Merauke, Jubi – Anggota Komisi IV DPR RI, yang membidangi pertanian, perkebunan, perikanan dan kelautan, Sulaeman L Hamzah menyatakan persoalan kelangkaan pupuk di Indonesia, termasuk juga yang dirasakan petani di Kabupaten Merauke, Papua, disebabkan banyak faktor seperti mafia korporasi.
Namun, kata Sulaeman L Hamzah kepada Jubi, Jumat (8/7/2022), salah satu penyebab utama kelangkaan pupuk karena adanya kecurangan atau permainan sejumlah pihak, seperti mafia korporasi.
“Kelangkaan pupuk jadi masalah nasional. Komisi IV hampir tiap minggu membahas tentang pupuk. Ternyata memang ada mafia dan kecurangan yang cukup besar,” kata Hamzah di Merauke.
Legislator asal Papua itu membeberkan soal kelangkaan pupuk ini disebakan, ada sejumlah korporasi yang memanfaatkan kelompok tani yang terdaftar untuk menjadi penerima. Para petani ini kemudian dikantongi kartu tani, sehingga bisa mengambil jatah pupuk subsidi.
“Setelah satu tahun kontrak, petani pergi (putus kontrak). Nah di situ mereka (perusahaan) memanfaatkan kartu tani yang ada untuk penebusan pupuk, lalu dijual ke tempat lain. Ini dilakukan oleh usaha besar,” ungkapnya.
Contoh kasusnya, sebut Hamzah, terjadi di Jawa Timur, juga di Jawa Barat. Ada sejumlah perusahaan besar, menggunakan karyawan kontrak yang notabene petani untuk menebus pupuk subsidi, kemudian dijual lagi ke tempat lain, dan menyebabkan kelangkaan pupuk.
“Itu kejadian kemarin yang sudah dibongkar dan terbuka luas. Seperti begitu akal-akalan korporasi, Mudah-mudahan di Merauke tidak ada,” tuturnya.
Hamzah menyatakan, masalah kelangkaan pupuk pernah mengundang kemarahan Presiden Joko Widodo beberapa waktu lalu. Sebab, subsidi dana Rp32 triliun untuk pupuk tidak memberikan hasil yang signifikan.
“Setelah ditelusuri memang salah satu penyebabnya kejadian tadi, lalu juga masalah lain di daerah yang ternyata pelayanannya makin hari makin rusak,” ujar dia.
Sulaeman L Hamzah pun berjanji akan kembali mendorong masalah pupuk di Komisi IV, sehingga petani, termasuk di Kabupaten Merauke bisa memenuhi kebutuhannya serta meningkatkan produksi gabah.
“Insya Allah saya akan lakukan dengan cara yang pernah kami lakukan untuk petani Merauke pada 2018-2019 lalu. Saat itu pasokan pupuk kembali normal,” imbuhnya.
Baru-baru ini petani di Distrik Tanah Miring, Kabupaten Merauke mengeluhkan kelangkaan pupuk subsidi. Selain kuotanya kurang, pupuk juga sering terlambat disalurkan kepada para petani setempat.
Seorang petani asli Papua di Kampung Waninggap Miraf, Distrik Tanah Miring, Frans Mahuze, mengatakan karena kelangkaan pupuk subsidi, petani di sana terpaksa membeli pupuk non subsidi dengan harga Rp10 ribuan per kilogram.
“Kalau pupuk subsidi jenis urea dan ponska harganya Rp2.000-Rp2.500 per kilogram. Tapi karena susah didapat, kami beli yang non subsidi. Harganya memang mahal, tapi mau tidak mau kami harus beli. Kalau tidak begitu, tentu hasil panen tidak maksimal,” kata Mahuze.
Mahuze berharap Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura Kabupaten Merauke dapat menambah kuota pupuk untuk petani. Selain itu, penyalurannya harus dilakukan tepat waktu, sehingga tidak mengganggu produktivitas tanaman padi.
“Biasanya pupuk subsidi baru disalurkan pada saat padi sudah berusia 2-3 bulan. Pemupukan seharusnya dilakukan dua kali sebelum padi berusia satu bulan. Kalau terlambat pemupukan, tentu hasil panen tidak bagus,” ujarnya.
Selain pupuk, obat-obatan seperti pestisida juga menjadi persoalan di kalangan petani setempat. Pestisida sangat dibutuhkan untuk menangkal serangan hama dan penyakit tanaman lainnya.
“Pestisida juga sangat penting. Dulu pestisida disubsidi pemerintah, sekarang sudah tidak lagi. Kami harus beli sendiri. Harganya pun mahal, Rp500.000 sekali beli,” kata petani Kampung Yaba Maru, Sumardino.
Sumardino menambahkan bahwa ada bantuan pestisida dari Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura Merauke, namun jumlahnya tidak cukup dengan kebutuhan yang diperlukan.
“Kita tentu harapkan pemerintah membantu petani dengan kembali memberikan subsidi obat hama,” tutupnya. (*)
Discussion about this post