Makassar, Jubi – Sidang kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia berat Paniai Berdarah di Pengadilan Hak Asasi Manusia Makassar pada Senin (3/10/2022) mengungkap bahwa amunisi polisi juga berkurang pasca tragedi Paniai Berdarah yang menewaskan empat orang siswa di Enarotali pada 8 Desember 2014 itu. Akan tetapi, tidak diketahui secara rinci berapa banyak amunisi polisi yang terpakai dalam peristiwa Paniai Berdarah.
Dalam perkara itu, Mayor (Purn) Isak Sattu menjadi terdakwa tunggal yang diperiksa dan akan diadili majelis hakim yang dipimpin Hakim Ketua Sutisna Sawati bersama Hakim Anggota Abdul Rahman, Siti Noor Laila, Robert Pasaribu, dan Sofi Rahman Dewi. Isak Sattu didakwa dengan dua delik kejahatan terhadap kemanusiaan yang diancam hukuman terberat pidana mati, dan hukuman teringan pidana 10 tahun penjara. Sidang Senin memeriksa keterangan tiga orang polisi/pensiunan polisi yang menjadi saksi Paniai Berdarah, yaitu Kompol Petrus Gawe Boro, Kompol Sukapdi, dan AKP Mansur.
Dalam kesaksiannya pada Senin, mantan Kepala Kepolisian Sektor (Kapolsek) Paniai Timur, Petrus Gawe Boro menjelaskan bahwa pada 8 Desember 2014 pagi ia mendampingi Kabag Ops Kepolisian Resor (Polres) Paniai, Kompol Sukapdi menemui massa yang memalang jalan di depan Pondok Natal Gunung Merah, di ruas Jalan Enarotali – Madi Kilometer 4.
Mereka membujuk warga membuka jalan itu. Namun negosiasi berjalan alot, sehingga Wakil Kepala Polres Paniai, Kompol Hanafiah dan Wakil Bupati Paniai, Yohanis Youw menyusul ke lokasi itu.
Petrus menjelaskan ketika Hanafiah dan Youw sedang bernegosiasi, Petrus menerima laporan saluran radio polisi yang menyebut massa yang lain telah menyerang Markas Polsek Paniai Timur. Hanafiah kemudian memerintah Petrus untuk kembali ke Markas Polsek Paniai Timur, dan memerintah Sukapdi kembali ke Markas Polres Paniai.
Saat negosiasi antara Wakapolres Paniai Kompol Hanafiah dan massa masih berlangsung alot, saluran radio komunikasi polisi melaporkan bahwa Markas Polsek Paniai Timur diserang massa yang lain. Kompol Hanafiah kemudian memerintahkan Petrus bergerak ke Markas Polsek Paniai Timur, sementara Sukapdi diperintahkan segera kembali ke Markas Polres Paniai.
Saat Petrus tiba di Markas Polsek Paniai Timur, massa sudah terpecah di Lapangan Karel Gobay dan di lapangan voli. Petrus memasuki Markas Polsek Paniai Timur, dan melihat batu berserakan di mana-mana, dan kaca depan gedung sudah pecah.
Menurut Petrus, saat itu senjata yang berada dalam ruang penyimpanan sudah tak berada di tempatnya, karena diamankan anak buah Petrus. Petrus menyatakan hal itu dilakukan untuk mengantisipasi kemungkinan massa memasuki Markas Polsek Paniai Timur.
Menurut Petrus, Polsek Paniai Timur memiliki sembilan pucuk senjata, dengan 140 butir peluru. Ia mengakui jumlah peluru berkurang ketika dihitung pasca peristiwa Paniai Berdarah, namun ia tidak merinci detil jumlah peluru yang berkurang.
“Apakah ada laporan atau kronologi tertulis yang dibuat setelah peristiwa,” kata salah seorang majelis hakim.
“Setelah kejadian, saya hanya menyampaikan laporan secara lisan saja. Tidak ada tertulis,” kata Petrus.
Petrus bersaksi tidak ada anak buahnya yang melepaskan tembakan dalam rangkaian peristiwa Paniai Berdarah pada 8 Desember 2014. “Jadi kalau ada tembakan, itu hanya peringatan. Karena saya tidak mengeluarkan perintah untuk itu,” lanjut Petrus.
Saksi kedua yang dihadirkan dalam sidang Senin adalah mantan Kabag Ops Polres Paniai, Kompol Sukapdi. Dalam kesaksiannya, Sukapdi menjelaskan jumlah peluru untuk setiap senjata lars panjang seperti SS1 berjumlah 22 butir. Rinciannya, dua peluru karet, dua peluru hampa, 18 peluru tajam.
