Jayapura, Jubi – Direktur Eksekutif United Liberation Movement for West Papua atau ULMWP, Markus Haluk menyatakan penganiayaan tiga anak di Keerom yang diduga dilakukan prajurit TNI AD merupakan tindakan yang tidak berperikemanusian. Menurut Haluk, sudah saatnya bangsa Papua diberikan kesempatan untuk menentukan nasib sendiri sebagai bangsa yang merdeka.
“Tindakan penganiayan macam ini memperlihatkan tindakan yang tidak berperikemanusian yang dipertontonkan oleh Pemerintah Indonesia melalui pasukan TNI/Polri di Tanah Papua” kata Haluk saat dihubungi Jubi, pada Sabtu (29/10/2022).
Rahmat Paisei (14) bersama Bastian Bate (13), dan Laurents Kaung (11) diduga dianiayai di Pos Satuan Tugas (Satgas) Damai Cartenz, Jalan Maleo, Kampung Yuwanain, Arso II, Distrik Arso, Kabupaten Keerom pada Kamis (27/10/2022). Ketiga anak itu dianiayai menggunakan rantai, gulungan kawat dan selang air.
Haluk menyatakan tindakan penganiayaan terhadap orang Papua menunjukan kehadiran Indonesia di Tanah Papua penuh dengan wajah politik rasisme. Menurutnya wajah politik rasisme itu dibuktikan dengan tindakan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM), kejahatan ekologi, dan kejahatan ekonomi sosial budaya yang dipertontonkan berulang-ulang selama 59 tahun. “Jadi tindakan macam itu tidak berperikemanusian, dikutuk, dan tidak dibenarkan oleh nurani kemanusiaan, ajaran agama, maupun hukum positif,” ujarnya.
Haluk menyatakan Negara Indonesia melalui kehadiran anggota TNI dan Polri yang terus berulang-ulang melakukan kekerasan terhadap orang Papua. Hal itu, kata Haluk, menunjukan bahwa bangsa Papua tidak mempunyai masa depan hidup bersama Indonesia. “Bangsa Papua memandang Indonesia bukan masa depan,” katanya.
Haluk menyatakan selama bangsa Papua bersama Indonesia, maka selama itu kejahatan manusia, pelanggaran HAM, kejahatan ekonomi, ekologi, ekosida tetap terjadi di Tanah Papua. Haluk menyatakan sudah saatnya bangsa Papua diberikan kesempatan untuk menentukan nasib sendiri sebagai bangsa yang merdeka.
“Bicara hak penentuan nasib sendiri, bicara soal mengurus rumah tangga masing-masing. Bangsa Papua harus diberikan kesempatan untuk menentukan nasib sendiri, sehingga nanti kita [Papua dan Indonesia] berbicara sebagai dua sahabat negara, dua bangsa [dan] kita bicara kerjasama,” ujarnya.
Kepala Penerangan Kodam XVII/Cenderawasih, Letkol Kav Herman Taryaman pada Senin (31/10/2022) menyatakan Pomdam XVII/Cenderawasih masih terus menyelidiki kasus penganiayaan anak di Pos Satgas Damai Cartens Kampung Yuwanain itu. Ia menyatakan Pomdam XVII/Cenderawasih sudah melakukan olah Tempat Kejadian Perkara (TKP) dan mengambil keterangan para saksi, baik orangtua korban maupun prajurit TNI AD yang diduga terlibat penganiayaan itu.
“Pomdam juga melakukan koordinasi berkelanjutan dengan pihak Satgas Damai Cartenz guna menghadirkan para saksi dalam rangka mempercepat proses hukum yang sampai saat ini terus berjalan,” kata Herman melalui pesan WhatsApp kepada Jubi di Kota Jayapura pada Senin.
Herman menegaskan penanganan kasus itu akan terus berlangsung sesuai dengan arahan Pangdam XVII/Cenderawasih. “Proses pelengkapan barang bukti yang diperlukan sedang berjalan, salah satunya melakukan visum terhadap tiga korban di Rumah Sakit Marthen Indey,” ujarnya. (*)