Moanemani, Jubi – Yakonias Bobii dengan cekatan mencuci piring-piring makan, gelas minum, dan peralatan masak sehabis dipakai para peserta dan panitia Sekolah Lapangan Budi daya Kopi Konservasi atau SeKoLaB Kopi Papua, Selasa pagi, 24 Mei 2022.
Pekerjaan mencuci peralatan makan adalah bagian dari tanggung jawab semua peserta SeKoLaB Kopi Papua dilakukan tim secara bergilir selama 3 minggu di Unit Pemrosesan Hasil (UPH) Enauto Coffee di Kampung Idakotu, Moanemani Kabupaten Dogiyai.
Pagi itu adalah pagi terakhir Yakonias Bobii dan kesepuluh rekannya tinggal belajar di SeKoLaB Kopi Papua yang diselenggarakan oleh Yayasan Pembangunan Kesejahteraan Masyarakat (Yapkema). Siang itu mereka kembali ke kampung masing-masing yang tersebar di Kabupaten Deiyai, Paniai dan Dogiyai.
Sebelas orang peserta SeKoLaB Kopi Papua, yang dimulai sejak tanggal 3 Mei 2022, telah mengakhiri pelatihan dan praktiknya pada Senin, 23 Mei 2022. Selasa pagi mereka kembali dengan membawa serta perangkat persemaian biji kopi arabika, peralatan kebun dan dua ekor kelinci yang dibagikan oleh Yapkema.
Membuka kebun kolektif
“Sejak sa sekolah, kuliah di Manokwari, sampai kemarin ini, sa belum pernah ikut pelatihan yang seperti ini. Ada teori di ruangan dan praktik lapangan. Lalu tinggal sama-sama selama 3 minggu. Macam masak kita bagi tugas, kebersihan, cuci piring sendiri, itu sesuatu yang baru, dan saya belajar dari sini. Yang masak tidak hanya satu orang, tapi beberapa orang, bergantian. Semua rasa. Itu yang bagus,” kata Bobii saat berbincang-bincang dengan Jubi, Selasa 24 Mei 2022.
Pemuda 29 tahun dari Kampung Peyakedimi, Distrik Tigi Barat, Deiyai itu adalah Sarjana Perikanan lulusan Universitas Negeri Papua (Unipa) tahun 2018. Selesai wisuda, Bobii pulang dan langsung membuat kolam ikan.
Sekarang dia sudah memiliki tiga kolam ikan lele jumbo. Dia juga berkebun dan membuat koma (perahu kayu tradisional suku Mee) dari kayu yang diambil di hutan lalu menjualnya.
Bobii mendaftar SeKoLaB Kopi karena diajak kawannya, Asael Bobii. Bersama satu kawan sekampung lainnya, Yulianus Goo, Yakonias dan Asael Bobii berhasil menyelesaikan pelatihan intensif SeKoLaB Kopi Papua.
Bobii mengungkapkan, semua materi yang dia dapat, baik di ruangan maupun praktik selama pelatihan, sesuai dengan yang dia butuhkan. “Materinya itu hampir semua apa yang ada di sekitar kita. Sa baru tahu tentang kaitan antara tanam kopi dan krisis iklim. Ternyata tanam kopi ini bisa punya manfaat atasi krisis iklim, dan sebenarnya krisis iklim juga bisa berdampak ke tanaman kopi,” ujar Bobii.
“Kemudian, materi tentang Meuwodidee, manusia Mee, ekonomi orang Mee, Owaada, budi daya dan pascapanen kopi. Sejarah kopi juga sekarang jadi sedikit-sedikit tahu. Semua pemateri kuasai materi yang disampaikan dan juga ada diskusi kelompok jadi saya senang sekali,” lanjut Bobii.
Ke depan, sekembali dari pelatihan ini, Bobii bersama Yulianus Goo dan Asael Bobii akan membuat kebun kopi secara kolektif. Lahannya sudah ada, tinggal dibuat pagar dan digarap. “Itu kami tiga sudah bicarakan sebelum datang ikut pelatihan. Karena rumah kami berdekatan. Kami juga sudah kasih tahu 10 pemuda lainnya untuk membantu kami. Ke depan kalau ada sekolah kopi lagi, kami ajak mereka ikut. Karena bagus,” katanya.
Meskipun demikian, tiga orang sekawan ini juga akan membuka lahan kopi secara individu di lahan masing-masing. Untuk kebun kopi pribadi, Bobi akan membuatnya di lahan dekat kolamnya karena lokasi yang cukup luas.
