Jayapura, Jubi – Pangdam XVII/Cenderawasih Mayjen TNI Muhammad Saleh Mustafa menyatakan terhadap enam oknum prajurit TNI terduga pelaku pembunuhan dan mutilasi terhadap 4 warga Nduga di Timika pada 22 Agustus lalu, sidangnya akan dilaksanakan di Mahmil Makassar dan Mahmil Jayapura.
Sidang keenam prajurit Brigif 20 dilaksanakan di dua tempat, yakni bagi yang berpangkat mayor sidangnya dilaksanakan di Makassar, sedangkan yang kapten dan empat anggota lainnya di Jayapura.
Enam prajurit sudah ditetapkan sebagai tersangka, kata Mayjen Saleh, di sela kunjungan kerja di Korem 172/PWY Jayapura, Selasa (6/9/2022).
Dia mengatakan, dari dua pasal yang disangka kepada enam prajurit itu, dikenakan pasal berlapis. Namun yang terberat adalah Pasal 340 KUHP yakni pembunuhan berencana.
Kasusnya saat ini ditangani POM dan berharap segera disidangkan hingga kasusnya tuntas, apalagi sudah menjadi atensi pimpinan TNI.
Terkait dua prajurit yang dilaporkan menerima uang yang merupakan milik korban, Pangdam Cenderawasih mengaku masih didalami namun hingga kini statusnya belum jadi tersangka.
“Yang pasti kasusnya akan diproses hingga ke persidangan,” kata Mayjen TNI Saleh Mustafa.
Kasus mutilasi yang dilakukan 10 tersangka, enam anggota TNI-AD dan empat warga sipil terhadap empat korban yang tubuhnya dimasukkan ke dalam enam karung, dilakukan tanggal 22 Agustus lalu.
Enam karung berisi empat karung bagian tubuh masing-masing korban, satu karung berisi kepala, dan satu karung berisi kaki yang ditenggelamkan di sungai kampung Pigapu, Timika.
Empat korban mutilasi yaitu Irian Nirigi, Leman Nirigi, Arnold Lokbere, dan seorang korban yang identitasnya belum diketahui.
Sebanyak 10 tersangka kasus mutilasi ini yaitu Mayor HF, Kapten DK, Praka PR, Pratu RAS, Pratu PC, Pratu R, APL alias Jeck, DU, R, dan RMH yang hingga saat ini masih buron dan masuk dalam DPO Kepolisian.
Sementara itu Komite Nasional Papua Barat atau KNPB mendesak agar oknum TNI yang diduga terlibat dalam pembunuhan warga sipil di Kabupaten Mimika dan di Kabupaten Mappi diproses hukum. Hal itu disampaikan Juru Bicara KNPB Pusat, Ones Suhuniap melalui layanan pesan WhatsApp, Selasa.
Suhuniap menyatakan bahwa pembunuhan terhadap orang asli Papua yang diduga dilakukan oknum TNI merupakan kejahatan yang sangat tidak manusiawi. “Nyawa manusia Papua mahal, bukan binatang,” kata Suhuniap.
Suhuniap menyoroti uang ganti rugi yang dibayarkan TNI kepada keluarga korban penganiayaan yang berujung dengan meninggalnya seorang warga di Kabupaten Mappi. Ia menyatakan pembunuhan yang dilakukan oknum TNI tidak bisa diselesaikan dengan melalui pembayaran uang ganti rugi, dan harus diselesaikan melalui proses hukum.
“Orang Papua bukan barang jualan [yang] bisa beli dengan uang. Nilai kemanusiaan tidak bisa disamakan dengan harga barang. Itu tradisi yang buruk, karena nanti para pelaku tidak pernah disentuh oleh hukum,” ujarnya.
Suhuniap meminta para prajurit TNI yang diduga terlibat dalam pembunuhan dan mutiliasi di Mimika maupun penganiayaan yang berunjung dengan kematian warga Mappi tidak hanya diadili dalam sidang kode etik maupun sidang pergadilan militer.
Ia menyatakan para prajurit TNI yang melakukan pembunuhan, mutilasi, dan penganiayaan yang berakibat kematian diadili di peradilan umum, agar ada transparansi penegakan dan supremasi hukum yang adil.
“Karena pembunuhan dan mutilasi terhadap empat warga sipil di Timika itu melanggar hukum humaniter, dan pembunuhan berencana dengan ancaman Pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana. [Kasus di Mappi diancam] Pasal 355 [tentang penganiayaan terencana yang mengakibatkan] penghilangan nyawa,” katanya. (*)