Jayapura, Jubi – Bumi Amungsa baru saja kehilangan tokoh perintis dan politisi Amungme, Thom Beanal. Ia meninggal di Singapura pukul 16.35 waktu Papua, 29 Mei 2023, setelah mengalami perawatan yang lama di sana.
“Iya, tadi anaknya Pak Thom Beanal (Florensius Beanal) telepon dari sana dan sudah memberitahukan saya tentang kepergian ayah kandungnya, Thom Beanal,” kata Alloysius Renwarin, pengacara dan juga mantan Direktur ELHSAM Papua saat dihubungi Jubi, Senin (29/5/2023) malam.
Dia menambahkan, secara pribadi jelas ia merasa sangat kehilangan Thom Beanal, tokoh Amungme yang pertama kali merintis dan membangun Lembaga Masyarakat Adat Amungme (LEMASA) sejak 1996.
“Thom juga yang pertama kali mendirikan Yayasan Lorenzt yang bergerak di bidang advokasi Lingkungan Hidup di Bumi Amungsa,” katanya.
Thom Beanal menyelesaikan pendidikan di Mimika dan melanjutkan ke Sekolah Tinggi Filsafat Fajar Timur (STFT) Abepura. Usai menyelesaikan pendidikannya, ia pernah menjadi anggota DPRD Kabupaten Fakfak di era 1970-an. Sewaktu masih menjabat anggota DPRD Kabupaten Fakfak, Thom Beanal juga terlibat bersama tokoh-tokoh intelektual Amungme seperti Costan Hanggaibak mahasiswa APDN waktu itu, ikut dalam perundingan bersama PT Freeport, Pemerintah Daerah Provinsi Irian Jaya dan tokoh-tokoh Amungme Tuarek Narkime dalam pertemuan 5-11 Januari 1974 yang kemudian dikenal sebagai “Januari Agreement 1974.”
Thom Beanal juga mendirikan Yayasan Lorenzt yang melakukan advokasi soal lingkungan dan sumber daya alam di Bumi Amungsa, hingga sempat bergabung dengan Walhi Jakarta di bawah pimpinan mendiang Emmy Hafild atau nama lengkapnya Nurul Almy Hafild.
Mantan Anggota DPRD Kabupaten Fakfak ini juga termasuk tokoh yang membawa masalah lingkungan hidup ke New Orleans Amerika Serikat, dan juga kasus pelanggaran HAM di Bella dan Alama era 1990-an bersama John Rumbiak aktivis lingkungan yang sekarang di Amerika Serikat.
Ia juga mendirikan Lembaga Masyarakat Adat Amungme(LEMASA) pada 1996 dan mengangkat harga diri orang Amungme yang dikenal dengan nama Torei Negei. Nama ini diberikan karena berdasarkan perjuangan panjang mendiang Thom Beanal untuk mengangkat harga diri, martabat serta hak-hak dasar masyarakat Amungme dalam Kohia (rumah laki-laki dalam bahasa Amungme, Honai dalam bahasa Dani).
Oleh karena itu tak heran kalau suami dari mama Betty Beanal ini juga terlibat dalam Dewan Adat Papua dan pernah menjadi Ketua Dewan Adat Papua. Bahkan saat reformasi di era 1998 menjadi salah satu Wakil Presidum Dewan Papua (PDP) bersama Thaha Alhamid, mendiang Theys Hiyo Elluay. Meninggalnya Theys Hiyo Elluay, Thom Beanal secara otomatis menjadi Ketua Dewan Presidum Papua dan sempat berkeliling ke negara-negara Pasifik sampai ke Vanuatu.
Selepas dari urusan politik, Thom Beanal kembali ke Timika dan berusaha untuk menjalankan ekonomi dan sosial termasuk mendirikan perusahaannya di sana. Selain itu ia tetap menjadi penasihat LEMASA yang dibentuknya.
Ia menderita penyakit cukup lama dan berobat di Singapura. Kini mantan Komisaris PT Freeport itu sudah menghadap kepada Sang Pencipta Langit dan Bumi.
Mengutip kata-kata rahasia dalam suku Amungme, yang harus diwariskan antara lain, “Kalevogolki minggamo… Nadala liege… Nilang jolaye; Dingkaikinung wonggomong, Kalekgoivongonmok muiye. Avulkeveng aranyok dolle, Ninggaleye.” Artinya seperti yang dikutip dari buku Amungme Manusia Utama dari Nemangkawi Pegunungan Cartensz (Arnold Mampioper), “Pembebas akan datang! Sebuah daun lebar akan turun di sebelah Barat. Tetapi akan terbang kembali. Laksana kuncup bunga ubi, tumbuh dan besar di tanah. Demikan pula daun lebar itu akan muncul di kaki gunung. Lihatlah, perhatikanlah dan waspadalah.”
Selamat jalan Thom Beanal… (*)