Jayapura, Jubi – Petisi Rakyat Papua atau PRP mensikapi situasi kekinian di Tanah Papua menyerukan aksi nasional pada 10 Mei 2022 menentang otonomi khusus (Otsus) jilid 2 dan pemekaran daerah otonom baru (DOB) di seluruh wilayah Indonesia dan Tanah Papua.
“Kepada 122 organisasi gerakan akar rumput, pemuda, mahasiswa dan rakyat Papua yang tergabung dalam Petisi Rakyat Papua serta 718.179 suara rakyat Papua yang telah menandatangani petisi yang tersebar di seluruh Tanah Papua dan Indonesia untuk segera melakukan konsolidasi dan mobilisasi guna melakukan aksi pada tanggal 10 Mei 2022 secara nasional dan serentak di Papua maupun di luar Papua,” demikian salah satu pernyataan sikap PRP dalam rilis media yang diterima Jubi, Kamis (5/5/2022).
Juru bicara PRP, Jefri Wenda menyatakan aksi nasional tersebut ditempuh sebab selama ini suara rakyat Papua sama sekali tidak didengar oleh Jakarta dan terlalu memaksakan kehendak untuk kepentingan ekonomi dan politik kekuasaan di Tanah Papua.
PRP menyatakan pengesahan otsus oleh pemerintah pusat secara sepihak tanpa melibatkan rakyat Papua. Selain itu cara yang ditempuh Jakarta bertujuan untuk menghapus semua kewenangan pemerintah provinsi dan MRP melalui Undang-undang (UU) Nomor 2 Tahun 2021 tentang perubahan kedua atas UU Nomor 21 Tahun 2002 tentang Otonomi Khusus (Otsus) bagi Provinsi Papua.
PRP menilai DPR RI secara sepihak mengesahkan 3 Rancangan Undanga-Undang (RUU) pemekaran pada 12 April 2022 tanpa mempertimbangkan aspirasi rakyat Papua yang selama 2 bulan terakhir melakukan aksi demonstrasi penolakan secara masif di sejumlah wilayah Indonesia maupun pada 28 kabupaten serta 1 kota di provinsi Papua terhadap kebijakan pemerintah pusat.
“Pemekaran tiga (3) provinsi diputuskan berdasarkan pertimbangan politik dan laporan Badan Intelejen Negara (BIN) guna menghancurkan nasionalisme rakyat Papua dan bagian dari politik adu-domba yang hanya memperkuat politik indentitas yang dengan mudah memicu konflik horizontal diantara rakyat Papua,” tulis PRP dalam pernyataannya.
Lebih gila lagi, secara gamblang Menteri Politik hukum dan HAM (Menko Polhukam) Mahfud MD dalam jumpa pers secara pada 25 April 2022 mengklaim bahwa 82 persen rakyat Papua meminta pemekaran?. Pertanyaanya, rakyat Papua yang mana?.
“Tentu saja apa yang disampaikan Mafud MD guna membenarkan niat busuk penjajah di Papua” tegas PRP.
Otsus jilid dua dan DOB tidak melibatkan orang Papua sebagai subyek, sama halnya dengan perjanjian New York 15 Agustus 1962, perjanjian Roma 30 September 1962, penyerahan administrasi West Papua 1 Mei 1963, kontrak karja PT Freeport 1967 dan PEPERA 1969 yang cacat hukum dan moral serta penuh dengan rekayasa.
Secara tegas PRP menyatakan rakyat Papua 95 persen menolak kebijakan penjajah kerena Otsus dan DOB hanyalah racun pembunuh bagi rakyat Papua. DOB hanya memperluas Insprastruktur Militer dan perampasan tanah atas nama pembangunan.
PRP mengeklaim jumlah militer gabungan TNI/Polri di Papua sejak 2013-2021 berjumlah 76.227 personil, jumlah ini tidak termasuk militer non-organik dan organik yang dikirim awal tahun 2022.
