Merauke, Jubi – Persatuan Perempuan Ha Anim – sebuah organisasi yang memperjuangkan kaum perempuan di Kabupaten Merauke, Papua Selatan, mengampanyekan antikekerasan terhadap perempuan serta mendesak pemerintah dan semua pihak untuk memenuhi hak-hak perempuan.
Melalui siaran pers yang diterima Jubi, Minggu (11/12/2022) dari LBH Papua Pos Merauke, dikatakan Persatuan Perempuan Ha Anim telah melakukan serangkaian kegiatan dalam rangka kampanye 16 Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (16 HAKTP) sejak 25 November hingga 10 Desember 2022 lalu. Momen tersebut juga digunakan untuk menyuarakan hak-hak perempuan.
“Para perempuan yang tergabung dalam Persatuan Perempuan Ha Anim didampingi LBH Papua Pos Merauke turut serta dalam agenda kampanye 16 HAKTP yang berlangsung di seluruh Indonesia yang dimulai pada 25 November hingga 10 Desember 2022,” kata aktivis LBH Papua Pos Merauke, Teddy Wakum.
Wakum menyatakan selama momentum kampanye 16 HAKTP, Persatuan Perempuan Ha Anim melakukan serangkaian kegiatan diskusi dengan topik, antara lain isu dan gerakan perempuan, persoalan kekerasan terhadap perempuan, persoalan perempuan dan HIV/AIDS, dan persoalan ekonomi.
Pada diskusi pertama pada 26 November lalu, Persatuan Perempuan Ha Anim membahas soal kebijakan daerah dan atau peraturan daerah (Perda) yang dinilai mendiskriminasi kaum perempuan. Tercatat ada 282 regulasi di seluruh daerah di Papua yang dianggap sebagai bentuk diskriminasi terhadap perempuan.
“Banyak dari perda tersebut mengatur tentang cara berpakaian, peraturan jam malam bahkan gerak tubuh perempuan. Serangan terhadap seksualitas perempuan dilakukan bersamaan dengan pemasifan komodifikasi tubuh perempuan,” kata Wakum.
“Hal ini terlihat jelas dalam industri kecantikan dan pornografi. Di Papua, dalam situasi sekarang, industri kecantikan justru dinilai sebagai industri yang tahan krisis dan sangat menjanjikan. Industri ini menentukan strandar-strandar tertentu yang berpotensi pada penyimpangan-penyimpangan dan kriminalisasi terhadap perempuan,” sambungnya.
Dalam diskusi kedua di 29 November 2022, topik yang dibahas menyangkut tindakan kekerasan terhadap perempuan. Persatuan Perempuan Ha Anim menyoroti persoalan kekerasan terhadap perempuan dalam keluarga, komunitas dan negara.
“Perempuan bukan saja menjadi korban kekerasan secara fisik, tapi juga nonfisik seperti pengekangan kebebasan berpendapat, intimidasi dan lain-lain. Perempuan juga mendapat kekerasan dari negara, seperti menjadi korban dari konflik politik, kepentingan investasi dan lain-lain,” tuturnya.
Selanjutnya dalam diskusi ketiga dan keempat, Persatuan Perempuan Ha Anim membahas persoalan HIV/AIDS yang menimpa perempuan, kekerasan dalam rumah tangga, penganiayaan anak di bawah umur, persoalan ekonomi, hak-hak perempuan atas pelayanan kesehatan dan pendidikan.
“Terkait ekonomi salah satunya itu bagaimana mama-mama Papua yang notabene berjualan di pasar harus bersaing dengan pemilik modal besar nonPapua. Terkait kesehatan di antaranya menyangkut mama-mama Papua yang tidak ditanggung BPJS. Begitu pun dengan pendidikan yang belum menyentuh perempuan Papua,” kata Wakum.
Dari berbagai diskusi tersebut, Persatuan Perempuan Ha Anim menyerukan agar semua pihak turut mengampanyekan anti kekerasan terhadap perempuan, dan mendesak pemerintah untuk lebih berperan aktif dalam memenuhi hak-hak perempuan.
“Kami mengajak masyarakat untuk ikut serta dalam memerangi segala bentuk kekerasan yang terjadi, dan apabila melihat dan menemukan tindakan kekerasan yang terjadi kepada perempuan maka wajib dilaporkan kepada lembaga yang berwenang untuk ditangani dan diproses secara hukum,” imbuhnya. (*)