“Tentang kopi ini mulai dari cara budi daya, perawatan, proses pascapanen dan harga saya baru tahu ini. Di kampung orang tua tidak ada kebun kopi. Cuma saya punya om yang punya, agak jauh dari rumah, tapi tidak pernah dirawat. Nanti kalau pulang dari sini, pasti saya kasih tau caranya. Bila perlu bantu,” kata Bobii sambil tersenyum.
Menginformasikan teknik baru budi daya kopi di kampung
Gergorius Bunai (33) asal Kampung Ganeyataka, Distrik Fajar Timur, Kabupaten Paniai, adalah siswa SeKoLaB Kopi lainnya. Bersama Oktopianus Kadepa, kawan satu distrik dan sesama anggota kelompok tani kopi, dia berkomitmen untuk menerapkan ilmu dan pengalaman praktik yang diperolehnya di SeKoLaB Kopi.
Bunai mengaku baru ikut pelatihan dengan model seperti SeKoLaB. Dia terkesan dengan konsep tinggal pola asrama bersama teman-teman dari daerah lain,
“Ada jadwal masak dan kebersihan, ada materi dan diskusi kelompok di ruangan kelas, ada pemutaran film yang berkaitan dengan materi yang disampaikan, ada praktik di kebun UPH kopi, juga ada kunjungan ke tempat petani yang sudah dianggap berhasil memadukan peternakan, perikanan, dan pertanian sebagai suatu kesatuan saling terkait,” ungkap Bunai dengan semangat.
Petani kopi yang dimaksud Gergo adalah Deki Pigai, di Kampung Yametadi, Distrik Kamuu Utara Kabupaten Dogiyai. Siswa SeKoLaB mengunjungi are kebun kopi dan peternakan kelinci, babi dan kambing serta kolam ikan milik Deki Pigai pada Jumat, 20 Mei 2022.
“Pak Deki itu sudah dan sedang melaksanakan konsep Owada. Dari mulai zona inti [atau keluarga], zona kedua [atau tanaman dan peternakan/perikanan sekitar rumah] dan zona ketiga [atau pagar rumah], sudah mantap dan patut diteladani,” kata Bunai dengan mengutip penjabaran salah satu isi materi dalam SeKoLaB Kopi.
Bapak Gergorius Bunai, Amatus Bunai, adalah kader SPL Moanemani pada tahun 80an. Amatus Bunai pulang ke kampung halamannya dengan membawa bibit kopi serta pohon cemara sebagai pohon peneduh. “Awalnya bapak menanam dan mengajarkan beberapa orang di kampung Tagiya, Distrik Aradide, kemudian ke kampung halamannya di sebelah yaitu Dauwagu,”, kata Bunai.
Ada 70-an tanaman kopi yang ditanam bersama cemara pada masa itu, kini dirawat oleh sang anak, Gergorius Bunai, dan sudah ditambah dengan 700 bibit kopi di lahan sebelah rumahnya.
Gergorius Bunai adalah pengurus inti Paroki Dauwagu, Fajar Timur yang sangat aktif. Dia membawahi para pewarta/katekis di setiap kombas di sana.
Tahun lalu, Bunai juga mengikuti pelatihan singkat 2 hari untuk 80 petani kopi binaan Yapkema. Setelah mengikuti pelatihan singkat itulah dia menanam 700 pohon kopi baru. “Yang baru saya belajar baik-baik disini adalah kembali merawat kebun dengan mengedepankan cara-cara konservasi dengan model agroforestry.”
SeKoLaB Kopi Papua memberikan dua modul ke seluruh siswa kopi sebagai pegangan. Modul pengantar dengan judul “Eksistensi Manusia Papua, Masa Depan Alam dan Sejarah Kopi” yang disusun oleh tim Yapkema dan Modul Pelatihan Budidaya Berkelanjutan dan Pascapanen Kopi Arabika yang diterbitkan oleh Kementerian Pertanian RI bersama Sustainable Coffee Platform of Indonesia (SCOPI) dan Global Coffee Platform (GCP) pada tahun 2019.
“Semua materi yang kita dapat saat pelatihan ini ada dalam modul. Lengkap dengan gambar-gambar juga. Jadi ini bisa menjadi pegangan. Kami bisa praktikkan dan ajarkan juga ke mereka yang lain.” katanya.