Jumlah pasukan itu tersebar di Kodam XVII/Cendrawasih, Kodam XVIII/Kasuari, Polda Papua dan Papua Barat. Jika pemekaran 3 DOB maka menjadi lima (5) Polda dan 5 Kodam. Kemudian ditambah Korem, Kodim, Polres dan Polresta serta jumlah personil organik maupun non organik akan bertambah berdasarkan kapasitas 3 provinsi baru. Artinya, jumlah personil akan melebihi jumlah orang asli Papua yang hanya 2 juta jiwa.
Alasan pemerintah menerapkan DOB dan otsus jilid 2 demi kesejatrahaan dan pembangunan bagi rakyat Papua hanya ‘omong-kosong’ belaka, realitasnya rakyat Papua hanya menjadi objek, bukan subjek.
Otsus jilid 2 maupun pemekaran bukan untuk kepentingan serta mensejahterakan rakyat Papua, melainkan membuka lapangan pekerjaan bagi kaum migran dan hanya membuka akses bagi investor asing untuk dapat melakukan eksploitasi sumber daya alam secara masif yang tentunya akan berdampak pada marginalisasi, genosida, ekosida dan etnosida di bumi Cenderawasih.
Selama ini para kaum borjuis boneka Jakarta yang haus kekuasaan menjadi budak penguasa selalu melegitimasi rakyat Papua guna meloloskan otsus jilid 2 dan pemekaran.
Di tengah hiruk penolakan kebijakan kolonialisme oleh rakyat Papua hingga jatuhnya korban jiwa, Indonesia masih terus menunjukkan sikap tidak tahu malu dan keras kepala tanpa mendengar atau mempetimbagankan tuntutan pokok rakyat Papua tentang ‘cabut otsus jilid 2, tolak DOB dan berikan hak menentukan nasib sendiri bagi bangsa West Papua” melalui PRP.
Mensikapi keras kepala yang terus ditunjukan penguasa di Jakarta, PRP yang merupakan manifestasi sikap rakyat Papua menolak Otsus dan produk pemekaran di Tanah Papua mendorong referendum West Papua sebagai solusi demokratis dalam konflik hak penentuan nasib sendiri.
Ada pun himbauan serta pernyataan PRP diantaranya menyerukan kepada seluruh Rakyat Papua yang ada di West Papua dan Indonesia untuk segera melibatkan diri dalam aksi nasional 10 Mei 2022 guna menolak segala bentuk produk hukum kebijakan kolonialisme–Indonesia yang hakikatnya untuk mempertahankan penjajahan di bumi West Papua.
Kemudian PRP mengimbau kepada saudara kami non-Papua (amber) dari berbagai suku; Jawa, Madura, Batak, Toraja, Bugis, NTT dsb, yang telah lama hidup di atas negeri tercinta West Papua dan telah menganggap diri bagian dari rakyat bangsa Papua untuk dapat berpartisipasi dalam rencana aksi serentak ini.
Berikutnya PRP mengimbau Dewan Gereja Papua (DGP), Koalisi Penegak Hukum dan HAM di Papua yang di dalamnya terdiri dari LBH Papua, PAHAM Papua, ALDP Papua, PBH Cendrawasih, KPKC Sinode Tanah Papua, SKP Fransiskan Jayapura, Elsham Papua, Walhi Papua, Yadupa Papua, LP3BH dan lain-lain untuk dapat mengadvokasi jalanya aksi nasional 10 Mei 2022.
PRP juga mengimbau kepada Kepala Kepolisian Republik Indonesai di Papua, baik Polda Papua dan Polda Papua Barat untuk dapat mengawal jalanya aksi nasional 10 Mei dengan tertib, aman dan damai serta mendesak bawahannya untuk tidak merespon aksi demonstrasi tersebut secara membabi-buta.
Pada poin terakhir pernyataan, PRP menyatakan bertanggung jawab atas semua rangkaian aksi nasional yang akan dilaksanakan pada 10 Mei 2022 nanti.
“Himbauan ini kami [PRP] keluarkan, atas patisipasi seluruh rakyat Papua yang menginginkan terciptanya tatanan masyarakat yang merdeka secara politik, adil secara sosial, sejahtera secara ekonomi, dan partisipasif secara budaya di alam Tanah Papua,” demikian pernyataan sikap PRP. (*)
Discussion about this post