Dalam kesaksiannya, Sukapdi tidak menyebut tentang ada tidaknya amunisi polisi yang terpakai dalam rangkaian peristiwa 8 Desember 2014. Akan tetapi, Sukapdi bersaksi bahwa semua senjata api polisi dikumpulkan pasca tragedi Paniai Berdarah itu, dan diperiksa dengan uji balistik.
“Benar. Uji Balistik ada. Semua senjata dikumpulkan di Markas Polres [Paniai]. Selanjutnya, saya tidak tahu dibawa ke mana. Dan saya tidak tahu hasilnya,” jawab Sukapdi.
Keterangan serupa juga diungkapkan saksi ketiga dalam sidang Senin, yaitu mantan Kepala Satuan Reserse Kriminal Polres Paniai, AKP Mansur. “Dari Laboratorium Forensik, ada dua proyektil peluru yang diberikan, tapi dari jenis senjata apa kami tidak tahu sama sekali,” katanya.
Mansur yang bertugas sebagai anggota kepolisian dari tahun 2005 hingga 2017 menjelaskan bahwa dua buah proyektil peluru yang ia sebutkan itu adalah dua proyektil peluru dari tubuh dua korban tragedi Paniai Berdarah. Akan tetapi, ia tidak mengetahui informasi rincinya. “Jenis dan senjata apa, serta dari kesatuan mana proyektil, saya tidak tidak tahu.”
Mansur juga bersaksi bahwa olah Tempat Kejadian Perkara Paniai Berdarah di Lapangan Karel Gobay pada 9 Desember 2014 menemukan sejumlah barang bukti, termasuk beberapa selongsong peluru. Akan tetapi, Mansur tidak mengetahui jenis senjata yang memakai selongsong peluru yang ditemukan di sana.
Mansur memperkuat kesaksian Sukapdi tentang pemeriksaan uji balistik oleh laboratorium forensik. Meski merupakan dari tim, Mansur tidak mengetahui hasil pengujian itu, karena semua analisa dilakukan oleh tim laboratorium forensik. “Kalau temuan barang bukti, ada banyak waktu itu. Tapi saya sudah lupa apa saja,” katanya.
Mobil Satpol PP mengevakuasi korban
Dalam kesaksiannya pada sidang Senin, mantan Kabag Ops Polres Paniai, Kompol Sukapdi juga menjelaskan situasi yang ia alami setelah meninggalkan lokasi pemalangan jalan di depan Pondok Natal Gunung Merah, di ruas Jalan Enarotali – Madi Kilometer 4. Di Markas Polres Paniai, ia mengirimkan Komandan Regu Pengendalian Massa, Riddo Bagaray dan 10 polisi lainnya untuk membantu pengamanan Markas Polsek Paniai Timur yang sempat diserbu massa.
Setelah itu, Sukapdi berjaga di Markas Polres Paniai, yang berada di jalan utama menuju Rumah Sakit Umum Daerah. Di sana, Sukapdi menyaksikan mobil Satuan Polisi Pamong Praja melaju dengan cepat karena membawa korban.
“Saya saksikan, sampai empat kali pulang-balik. Saya tanya, dan dapat informasi jika mereka mengangkut korban kerusuhan,” kata Sukapdi.
Setelah itu, ia menunggu kedatangan Kapolres Paniai, dan bersama-sama Kapolres Paniai mendatangi RSUD Paniai untuk melihat korban meninggal. Akan tetapi, warga berkerumun di rumah sakit itu hingga sesak. Sukapdi dan Kapolres akhirnya hanya bisa melihat lima warga yang mengalami luka ringan. Termasuk bagian kepala yang berdarah.
“Perawat di rumah sakit bilang kalau di dalam ada korban. Kami tidak lihat, karena situasinya tidak memungkinkan.”
Beberapa saat kemudian, Sukapdi dan Kapolres Paniai menuju Eranotali, dan sekitar pukul 15.30 WP tiba di Markas Polsek Paniai Timur. Di sana, Sukapdi bertemu Komandan Rayon Militer Paniai dan Wakil Bupati Paniai, Yohanis Youw. Menurut Sukapdi, Youw sempat menyatakan kalau sekadar bangunan rusak, bisa diperbaiki, namun nyawa hilang tidak bisa digantikan. (*)