Jayapura, Jubi – Masyarakat Kampung Mamei, Distrik Kemtuk, Kabupaten Jayapura menyatakan menolak kehadiran perusahaan sawit di tanah ulayatnya. Lahan Kampung Mamei masuk dalam area konsesi salah satu perusahaan sawit di Kabupaten Jayapura, PT Permata Nusa Mandiri. Mereka meminta Bupati Jayapura dan Pemerintah Provinsi Papua mencabut berbagai izin yang telah dimiliki PT Permata Nusa Mandiri.
Ondoafi Kampung Mamei, Marthen Samon menyatakan musyawarah adat Kampung Mamei membahas izin perkebunan kelapa sawit PT Permata Nusa Mandiri. Musyawarah adat itu menyatakan izin itu diterbitkan tanpa ada pesetujuan dari masyarakat adat.
“Kami melihat bahwa tindakan itu merupakan bentuk perampasan hak hidup masyarakat adat,” kata Samon dalam keterangan pers tertulis yang diterima Jubi, Rabu (11/5/2022).
Samon menyatakan masyarakat adat Kampung Mamei tidak pernah mengetahui dan tidak terlibat dalam proses penerbitan berbagai izin untuk PT Permata Nusa Mandiri. Perusahaan itu sudah mengantongi sejumlah izin, seperti, Izin Lokasi, Izin Usaha Perkebunan, Pelepasan Kawasan Hutan, Izin Lingkungan, dan Hak Guna Usaha.
Izin Lokasi perusahaan itu tertuang dalam Keputusan Bupati Jayapura Nomor 213 Tahun 2011 tentang Pemberian Izin Lokasi Tanah untuk Keperluan Perkebunan Sawit seluas 32 ribu hektare. Pada 18 November 2013, Komisi Penilai AMDAL Kabupaten Jayapura menerbitkan rekomendasi Nomor 660.1/05-KOMDALDA.VII/2013 tentang ANDAL, RKL dan RPL Pembangunan Perkebunan dan Pabrik Pengolahan Kelapa Sawit.
Rekomendasi Komisi Penilai AMDAL Kabupaten Jayapura kemudian menjadi dasar bagi Bupati Jayapura untuk mengeluarkan Izin Kelayakan Lingkungan Nomor 34 Tahun 2013 dan Izin Lingkungan Nomor 62 Tahun 2014.
PT Permata Nusa Mandiri juga mengantongi Keputusan Menteri Kehutanan Nomor SK.680/MENHUT-II/2014 tentang pelepasan kawasan hutan yang dapat dikonversi seluas 16.182,48 hektare. Namun pada 6 Januari 2022, konsesi PT Permata Nusa Mandiri dicabut melalui Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor SK.01/MENLHK/SETJEN/KUM.1/1/2022. Luas konsesi PT Permata Nusa Mandiri yang dicabut 16.182,48 hektare.
Padahal perusahaan ini memiliki Izin Usaha Perkebunan (IUP) seluas 30.920 hektar yang diterbitkan Pemerintah Provinsi Papua melalui surat Badan Perizinan Terpadu dan Penanaman Modal Nomor:01/SK.IUP/KS/2014. Konsesi seluas 30.920 hektar itu meliputi 6 Distrik di Kabupaten Jayapura. Diantaranya Distrik Unurum Guay, Distrik Nimbokrang, Distrik Nimborang, Distrik Namblong, Distrik Kemtuk Gresi dan Distrik Kemtuk.
Samon berharap agar Pemerintah Provinsi Papua dan Bupati Jayapura segera mencabut berbagai izin yang telah didapatkan PT Permata Nusa Mandiri, karena berbagai izin itu tumpang tindih dengan wilayah dan hak ulayat masyarakat adat Grimenawa. “Kami menolak kehadiran perusahaan sawit PT. Permata Nusa Mandiri di atas wilayah adat Grimenawa,” ujar Samon.
Warga Kampung Mamei, Yustus mengatakan masyarakat secara tegas menolak kehadiran perusahan sawit. Menurut Yustus, masyarakat khawatir kehadiran perusahan sawit akan merampas tanah adat mereka. Yusutus menyatakan masyarakat adat juga akan kehilangan hak sebagai pemilik hak ulayat jika tanah adatnya menjadi perkebunan kelapa sawit.
Yustus mengatakan perkebunan sawit tidak dapat menjamin keberlanjutan kehidupan masyarakat dan generasi selanjutnya. Ia menyatakan kehidupan masyarakat adat bergantung kepada tanah adat. “Jika kehilangan tanah adat, maka kami akan kehilangan kehidupan. Masyarakat ingin tanah mereka kembali, agar dapat dikelola sebagaimana mestinya,” kata Yustus.
Pada 8 April 2022 lalu, Bupati Jayapura, Mathius Awoitauw menegaskan akan mencabut izin perusahaan sawit bermasalah yang beroperasi di Kabupaten Jayapura. Ia menilai perusahaan bermasalah seperti itu hanya akan merugikan masyarakat adat dan tidak berkontribusi bagi pendapatan daerah.
Hal itu disampaikan Mathius Awoitauw selalu pembicara pada seminar “Mendorong Pemerintah Daerah Untuk Melakukan Review Izin Perkebunan Kelapa Sawit Di Provinsi Papua” yang diselenggarakan Auriga Nusantara dan Jubi di Kota Jayapura. Awoitauw menyatakan ia akan mengikuti langkah Presiden Joko Widodo yang pada 6 Januari 2022 mencabut izin berbagai perusahaan tambang dan perkebunan sawit yang bermasalah.
Menurut Awoitauw, setelah Jokowi mengumumkan pencabutan izin berbagai perusahaan bermasalah yang beroperasi di Papua, ia segera memerintahkah Kepala Bagian Hukum Pemerintah Kabupaten Jayapura untuk menelusuri dokumen perizinan berbagai perusahaan yang beroperasi di Kabupaten Jayapura. “Berbagai izin, [termasuk yang dikeluarkan] Bupati Jayapura sebelumnya, kami verifikasi perusahaannya, untuk ambil langkah seperti yang dilakukan pemerintah pusat,” kata Awoitauw. (*)
Discussion about this post