Jayapura, Jubi – Pengadilan Militer III-19 Jayapura di Kota Jayapura pada Selasa (10/1/2023) memeriksa prajurit Brigade Infanteri Raider 20/Ima Jaya Keramo, Pratu Yoko Hasriati sebagai saksi kasus pembunuhan dan mutilasi di Mimika. Pratu Yoko Hasriati diperiksa sebagai saksi karena pada 20 Agustus 2022 mengantar para prajurit Brigade Infanteri Raider 20/Ima Jaya Keramo yang menjadi terdakwa pembunuhan dan mutilasi itu.
Sidang di Pengadilan Militer III-19 Jayapura itu digelar untuk memeriksa perkara empat prajurit Brigade Infanteri Raider 20/Ima Jaya Keramo yang menjadi terdakwa dalam kasus pembunuhan dan mutilasi di Mimika. Keempat prajurit TNI AD yang didakwa dengan pasal pembunuhan berencana dan pasal pembunuhan itu adalah Pratu Rahmat Amin Sese, Pratu Rizky Oktaf Muliawan, Pratu Robertus Putra Clinsman, dan Praka Pargo Rumbouw.
Seorang terdakwa lain dalam perkara pembunuhan dan mutilasi itu, Kapten Inf Dominggus Kainama telah meninggal dunia pada Sabtu (24/12/2022) karena penyakit jantung. Mereka bersama-sama diadili dalam perkara pembunuhan dan mutilasi yang terjadi di Satuan Pemukiman 1, Distrik Mimika Baru, Kabupaten Mimika pada 22 Agustus 2022 lalu. Keempat warga Nduga yang menjadi korban pembunuhan dan mutilasi itu adalah Arnold Lokbere, Irian Nirigi, Lemaniel Nirigi, dan Atis Tini.
Pada Selasa, Pratu Yoko Hasriati diperiksa secara daring (online), karena ia berada di Timika, ibu kota Kabupaten Mimika, Provinsi Papua Tengah. Dalam kesaksiannya, Pratu Yoko menyatakan pada 20 Agustus 2022, dirinya ditelepon terdakwa Pratu Rahmat Amin Sese untuk datang ke Kampung Nawaripi.
Ia disuruh datang untuk mengecek mobil jenis panther milik Sersan Nasa. “Pratu Rahmat (dalam telepon) menyampaikan kalau datang mengecek mobil,” kata Yoko.
Ketika Oditur Kolonel CHK Yunus Ginting menanyakan lokasi pengecekan mobil itu, Pratu Yoko menjawab lokasi mobil itu di Nawaripi. Merasa tidak mendapat jawaban yang diinginkan, Ginting mengulangi pertanyaan itu, Akan tetapi, Pratu Yoko kembali menjawab lokasi pengecekan mobil berada di Nawaripi. “Siap, di Nawaripi” jawab Pratu Yoko.
Usai mengecek mobil, Yoko diminta mengantar Mayor Inf Helmanto Fransiskus Dakhi, Kapten Inf Dominggus Kainama, Pratu Rahmat Amin Sese, Pratu Robertus Putra Clinsman, dan seorang warga bernama Jack ke Jalan Soponyono di Satuan Permukiman (SP) 1, Timika. Prada Yoko menyatakan ia tidak mengetahui tujuan mereka pergi ke Jalan Soponyono.
“[Saya] tidak tahu [tujuan mereka pergi ke Jalan Soponyono]. [Saya] cuma diperintah Pratu Rahmat Amin Sese untuk mengantar,” ujar Yoko.
Sesampainya di SP 1, Yoko sempat turun dari mobil untuk membeli makanan. Sekembalinya ia ke mobil, ternyata mobil itu sudah dalam keadaan kosong. Ia mengaku tidak tahu ke mana perginya Kapten Inf Dominggus Kainama, Mayor Inf Helmanto Fransiskus Dakhi, dan Jack. “Siap, saya tidak melihat,” ujar Yoko menjawab Oditur.
Pratu Yoko kemudian melihat Pratu Rahmat Amin Sese sedang berdiri di pinggir jalan. Yoko kemudian mendatangi Rahmat Amin Sese, dan menanyakan apa tujuan mereka datang ke SP 1.
“’Bang ijin di sini bikin apa? Saya sudah tidak enak badan’,” tanya Yoko menuturkan kembali percekapannya dengan Rahmat.
“’Ada tunggu orang’” kata Yoko menirukan jawaban Rahmat.
Rahmat kemudian menyuruh Yoko beristirahat di mobil. Tak lama kemudian, Pratu Robertus Putra Clinsman mendatangi mobil itu, lalu mengantar Yoko pulang ke Markas Brigade Infanteri Raider 20/Ima Jaya Keramo di SP 5 Timika.
