Jayapura, Jubi – “Hidup mahasiswa Fakultas Hukum …,” begitu teriakan salah seorang orator demonstrasi Badan Eksekutif Mahasiswa dan Dewan Perwakilan Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Cenderawasih atau Uncen, Rabu (27/7/2022). Pekikan itu terdengar hingga ke halaman kampus Fakultas Ekonomi Uncen, yang bersebelahan dengan kampus Fakultas Hukum.
Di bawah rindangnya pepohonan, di depan papan nama Fakultas Hukum Uncen, para mahasiswa berorasi. Di tiang papan nama fakultas, para mahasiswa menggatungkan spanduk yang berisi aneka tuntutan mereka kepada Dekanat Fakultas Hukum maupun Rektorat Uncen.
Sejak Selasa (26/7/2022), para pengurus Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) dan Dewan Perwakilan Mahasiswa (DPM) Fakultas Hukum Uncen berunjuk rasa memprotes pelaksanaan Pengenalan Kehidupan Kampus bagi Mahasiswa Baru atau PKKMB yang tidak melibatkan BEM dan DPM. Mereka juga memprotes iuran PKKMB yang dinilai terlalu mahal dan memberatkan mahasiswa baru Fakultas Hukum Uncen.
Merasa unjuk rasanya diabaikan Dekanat, mereka akhirnya memalang atau “menyegel” kampus mereka dengan menaruh balok/potongan kayu di jalan masuk kampus Fakultas Hukum. Dengan menggunakan jaket almamater mereka, para pengurus BEM dan DPM itu melanjutkan demonstrasi mereka pada Rabu, meminta ada pejabat Dekanat atau Rektorat yang datang menemui mereka.
“Hidup mahasiswa …, hidup mahasiswa,” seru Koordinator Aksi Jhon Feri Tebay sambil menggenggam pelantang suara. Dia ditemani Ketua BEM Fakultas Hukum Uncen Yunien Pahabol beserta para pengurus BEM dan DPM lainnya. Rabu pagi itu, mereka menyambut kedatangan Rektor Uncen, Dr Ir Apolo Safanpo ST MT bersama para petinggi Dekanat Fakultas Hukum Uncen.
Tebay pun menyampaikan rasa terima kasihnya kepada Safanpo yang mau mendatangi mahasiswa dan mendengarkan aspirasi mereka. “Kami mahasiswa harus merdeka dari belenggu pendidikan di Tanah Papua, khususnya Fakultas Hukum Uncen yang terkesan menutup daya kretifitas mahasiswanya untuk ,” kata Tebay saat berorasi di depan para petinggi kampusnya.
Tebay mengatakan pihaknya telah berkali-kali menyampaikan aspirasinya kepada Dekanat Fakultas Hukum Uncen, namun tidak mendapat jawaban. “Kami melakukan demonstrasi ini sebagai bentuk kekecewaan kami dari pihak kampus, khususnya Dekanat Fakultas Hukum yang tidak merespon aspirasi kami. Jadi kami palang Fakultas Hukum Uncen dari kemarin,” kata Tebay.
Ketua BEM Fakultas Hukum, Yunien Pahabol mengatakan BEM dan DPM adalah organisasi pengkaderan bagi calon pemimpin mahasiswa dan Papua. “Kami meminta agar pembinaan internal berjalan normal. Kami palang agar apirasi kami bisa dijawab oleh Dekan FH dan harus ada kejelasan dari Rektor Uncen,” katanya.
Pahabol Dekanat Fakultas Hukum wajib melibatkan organisasi mahasiswa dalam kegiatan kampus. “Kalau Dekenat tidak mendukung aspirasi kami, dan mengabaikan kewenangan BEM dan DPM, kami akan kembali melakukan pemalangan,” katanya.
