Jayapura, Jubi – Juru Bicara Himpunan Pelajar dan Mahasiswa Nduga atau HPMN se-Sulawesi dan Indonesia Tengah Cabang Manado, Antonius Gwijangge meminta Presiden Joko Widodo segera menarik pasukan militer organik dan non-organik dari Tanah Papua. Permintaan itu disampaikan Gwijangge pada Senin (11/4/2022), sebagai reaksi atas insiden penembakan Parunus Lokbere (17) yang terjadi di Kenyam, ibu kota Kabupaten Nduga, pada 5 April 2022 lalu.
Gwijangge mengatakan jika penarikan pasukan militer organik dan non-organik dari Tanah Papua tidak dilakukan, warga sipil di berbagai daerah konflik terus mengalami intimidasi, teror, kekerasan, hingga pembunuhan. “Panglima TNI segera tarik militer dari seluruh wilayah konflik di Tanah Papua, seperti di Nduga, Intan Jaya, Yahukimo, Pegunungan Bintang, Puncak [di Provinsi Papua], dan Kabupaten Maybrat [di Provinsi Papua Barat],” kata Gwijangge.
Gwijangge menyebut kehadiran pasukan militer di Tanah Papua justru menimbulkan eskalasi konflik bersenjata di Papua. Ia mencontohkan Kabupaten Nduga, yang sejak Desember 2018 terus dilanda konflik bersenjata antara Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPNPB) dan pasukan TNI/Polri.
“Pada tanggal 2 April 2022, terjadi kontak tembak antara TPNPB dan TNI/Polri, terjadi sekitar pukul 21.00 sampai pukul 03.00 WP dini hari,” katanya.
Menurut Gwijangge, dalam kontak tembak 2 April itu, tidak ada korban jiwa dari kalangan warga sipil, namun sejumlah bangunan dan rumah warga rusak. Akan tetapi, pada 5 April, seorang anak berumur 17 tahun, Parunus Lokbere meninggal dunia setelah ditembak. Diduga, Lokbere ditembak oleh prajurit TNI. H
“Pada 5 April 2022, kembali terjadi penembakan yang dilakukan oknum aparat keamanan terhadap warga sipil yang tidak tau apa-apa. Penembakan itu terjadi di Kampung Nogolaid, Distrik Kenyam, Kabupaten Nduga. Parunus Lokbere, berumur 17 tahun, warga sipil dari Kampung Paris, Distrik Mbua Tengah. Penembakan ini harus diusut,” kata Gwijangge.
Gwijangge juga meminta pemerintah Indonesia untuk mengungkapkan pelaku penembakan itu. “Kami membutuhkan keadilan ditegakkan. Kami menolak pemekaran dan lain-lain yang direncana oleh Jakarta,” katanya.
Eskalasi konflik bersenjata kembali terjadi di Kenyam, ibu kota Kabupaten Nduga, setelah pasukan TPNPB menyerang pos Satgas Muara dan Perairan dari dari Yonif Marinir-3 pada 27 Maret 2022 lalu. Sejumlah dua prajurit Marinir, Letda Marinir Muhammad Ikbal dan Pratu Marinir Wilson Anderson Here meninggal dunia dalam serangan itu.
Selain itu, beberapa prajurit Marinir lainnya terluka. Sejak saat itu, kontak tembak beberapa kali terjadi di sekitar Kenyam.
Badan Pengurus HPMN, Sebe Wasiangga meminta pasukan TNI/Polri menghentikan penggunaan bom dan mortir di Kabupaten Nduga. “Kami menegaskan kepada TNI/Polri, stop menggunakan bom mortir dan intimidasi terhadap warga sipil Nduga,” katanya.
Wasiangga meminta Pemerintah Kabupaten Nduga dan Pemerintah Provinsi Papua segera membentuk tim investigasi untuk mengungkapkan kasus Parunus Lokbere. “Kami meminta dengan tegas kepada Pemerintah Provinsi Papua serius untuk menangani kasus pelanggaran HAM di Nduga dan beberapa daerah yang konflik bersenjata,” katanya.
Jubi telah berupaya mengonfirmasi insiden penembakan Parunus Lokbere itu kepada Panglima Kodam XVII/Cenderawasih, Mayor Jenderal Teguh Muji Angkasa melalui layanan pesan Whatsapp pada 7 April 2022, untuk mendapatkan informasi pembanding. Jubi juga telah berupaya mengonfirmasi informasi itu kepada Wakil Kepala Penerangan Kodam XVII/Cenderawasih, Letkol Inf Candra Kurniawan melalui layanan pesan Whatsapp pada Senin. Akan tetapi, hingga berita ini diturunkan, upaya konfirmasi Jubi belum dijawab. (*)
Discussion about this post