saat ini kami berjuang untuk hak ulayat kami, karena sudah berpuluh tahun Negara gunakan tanah itu,” tegasnya.
Felle menyatakan penerbitan sertifikat atas lahan yang digunakan Bandara Internasional Sentani dilakukan tanpa sepengetahuan masyarakat adat. “Sertifikat itu diterbitkan tanpa dasar yang jelas, sebab tidak ada pelepasan adat,” ujarnya.
Anggota Komisi I DPR Papua, Yonas Nussy mengatakan pihaknya akan meneruskan aspirasi warga Kampung Yahim, Sereh, Yobeh, dan Ifar Besar itu kepada pimpinan DPR Papua. “Aspirasi yang masuk kami terima sebagai bahan acuan. Kami akan gunakan mekanisme dewan untuk menindaklanjutinya,” kata Nussy. (*)