Jayapura, Jubi – Mantan narapidana politik Papua, Filep Karma menilai pengaturan Otonomi Khusus atau Otsus aPapua melalui Undang-undang Nomor 2 Tahun 2021 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua dan sejumlah peraturan pelaksanaannya telah menghilangkan substansi Otsus Papua. Alih-alih mempertahankan wewenang Papua sebagai daerah dengan otonomi khusus, pemerintah Indonesia justru melakukan resentralisasi kewenangan.
Hal itu dinyatakan Filep Karma di Kota Jayapura, Jumat (1/7/2022). Karma menyatakan pengaturan Undang-undang Nomor 2 Tahun 2021 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua (UU Otsus Papua Baru) telah menarik sejumlah wewenang Otsus Papua kembali menjadi wewenang pemerintah pusat.
“Jadi ini kita sedang mundur dari otonomi, mundur jadi sentralisasi. Kalau kewenangan diatur oleh pemerintah pusat, itu bukan otonomi khusus. Itu namanya sentralisasi kekuasaan. Jadi, sebenarnya sekarang ini bukan [era] Otsus Papua Jilid 2, tapi [era] Indonesia tetapkan sentralisasi. Jadi, Otsus Papua Jilid 1 gagal, [lalu] yang diterapkan sekarang adalah sentralisasi,” kata Karma.
Karma mencontohkan pengelolaan sebagian Dana Otsus Papua kini dilakukan kementerian, dan penggunaannya dirinci oleh kementerian, lalu pemerintah daerah tinggal melaksanakan. “Sekarang [pengelolaan Dana Otsus Papua] ditarik oleh pusat, pusat yang mengatur semua. Itu namanya sentralisasi,” kata Karma.
Karma menilai situasi Papua hari ini seperti situasi Indonesia pasca Presiden Indonesia Soekarno melakukan sentralisasi kekuasaan di tangan Soekarno. “Dulu itu Soekarno pakai [sentralisasi kekuasaan] untuk meredam pemberontakan PRRI/Permesta di Sumatera dan Sulawesi. Jadi saya kira pola yang sama sekarang di terapkan di Papua,” katanya.
Karma juga menilai pemimpin di Indonesia sudah kewalahan mengurus Papua. “Mereka sudah kewalahan, mereka tidak tahu konsep apa yang dipakai. Kalau sudah tidak ada [konsep lagi], rasanya [persoalan Papua hanya bisa diselesaikan dengan] perundingan internasional dengan perwakilan bangsa Papua, tahanan politik, Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat atau TPNPB, dan United Liberation Movement for West Papua atau ULMWP,” kata Karma
Bagi Karma, perundingan damai adalah solusi terbaik yang bisa ditempuh pemerintah Indonesia untuk menyelesaikan masalah Papua, dan mempersiapkan kemerdekaan Papua. Dengan cara itu, Indonesia tidak akan pulang dari Papua dengan menanggung malu, tapi pulang dengan dagu terangkat dan membusungkan dada.
“Ke depan, kerja sama [antara Indonesia dan Papua justru] bisa lebih bagus, karena Indonesia mempersiapkan Papua merdeka. Sama seperti Jepang mempersiapkan Indonesia merdeka,” katanya. (*)
Discussion about this post