Menurut Yoko, ia tiba di Markas Brigade Infanteri Raider 20/Ima Jaya Keramo saat hari telah malam, sehingga gerbang markas itu sudah dikunci. Ia lalu menumpang motor warga, dan menginap di rumah keluarganya.
Yoko bersaksi bahwa sejak saat itu ia tidak lagi mengetahui kegiatan para terdakwa. Pada 22 Agustus 2022, Yoko juga tengah melaksanakan tugas jaga di markasnya. Karena masih dalam kondisi sakit, Yoko sempat pergi berobat ke klinik, ditemani temannya bernama Pratu Heru.
Pratu Yoko menyatakan sempat menelepon Pratu Rahmat Amin Sese untuk meminjam uang sebesar Rp500.000. Uang pinjaman itu akan dipakai untuk menggantikan uang pinjaman Pratu Heru yang dipakai Yoko berobat.
Menurut Yoko, saat itu Rahmat menyatakan sedang tidak punya uang. “Pratu Rahmat bilang ‘sabar, kalau ada saya kasihkan’,” kata Yoko menirukan jawaban dari Rahmat.
Pratu Yoko menyatakan pada 23 Agustus 2023 Rahmat memberinya uang senilai Rp5 juta. “[Saya] dikasih Rp5 juta,” ujar Yoko.
Pratu Yoko mengaku ia sempat bertanya mengapa ia diberi uang Rp5 juta. Menurut Yoko, Rahmat hanya berujar bahwa ia sedang ada rejeki.
Pratu Yoko mengaku tidak mengetahui asal uang pemberian. Menurutnya, uang pemberian Pratu Rahmat itu juga tidak sempat dibelanjakan, karena telah diserahkan kepada petugas piket di Sub Detasemen Polisi (Subdenpom) Militer Mimika. “Sudah [saya] serahkan kepada piket Subdenpom Mimika,” ujar Yoko dalam kesaksiannya.
Oditur Kolonel CHK Yunus Ginting lalu menanyakan apakah Yoko memiliki bukti tanda terima penyerahan uang senilai Rp5 juta itu. Ginting sempat mengeluarkan suara keras, lantaran Pratu Yoko diam dan terkesan tidak fokus dan berbelit-belit menjelaskan keterlibatan para terdakwa dalam kasus pembunuhan dan mutilasi itu.
“Saya tanya kamu, saksi. Jangan kamu toleh kiri-kanan. Saya yang kamu lihat. Ada tanda terima tidak? Waktu menyerahkan Rp5 juta, ada tanda terima tidak?” tanya Oditur.
Akan tetapi, Pratu Yoko hanya menjawab bahwa ia telah menyerahkan uang itu kepada petugas jaga Subdenpom Mimika. Ia juga mengaku tidak mengetahui nama petugas piket yang menerima penyerahan uang itu.
Ginting kemudian menanyakan alasan penyerahan uang itu ke Subdenpom Mimika. “Saksi kenapa diserahkan uang itu. Diminta atau bagaimana?” tanyanya.
Yoko menyatakan menyerahkan uang tersebut dikarenakan akan dijadikan sebagai barang bukti, namun tidak menyebut kasus pembunuhan dan mutilasi itu. Ginting kembali mencecar, menanyakan siapa yang memberitahu Yoko bahwa uang Rp5 juta itu akan dijadikan barang bukti. Ginting kembali bersuara keras, lantaran Pratu Yoko hanya diam saat ditanya hal itu.
“Kata siapa, kata siapa itu dijadikan barang bukti? Siapa yang meminta dijadikan barang bukti? Saya tanya,” tanya Ginting.
Namun, Yoko hanya menjawab telah menyerahkan uang ke Subdenpom Mimika. Saat dicecar, Yoko tampak kebingungan menjawab. Yoko hanya menjawab singkat dengan kata “siap”.
Ginting kemudian mengingatkan kembali perkara pembunuhan dan mutilasi yang melibatkan Pratu Rahmat Amin Sese, sehingga uang yang telah diberikan Rahmat diambil kembali oleh Subdenpom Mimika.
“Apa yang dilakukan?” tanya Ginting merujuk kepada kasus pembunuhan dan mutilasi itu.
“Siap, saya tidak tahu,” jawab Pratu Yoko.
“Apa yang dilakukan?” Ginting kembali bertanya.
“Siap, saya tidak tahu” jawab Yoko.
“Loh, tidak tahu?” tanya Ginting kembali.
