Jayapura, Jubi – “Kita apresiasi putusan hakim terhadap kedua pelaku terutama divonis dipecat dari kesatuannya, hal ini penting agar menjadi pembelajaran bagi pasukan organik dan non organik yg bertugas di Papua agar lebih hati-hati dalam bertugas, lebih memperhatikan budaya dan rasa kemanusiaan terhadap masyarakat setempat,”kata Direktur Perkumpulan Advokat Hak Asasi Manusia atau PAHAM Papua, Gustaf R Kawer kepada Jubi melalui pesan WhatsApp, Senin (11/7/2022).
Pada Rabu, (6/7/2022) Pengadilan Militer III – 17 Manado, Sulawesi Utara menggelar sidang pembacaan putusan terhadap dua prajurit TNI yang membunuh dua warga Timika, Eden Bebari dan Roni Wandik.
Terdakwa Letda Inf Gabriel Bowie Wijaya divonis dengan hukuman penjara 7 tahun penjara dan dipecat dari dinas militer, sementara Praka Sugi Harnoto divonis dengan hukuman penjara 6 tahun dan dipecat dari dinas militer.
Kata Kawer, PAHAM Papua adalah kuasa hukum keluarga kedua korban penembakan yang terjadi di Timika pada 13 April 2020.
Menurut Kawer, Gabriel dan Sugi didakwa melakukan pembunuhan sebagaimana diatur Pasal 338 Jo Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHP dan penggunaan tenaga bersama untuk melakukan kekerasan yang menghilangkan nyawa orang lain sebagaimana diatur Pasal 170 ayat (2) Ke-3 KUHP. Kawer menegaskan bahwa kedua perbuatan yang didakwakan kepada Gabriel maupun Sugi itu adalah kejahatan terhadap nyawa.
Kawer mengatakan, putusan ini merupakan catatan penting, putusan ini jauh dari ancaman dalam dakwaan dan tuntutan Jaksa, seharusnya hakim memberi vonis sesuai ancaman hukuman dalam dakwaan jaksa.
“Kami dari kuasa hukum keluarga korban berharap, ke depan kasus-kasus yang terdapat kuat dugaan pelanggaran seperti ini diselesaikan lewat mekanisme pengadilan HAM berat, supaya atasan pelaku, penanggung jawab dilapangan, pelaku lain yang terlibat juga diproses hukum, bukan hanya 4 orang yang diproses dan hanya di level lapangan/bawah, tetapi semua yang terlibat diminta pertanggungjawaban,”katanya.
Kawer mengingatkan, berbagai bentuk pelanggaran HAM yang terjadi di tanah Papua, sejauh ini tidak ada kompensasi, restitusi dan rehabilitasi bagi keluarga korban.
“Harusnya negara hadir untuk memberikan apa yang menjadi hak dari para korban pelanggaran HAM. Sebab jika tidak maka korban akan tinggal dengan trauma masa lalu meskipun putusan pengadilan sudah selesai,”katanya. (*)

Untuk melihat lebih banyak content JUBI TV, click here!