Jayapura, Jubi – Panglima Komando Daerah Militer atau Pangdam XVII/Cenderawasih, Mayjen TNI Muhammad Saleh Mustafa menegaskan ganti rugi uang yang dibayarkan TNI kepada keluarga korban penganiayaan yang diduga dilakukan prajurit TNI di Kabupaten Mappi tidak akan menghentikan proses hukum dalam perkara itu. Hal itu dinyatakan Saleh di Kota Jayapura, Senin (12/9/2022).
Menurut Saleh, proses hukum bagi prajurit Batalion Infantri Raider 600/Modang yang diduga melakukan penganiayaan terhadap warga Kabupaten Mappi tetap berjalan. “Sesuai arahan Panglima [TNI] dan Kasad, penyelesaian secara adat tidak mengurangi proses hukum,” tegas Saleh.
Penganiayaan terhadap dua orang warga sipil terjadi di Pos Bade, Distrik Edera, Kabupaten Mappi, pada 30 Agustus 2022. Penganiayaan yang diduga dilakukan prajurit Batalion Infantri Raider 600/Modang itu menyebabkan Bruno Amenim Kimko meninggal dunia, dan Yohanis Kanggun luka berat. Selain Kimko dan Kanggun, seorang warga lain benama Norbertus turut menjadi korban aksi kekerasan itu.
Saleh menyatakan 18 prajurit prajurit Batalion Infantri Raider 600/Modang yang bertugas di Pos Bade akan dibawa ke Detasemen Polisi Militer Merauke untuk diperiksa di sana. “Jadi aspek yuridis atau hukum tetap jalan. Meskipun masyarakat sudah menerima pembayaran adat, tapi hukum tetap berproses,” ujarnya.
Sebelumnya, sejumlah pihak mengkritik langkah TNI yang membayarkan ganti rugi sejumlah uang kepada keluarga korban penganiayaan di Mappi. Pembayaran uang ganti rugi itu dikhawatirkan akan dijadikan alasan untuk menghentikan proses hukum dalam kasus itu.
Direktur Lembaga Bantuan Hukum atau LBH Papua, Emanuel Gobay menyatakan oknum prajurit Yonif Raider 600/Modang yang diduga menganiaya warga Mappi harus diproses hukum, walaupun keluarga korban telah menerima uang sebagai ganti rugi. Ia menyatakan kasus penganiayaan yang berakibat kematian merupakan delik biasa, yang kasusnya harus ditangani aparat penegak hukum dengan atan tanpa ada laporan dari korban atau keluarga korban.
“Pada prinsipnya tindak penganiayaan dan pembunuhan masuk dalam kategori delik biasa, bukan sebagai delik aduan. Sebagai delik biasa, maka perdamaian atau pembayaran denda tidak bisa menghentikan proses pidananya, tidak bisa menghilangkan peristiwa [pembunuhan] yang terjadi,” kata Gobay kepada Jubi. (*)
Untuk melihat lebih banyak content JUBI TV, click here!