Pahabol kemudian menyampaikan sembilan tuntutan BEM dan DPM Fakultas Hukum Uncen. “Fakultas Hukum harus transparan mengenai dana Bantuan Operasional Perguruan Tinggi Negeri atau BOPTN dan dana organisasi kemahasiswaan. Setiap kegiatan yang melibatkan mahasiswa harus melibatkan BEM dan DPM,” katanya.
Ia juga meminta Rektor dan Dekan Fakultas Hukum menurunkan iuran Pengenalan Kehidupan Kampus bagi Mahasiswa Baru atau PKKMB bagi mahasiswa baru regular dari Rp1 juta menjadi Rp500 ribu, dan menurunkan iuran PKKMB bagi mahasiswa baru non regular (ekstensi) dari Rp1,2 juta menjadi Rp800 ribu.
“Kami meminta agar PKKMB dilaksakan melalui pertemuan tatap muka atau luring. BEM dan DPM harus dilibatkan dalam kepanitiaan PKKMB,” ujarnya.
Pahabol juga meminta Kampus Uncen mengakomodir calon mahasiswa asli Papua yang tidak lolos tes penerimaan. Selain itu, Dekanat Fakultas Hukum diminta segera menyelenggarakan perkulihan secara tatap muka, karena perkuliahn daring membutuhkan banyak biaya yang membebani mahasiswa.
Rektor Uncen, Dr Ir Apolo Safanpo ST MT menyatakan telah mendengar aspirasi BEM dan DPM itu. Ia menyatakan aspirasi itu akan ditindaklanjuti Dekanat Fakultas Hukum Uncen.
“Kami akan menindaklanjuti aspirasi mahasiswa. Kami sudah mendengarkan aspirasi mahasiawa itu. Kami akan mengundang kembali pimpinan Dekan Fakultas Hukum untuk menindaklanjuti aspirasi mahasiswa itu,”katanya.
Safanpo mengatakan penyampaian aspirasi di kampus tidak dilarang, bahkan justru dilindungi dan dijamin oleh undang-undang. “Yang dilarang adalah memalang kampus dan menghentikan perkuliahan di kampus. Itu merupakan perbuatan melawan hukum, dan [melanggar] Hak Asasi Manusia orang lain,” kata Safanpo.
Safanpo mengatakan kebebasan setiap orang tidak bersifat mutlak. “Kebebasan kita itu dibatasi oleh etika, moral, dan agama. Kalau kita ada di rumah kita sendiri, bebas kita mau buat apa saja. Tetapi, ketika kita berada di tengah-tengah komunitas orang lain, kita tidak bisa berbuat apa saja [atau] mengatakan apa saja, karena kebebasan kita dibatasi oleh etika, moral, dan agama,” kata Safanpo.
Pembantu Dekan III Fakultas Hukum Uncen, Wina Sanandi mengatakan pihaknya akan memenuhi panggilan Rektor untuk membahas tindak lanjut atas tuntutan para mahasiswa. “Kami akan menuggu panggilan dari Rektor untuk mendiskusikan bersama-sama apirasi mahasiswa itu,” katanya.
Sanandi mengatakan para mahasiswa sering menyampaikan aspirasi mereka kepada Dekanat. “Kami selalu berdiskusi [soal] proposal yang diajukan mahasiawa, kegiatan mahasiswa. Namun semua pembahasan ini dikembalikan kepada lembaga. Harapan kami agar aspirasi mahasiswa itu bisa terjawab, dan agenda BEM maupun DPM bisa terlaksana,” katanya.
Ketua Jurusan KTN Fakultas Hukum Uncen, Ruth Kambuaya mengatakan mahasiwa sudah dua hari memalang kampusnya, sehingga perkulihan terhenti. “Kiranya apa yang disampaikan oleh mahasiswa dapat direspon Rektorat dan Dekanat, sehingga tidak menimbulkan aksi yang merugikan mahasiawa lainnya,” kata Kambuaya. Seusai itu, para mahasiswa pun membuka palang dan membersihkan balok/potongan kayu yang sebelumnya ditaruh di jalan masuk kampus Fakultas Hukum. (*)
Discussion about this post