Bunai mengumpulkan semua bahan pelatihan visual seperti video dokumenter dari panitia dan pemateri. Ia berencana memutarnya dalam pertemuan-pertemuan dengan pengurus dan anggota paroki di kampungnya. “Pengetahuan yang saya dapat disini itu harus diberitahu ke warga lain di kampung sekitar saya,” tegasnya.
2200 tunas kopi yang telah siap
Mengikuti SeKoLaB Kopi Papua adalah kesempatan kedua bagi Yufentus Ukago (29) untuk tinggal di UPH Enauto di Idakotu, Dogiyai. Pada tahun 2018, Yufen yang saat itu mahasiswa semester akhir jurusan Budidaya Pertanian di Universitas Negeri Papua (Unipa) berpraktik kerja lapangan (PKL) di UPH Enauto untuk keperluan tugas akhir.
Saat itu, ia belajar dan mengambil data tentang proses panen kopi dan pascapanen kopi Arabika di kebun contoh UPH Enauto. Ia menyelesaikan kuliah pada tahun 2019, dan kembali ke kampung halamannya di Yukudei, Distrik Tigi Barat – Deiyai.
Selain beberapa hal terkait materi, pemateri, dan kurikulum, Yufen juga terkesan dengan pembahasan tentang kontrak belajar, tata tertib peserta serta pembagian jadwal masak dan kebersihan yang ditetapkan bersama-sama di SeKoLaB Kopi Papua. “Pas susun itu, kami peserta dan tim penyelenggara sama-sama diskusikan dan sepakati. Jadi yang buat kontrak belajar, tata tertib dan lain-lain itu bukan cuma sepihak yaitu penyelenggara. Tapi kita sama-sama. Ini yang menurut saya bagus sekali. Pada angkatan berikut harus begini juga,” katanya.
Di kampungnya, Yufen sudah ada lahan kosong yang cukup luas. Dia sudah mulai menyemaikan 2200 bibit kopi. Akhir pekan, dua minggu lalu Yufen pulang ke kampung untuk mengecek perkembangan persemaiannya.
Sekembali dari sana, dia bercerita, semaian kopinya sudah tumbuh, sepasang daun membuka. “Setelah kembali, nanti sa kasih pindah benih ke polibag yang kami dapat dari Yapkema. Setelah itu mulai siapkan lahan, bikin lobang tanam, baru kasih tinggal 3 sampai 4 bulan baru ditanam,” katanya disela-sela persiapan pulang Selasa lalu.
Yufen berencana meminta bantuan kepada beberapa kawannya untuk membuka lahan, yang memang selama ini mereka sering saling bantu. “Sa tinggal siapkan ongkos rokok secukupnya untuk mereka, itu sudah bisa,” ungkapnya.
Di kebun barunya, Yufen akan menerapkan model perkebunan agroforestry. Terkait pupuk, dia akan mengembangbiakkan sepasang ternak kelinci yang didapat dan juga akan memelihara kambing, “sehingga kotoran kedua ternak tersebut bisa dimanfaatkan untuk pupuk kompos penyuburan tanaman kopi dan juga tanaman sekitar rumah,” kata Ukago yang turut membantu menjadi pemateri pada sesi materi pemupukan 18 Mei 2022.
“Tinggal selama 3 minggu lebih di sini sama teman-teman dari daerah lain ini macam tidak terasa. Dapat materi di kelas, diskusi kelompok, nonton film, praktik lapangan, masak sama-sama, kerja sama-sama dengan teman-teman piket, macam mau lama-lama juga tidak apa-apa. Tapi sudah saatnya pulang. Ada beban kalau sudah dapat ilmu dan keterampilan tapi tidak dikembangkan atau praktikkan. Sa pulang ini sa serius dulu,” katanya penuh yakin.
Hanok Herison Pigai, Direktur Yapkema, melepas sebelas siswa tamatan SeKoLaB Kopi Papua ini dengan haru dan bangga. Pada acara penutupan, Senin malam, 23 Mei 2022, ia memastikan SeKoLaB Kopi Papua akan dilaksanakan setiap tahun.
“Selaku trainer kopi saya merasa sangat bangga pada angkatan pertama SeKoLaB Kopi Papua ini. Teman-teman telah meletakkan fondasi sekaligus contoh yang baik bagi angkatan-angkatan selanjutnya. Teman-temanlah yang akan menjadi contoh generasi baru petani kopi konservasi di Meepago untuk mengembalikan kejayaan kopi kita,” tegas Pigai setelah membagikan sertifikat tanda tamat SeKoLaB Kopi Papua kepada seluruh siswa di penghujung acara.(*)
Discussion about this post