Ginting kemudian menanyakan apa yang disampaikan Subdenpom Mimika ketika mengambil uang tersebut. Yoko hanya menjawab singkat, “siap”.
Lantaran Yoko tidak menjawab pertanyaan, Ginting menyatakan Yoku bisa menjadi tersangka jika menyembunyikan informasi terkait pembunuhan dan mutilasi Mimika. “Kamu bisa jadi tersangka kalau begini jalan ceritanya. Susah sekali saksi jawab pertanyaan saya ini. Di sini ada Yang Mulia [Majelis Hakim]. Kamu mau ditetapkan jadi tersangka? Orang ditanya kamu tidak bisa menjawab. Tadi sudah disampaikan Yang Mulia, apakah yang didengar, apa yang dialami, itu saja yang disampaikan. Setahunya saja,” kata Ginting mengingatkan Yoko.
Lantaran Yoko tidak menjawab, Ginting kemudian bertanya apakah Yoko mengetahui keberadaan Pratu Rahmat Amin Sese saat ini.
“Sekarang saya tanya, dimana Pratu Rahmat?” tanya Ginting.
“Siap, di Jayapura,” jawab Yoko.
“Ngapain, cuti kawin atau apa?” tanya Ginting.
“Siap, tidak,” jawab Yoko.
“Terus ngapain,” tanya Ginting.
“Siap, sebagai terdakwa,” jawab Yoko.
“Kamu jawab itu saja susah sekali. Kamu jangan bikin sampai keluar kolonel saya. Bisa tidak jadi oditur lagi,” gertak Ginting.
Setelah dibentak, Yoko kembali diingatkan mengapa dia diperiksa di Subdenpom Mimika. “[Kami] diperiksa sebagai saksi dalam perkara tindak pencuri dengan kekerasan, kejahatan terhadap nyawa yang menghilangkan barang bukti diduga dilakukan Kapten Dominggus dan kawan-kawannya. Itu kamu waktu itu memberikan keterangan. Sudah ingat kamu. Dalam rangka apa?” tanya Ginting.
“Siap, memberikan keterangan” jawab Yoko.
“Kamu memberikan keterangan untuk para terdakwa itu dalam rangka apa?” tanya Ginting.
“Tindak pencurian dan kekerasan,” jawab Yoko.
“Menghilangkan apa, menghilangkan apa?” tanya Ginting.
“Barang bukti,” jawab Yoko.
“Menghilangkan apa, nyawa orang lain bukan?” tanya Ginting.
“Siap,” jawab Yoko.
“Mati enggak?” tanya Ginting.
“Siap,” jawab Yoko.
“Berapa orang?” tanya Ginting.
Pratu Yoko tidak menjawab saat ditanya berapa jumlah korban pembunuhan dan mutilasi Mimika.
“Loh, kamu ini bisa jadi tersangka betul-betul. [Kamu] melindungi [tersangka],” kata Ginting.
Usai itu , Yoko berani menyampaikan bahwa Pratu Rahmat Amin Sese dan kawan-kawannya dijadikan terdakwa dalam perkara pembunuhan dan mutilasi empat warga Nduga di Mimika. Yoko juga menyampaikan perbuatan para terdakwa tidak baik, dan tentara tidak diperbolehkan untuk melakukan pembunuhan.
Hakim Ketua, Letkol CHK Rudy P kemudian bertanya apakah saat Yoko tiba di Nawaripi, ia mengetahui informasi transaksi senjata api. Yoko mengaku tidak mengetahui informasi itu.
Hakim kemudian menanyai Yoko tentang isi obrolan selama perjalanan pulang dari Kampung Nawaripi menuju SP 1 pada 20 Agustus 2022. Yoko mengaku tidak mengetahui isi pembicaraan para terdakwa.
Hakim Anggota, Letkol CHK Slamet W mengingatkan agar Yoko menjawab pertanyaan dengan jelas. Hakim meminta Yoko jangan berpura-pura tidak mengetahui kasus pembunuhan dan mutilasi ini.
“Ini perkara pembunuhan dan mutilasi. Kamu kan tau perkara ini. Pura-pura tidak tahu lagi. Jangan ditutup-tutupi. Kamu plongo seperti itu. Kamu ini tentara. Tentara itu tegas,” tegur Letkol CHK Slamet W.
Majelis hakim kemudian memberikan kesempatan kepada para terdakwa untuk menyangga keterangan Yoko. Namun, para terdakwa menyampaikan tidak menyanggah kesaksian Yoko. Hakim kemudian menunda sidang hingga Kamis 19 Januari 2023 dengan agenda pemeriksan saksi dari Oditur. (*)