Jayapura, Jubi – Ketua Dewan Pimpinan Cabang Ikatan Pelajar dan Mahasiswa Nduga se–Indonesia atau IPMNI Kota Studi Jayapura, Warnus Tabuni mengatakan penambahan pasukan TNI/Polri ke Kabupaten Nduga sejak Desember 2018 gagal menyelesaikan masalah. Penambahan pasukan itu justru menimbulkan konflik bersenjata berkepanjangan sejak 4 Desember 2018.
Hal itu dinyatakan Warnus Tabuni menyikapi tiga tahun lebih konflik bersenjata antara Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPNPB) dan pasukan TNI/Polri di Nduga. Menurutnya, dampak konflik bersenjata di Nduga telah terjadi secara luas dan masif, menyebabkan ribuan warga sipil meninggalkan kampung halaman mereka dan mengungsi.
“Dampaknya konflik tidak berhenti, [dan] mengakibatkan terjadi teror, intimidasi, penembakan brutal, pengeboman lewat udara, pembakaran honai (rumah tradisional warga) di mana-mana. Fasilitas umum dibakar, penghancuran rumah, kantor distrik, puskesmas, gereja, sekolah dan rumah guru,” kata Tabuni saat memberikan keterangan pers di Kota Jayapura, Kamis (7/4/2022).
Konflik bersenjata yang telah berlangsung di Nduga selama tiga tahun lebih membuat warga sipil mengungsi dari 13 distrik di sana. “Jumlah pengungsian sudah melebihi 40.000 orang. Mereka mengungsi ke gunung yang dikelilingi hutan belantara. Ada juga yang mengungsi ke Kabupaten Jayawijaya, Puncak, Nabire, Yahukimo, Lanny Jaya, Mimika, Jayapura dan sekitarnya,” kata Tabuni.
Tabuni mengatakan tidak ada tanda bahwa tragedi kemanusiaan di Nduga ini akan berakhir. Menurutnya, konflik bersenjata berkepanjangan menimbulkan berbagi kekerasan dan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) yang mengorban warga sipil. Selain itu, banyak pengungsi yang meninggal karena tidak mendapatkan pelayanan kesehatan yang baik.
“Kami mencatat sampai saat ini telah ada sedikitnya 257 rakyat sipil Nduga yang meninggal akibat sakit, kelaparan, diculik, atau bahkan dibunuh aparat keamanan yang menyerang warga sipil yang tidak tahu apa-apa,” kata Tabuni.
Tabuni menilai dalil operasi penegakan hukum dan keamanan yang dilakukan aparat keamanan di Nduga justru menimbulkan berbagai kasus pelanggaran HAM. “Saat ini, situasi Nduga kembali memanas, [khususnya] di Keneyam, ibu kota Kabupaten Nduga, akibat perang TPNPB dan pasukan TNI/Polri sejak 26 Maret 2022 lalu.
Tarik militer dari Nduga
Sementara itu Wakil Ketua Dewan Pimpinan Cabang IPMNI Kota Studi Jayapura, Lepania Doronggi mengatakan masyarakat sipil terus menjadi korban dari konflik bersenjata di Nduga. Mereka terbunuh, kehilangan tempat tinggal, dan kehilangan kebebasannya.
“Pemerintah Kabupaten Nduga maupun Pemerintah Provinsi Papua bersikap acuh tak acuh terhadap situasi warga sipil Nduga. Kami, pelajar dan mahasiswa Nduga, menegaskan kepada Presiden Joko Widodo [beserta] Panglima TNI dan Kapolri, segera tarik pasukan organik maupun non-organik dari seluruh wilayah Nduga. Jika tidak, hadapi TPNPB, agar konflik itu tidak mengorbankan masyarakat sipil yang ada,” kata Doronggi.
Doronggi meminta Presiden Joko Widodo segera buka akses jurnalis nasional maupun internasional serta tim pencari fakta ke Papua. Hal itu dinilai penting untuk mendorong penyelesaian krisis kemanusiaan di Ndugama.
“Buka akses jurnalis nasional maupun internasional dan tim pencari fakta ke Papua, untuk membuka ruang dialog damai yang dimediasi pihak ketiga, yaitu Perserikatan Bangsa-Bangsa. Cari solusi demokrasi bagi penyelesaian konflik bersenjata antara TPNPB dan TNI/Polri,” kata Doronggi. (*)
Untuk melihat lebih banyak content JUBI TV, click here!